Penulis : Andan Prayoga (Member KMO Alineaku)
Sebuah ulasan buku: “Habis Gelap Terbitlah Terang”
Sejarah Singkat
Berbicara tentang kesetaraan gender, hak-hak perempuan, perjuangan perempuan dan sebagainya yang berkaitan dengan dunia keperempuanan, pasti nama RA. Kartini tak akan luput dari perbincangan. Kita semua tahu, beliaulah pelopor perjuangan hak-hak kaum hawa di masanya. Melalui bukunya yang berjudul, “Habis Gelap Terbitlah Terang”, beliau berusaha menyuarakan hak-hak tersebut.
Awal mulanya, buku ini merupakan kumpulan surat yang ditulis RA. Kartini kepada salah satu sahabat penanya, J.H. Abendanon. Sahabat pena beliau ini, merupakan menteri/direktur kebudayaan, agama, dan kerajinan Hindia Belanda pada masanya. Melalui beliaulah, awal mula tulisan-tulisan yang dihasilkan oleh R.A. Kartini dibukukan. Pertama kali buku ini terbit taun 1911, judul yang digunakan buku ini bukanlah seperti judul yang sekarang beredar di masyarakat. Pertama kali buku ini diterbitkan, buku ini berjudul “Door Duisternis tot Licht“. Judul itu berasal dari bahasa eropa, dan jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia kurang lebih berarti “Habis Gelap Terbitlah Terang”.
Singkat cerita, tahun 1938 buku ini diterjemahkan dari bahasa melayu dialih-bahasakan ke dalam bahasa. Memang, sebelum diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, buku ini diterjemahkan terlebih dahulu ke dalam bahasa melayu.
Berbicara tentang hak-hak perempuan memang tidak ada habisnya. Dari zaman R.A. Kartini sampai sekarang, rasanya membicarakan dunia hawa memang tak ada ujung pangkalnya. Maka tak heran, jika R.A. Kartini, melalui bukunya, beliau mencoba memeprjuangkan hak-hak itu.
Identitas Buku
Judul buku : Habis Gelap Terbitlah Terang
Alih bahasa : Armijn Pane/R.A. Kartini
Penerbit : Balai Pustaka
Tahun Terbit : 2005
Jumlah Hal. : 204 Halaman
Dibukukan oleh : J.H. Abendanon
Dari Sahabat untuk Masyarakat
Pada awalnya, buku ini belumlah berbentuk sebuah buku. J.H. Abendanon lah yang “bisa dikatakan” sebagai orang berjasa atas terbitnya buku “Habis Gelap Terbitlah Terang”. Mengapa demikian? Sebab, beliaulah yang telah berjasa menyusun surat-surat yang ditulis oleh R.A. Kartini. Dari surat-surat itu tersusunlah sebuah buku yang berjudul “Door Duisternis tot Licht“.
Sayangnya, buku ini terbit setelah R.A. Kartini wafat. Tepatnya 7 tahun setelah R.A. Kartini meninggal. J.H. Abendanon yang saat itu menjabat sebagai perdana menteri bidang kebudayaan, agama, dan kerajinan Hinda Belanda, telah berjasa bagi kaum perempuan. Berkat beliaulah, tahun 1911 buku “Habis Gelap Terbitlah Terang” dapat hadir dihadapan kita sampai sekarang.
Beberapa kata-kata mutiara dari buku ini yaitu sebagai berikut.
“Tahukah engkau semboyanku? Aku mau! Dua patah kata yang ringkas itu sudah beberapa kali mendukung membawa aku melintasi gunung keberatan dan kesusahan. Kata “Aku tiada dapat!” melenyapkan rasa berani. Kalimat “Aku mau!” membuat kita mudah mendaki puncak gunung. – R. A. Kartini”
“Dan biarpun saya tiada beruntung sampai ke ujung jalan itu, meskipun patah di tengah jalan, saya akan mati dengan merasa berbahagia, karena jalannya sudah terbuka dan saya ada turut membantu mengadakan jalan yang menuju ke tempat perempuan Bumiputra merdeka dan berdiri sendiri. – R. A. Kartini”
Berbicara tentang kesetaraan gender/emansipasi memang tidak akan habis-habisnya. Mulai dari zaman beliau (R.A. Kartini) sampai zaman sekarang, zaman di mana semua akses bisa diakses oleh siapapun, tetap sama: kesetaraan gender kadangkala tidak adil.
Kita bisa lihat saja, dominasi kaum laki-laki masih sangat dominan di berbagai lini kehidupan. Padahal, hakikatnya semua memiliki hak yang sama. Kita ambil contoh dunia olahraga, peran serta perempuan masih sangat minim sekali. peran serta perempuan selama ini masih berkutik di bidang fashion. Itu pun sudah mulai dicampur-tangani oleh kaum laki-laki. Banyak artis papan atas dari kalangan laki-laki mulai merambah dunia fashion, Ivan Gunawan contohnya.
Meskipun demikian, patut kita acungi jempol bahwa kesetaraan gender di Indonesia mulai mengalami kemajuan. Di Era presiden yang ke tujuh ini, beberapa posisi penting atau bidang penting mulai diduduki oleh perempuan, mulai dari wakil menteri Parekraf (Pariwisata dan ekonomi kreatif), hingga beberapa politikus perempuan.
Pada akhirnya, perjuangan kesetaraan gender memang mengalami kemajuan. Namun, kemajuan ini tak serta merta bahwa perjuangan ini telah usai. Perjuangan ini masihlah panjang. Jika R.A. Kartini melihat situasi sekarang ini, mungkin beliau dapat sedikit bersyukur. Mengapa demikian? Jika dibanding keadaan ketika beliau menuaikan buku “Habis Gelap Terbitlah Terang”, memang sangatlah berbeda. Dewasa ini perempuan sudah bisa menuntut ilmu sampai perguruan tinggi. Berbeda sekali pada saat zaman belaiu, jangankan lulus SMA, lulus SD pun susah sekali.
Singkat cerita, dari buku ini, kita jadi tersadarkan bahwa perjuangan kesetaraan gender masihlah sangat panjang. Kita sebagai perempuan seyogiannya terus berjuang mempertahankan hak-hak tersebut. Tetap semangat perempuan-perempuan Indonesia. Panjang umur perjuangan perempuan Indonesia.
“Naskah ini merupakan kiriman dari peserta KMO Alineaku, isi naskah sepenuhnya merupakan tanggungjawab penulis”
Comment Closed: Tidak Melulu Yang Gelap Senantiasa Gelap
Sorry, comment are closed for this post.