KATEGORI
  • Adat & Budaya
  • Agrikultur
  • Aksi
  • Arsitektur
  • Artikel
  • Asmara
  • Autobiografi
  • autobiography
  • Bahasa & Sastra
  • Berita Alineaku
  • Bisnis
  • Branding
  • Catatan Harian
  • Cerita Anak
  • Cerita Pendek
  • Cerita Rakyat
  • Cerpen
  • Cinta
  • Cita – Cita dan Harapan
  • Dongeng
  • Drama
  • Ekonomi
  • Epos
  • Event
  • Fabel
  • Fantasi
  • Fiksi
  • Gaya Hidup
  • Hiburan
  • Hobi
  • Hubungan Antarpribadi
  • Hukum
  • Humanis
  • Humor
  • Ilmu Manajemen
  • Inspirasi
  • Istri
  • Kampus
  • Karir dan Kewirausahaan
  • Keagamaan
  • Keluarga
  • Kesehatan & Kecantikan
  • Kesehatan Mental
  • Ketenagakerjaan
  • Kisa Masa Kecil
  • Kisah Inspiratif
  • Kritik Media
  • Kuliner
  • Legenda
  • Lifestyle
  • Lingkungan Hidup
  • Manajemen
  • mengelola toko
  • Mental Health
  • Moralitas
  • Motivasi
  • Novel
  • Nutrisi
  • Nutrition
  • Opini
  • Organisasi
  • Otomotif
  • Parenting
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Pendidikan Karir
  • Pendidikan Keuangan
  • pengalaman hidup
  • Pengembangan Diri
  • Perjalanan Hidup
  • Pernikahan
  • Persahabatan
  • Pertemanan
  • Petualangan
  • Petualangan Alam
  • Pilih Kategori
  • Pilih Menu
  • Politik
  • Psikologi
  • Psikologi Sosial
  • Puisi
  • Romansa
  • Romantisme kehidupan
  • Rumah Tangga
  • Satir
  • SDM
  • Sejarah
  • Self-Acceptance
  • Self-Awareness
  • Seni & Budaya
  • Sosial
  • spiritual journey
  • Strategi
  • Teknologi
  • Tempat Wisata
  • Traveling
  • Uncategorized
  • Wanita
  • Beranda » Artikel » Unplug

    Unplug

    BY 08 Agu 2024 Dilihat: 218 kali
    Unplug_alineaku

    “Bintang, aku lagi ngerasa aneh banget akhir-akhir ini. Kayak ada yang kurang gitu. Aku punya banyak teman di media sosial, tapi kok aku sering merasa kesepian ya?” Anya membuka pembicaraan.

    “Aku juga ngerasain hal yang sama, Anya. Padahal, kita sering banget nge-scroll feed Instagram dan TikTok, tapi kok rasanya nggak puas ya?” balas Bintang.

    “Iya, bener banget. Aku jadi sering membandingkan hidup aku dengan orang lain di media sosial. Mereka kelihatan bahagia banget, punya banyak teman, dan selalu traveling. Sedangkan aku, rasanya biasa aja gitu.”

    “Itu dia, kita sering lupa kalau yang ditampilkan di media sosial itu cuma sebagian kecil dari kehidupan seseorang. Mereka enggak bakal nunjukin sisi buruknya.”

    “Terus, aku juga jadi minder kalau lagi ngobrol langsung sama orang. Aku takut kehabisan kata-kata atau ngomong yang enggak penting.”

    “Aku juga gitu. Aku lebih nyaman ngobrol lewat chat atau DM. Kalau ketemu langsung, aku malah jadi suka gugup.”

    “Kenapa ya kita jadi kayak gini?”

    “Mungkin karena kita terlalu sering menghabiskan waktu di media sosial. Kita jadi kurang terbiasa berinteraksi langsung dengan orang lain. Terus, kita juga jadi punya ekspektasi yang terlalu tinggi terhadap kehidupan sosial kita. Kita punya harapan yang tidak realistis tentang bagaimana seharusnya kehidupan sosial kita berjalan. Kita suka membayangkan bahwa kehidupan sosial kita harus selalu menyenangkan, mulus tanpa masalah atau konflik. Kita juga sering membandingkan kehidupan sosial kita dengan orang lain, terutama yang sering kita lihat di media sosial, dan merasa bahwa kehidupan kita tidak cukup baik dibandingkan mereka.”

    “Aku suka mikir kalau aku harus selalu popular gitu dimana aku merasa harus disukai oleh semua orang dan memiliki banyak teman, harus selalu terlihat bahagia dimana aku merasa harus selalu menunjukkan sisi terbaikku di depan orang lain dan menyembunyikan perasaan negatif, harus selalu punya rencana yang seru dimana aku merasa setiap akhir pekan harus diisi dengan kegiatan yang menyenangkan dan menarik, dan harus selalu punya banyak teman dekat dimana aku merasa harus memiliki banyak teman dekat yang selalu ada untuk aku. Mau sampai kapan begini terus?” Anya curhat.

    “Kenyataan tidak selalu sesuai dengan ekspektasi kita, sebaliknya kita akan cenderung merasa cemas dan khawatir. Kita akan merasa tertekan karena berusaha memenuhi ekspektasi yang tidak realistis. Kita akan selalu merasa tidak puas dengan kehidupan sosial kita. Ironisnya, ekspektasi yang terlalu tinggi justru bisa membuat kita merasa lebih kesepian karena kita terlalu fokus pada apa yang kita anggap kurang. Jadi menurut aku, kita harus mulai membatasi waktu penggunaan media sosial. Kita bisa coba buat kegiatan lain yang lebih produktif, kayak baca buku, olahraga, atau ikut komunitas.” Bintang tiba-tiba memperoleh inspirasi.

    “Ini salah siapa sih?” tanya Anya.

    “Media sosial, media sosial sering menampilkan sisi terbaik dari kehidupan orang lain, sehingga kita cenderung membandingkan diri kita dengan mereka, membandingkan kehidupan kita dengan kehidupan mereka. Kita jadi terlatih membandingkan diri dengan teman, keluarga, atau selebriti, sampai merasa bahwa kita tidak cukup baik. Kita merasa harus mengikuti standar tertentu yang ditetapkan oleh masyarakat. Kita jadi takut akan ketidakpastian dan ingin memiliki kendali penuh atas kehidupan sosial kita. Parah kan?”

    “Terus harus bagaimana?” desak Anya lagi.

    “Sudahlah, kita mulai saja dari yang gampang, dari yang ada di depan mata. Kita hargai diri sendiri dan nggak perlu membandingkan diri lagi dengan orang lain,” Bintang menemukan jawaban.

    “Intinya ngak usah over ekspektasi lah. Realistis saja. Sadari bahwa kehidupan sosial itu dinamis dan tidak selalu sempurna. Ada kalanya kita merasa bahagia dan ada kalanya kita merasa sedih. Kita harus terima diri kita sendiri. Setiap orang itu unik dan memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing, jadi kita tidak boleh terlalu keras pada diri sendiri. Jangan menyiksa diri. Fokus saja pada apa yang kita miliki. Syukuri hal-hal positif yang ada dalam kehidupan sosial kita. Sepertinya kita memang harus membangun hubungan yang autentik, yang jelas. Kita harus fokus pada kualitas suatu hubungan bukan pada kuantitasnya. Satu hal lagi, jangan pernah mengabaikan perhatian teman. Jika merasa kesulitan, jangan ragu untuk mencari dukungan dari teman, keluarga, atau terapis, pokoknya siapapun yang bisa membantu. Kita harus ingat kalau setiap orang punya kelebihan dan kekurangan masing-masing. Yang penting, kita nyaman dengan diri kita sendiri,” Bintang melanjutkan.

    “Aku setuju banget sama lo, Bintang. Kelihatannya memang harus mulai dari diri sendiri,” Anya menemukan solusi.

    “Intinya, ekspektasi yang terlalu tinggi terhadap kehidupan sosial dapat menghambat kebahagiaan kita. Dengan memiliki ekspektasi yang lebih realistis dan menerima diri sendiri apa adanya, aku yakin kita bisa membangun kehidupan sosial yang lebih sehat dan bahagia,”ujar Bintang menyimpulkan.

    Pesan Moral:

    • Batasi waktu penggunaan media sosial: 

    Jangan biarkan media sosial menguasai hidup kita. Luangkan waktu untuk aktivitas yang lebih bermanfaat dan membangun;

    • Fokus pada interaksi nyata: 

    Bangun hubungan yang lebih dalam dengan orang-orang di sekitar kita. Interaksi langsung akan memberikan kepuasan yang lebih besar daripada sekadar berinteraksi di dunia maya;

    • Hargai diri sendiri: 

    Setiap individu adalah sosok yang unik dan berharga, jadi jangan pernah membandingkan diri kita dengan orang lain;

    • Kembangkan keterampilan sosial: 

    Teruslah belajar dan berlatih untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi serta berinteraksi dengan orang lain;

    • Jangan takut untuk meminta bantuan: 

    Jika merasa kesulitan, jangan ragu untuk mencari dukungan dari orang-orang terdekat atau profesional.

    Penggunaan media sosial yang berlebihan telah dikaitkan secara empiris dengan peningkatan kecemasan sosial. Paparan konstan terhadap konten yang disaring dan perbandingan sosial yang tidak realistis dapat memicu perasaan tidak memadai dan isolasi. Namun, dengan menerapkan strategi manajemen waktu yang efektif dan mengembangkan kesadaran diri, individu dapat mengurangi ketergantungan pada media sosial dan membangun hubungan interpersonal yang lebih autentik. Penting sekali untuk diingat bahwa media sosial merupakan alat yang netral dan dampaknya terhadap kesejahteraan mental sangat bergantung pada cara penggunaannya.

    Tak hanya berdampak pada munculnya kecemasan sosial, kecenderungan menggunakan media sosial secara berlebihan pun dapat mengganggu keseimbangan hidup dan menghambat pengembangan keterampilan sosial. Penelitian telah menunjukkan korelasi antara penggunaan media sosial yang intensif dengan penurunan kualitas tidur, produktivitas, serta kepuasan hidup secara keseluruhan. Dengan menetapkan batasan yang jelas, mengganti waktu ber-gadget dengan aktivitas yang lebih bermanfaat, dan mengembangkan hobi di dunia nyata, individu dapat menciptakan kehidupan yang lebih seimbang dan memuaskan.

    Literasi digital yang memadai memungkinkan individu untuk menggunakan media sosial secara kritis dan bertanggung jawab. Dengan memahami algoritma, bias konfirmasi, dan taktik manipulasi yang sering digunakan di platform media sosial, pengguna dapat menjadi konsumen informasi yang lebih cerdas hingga mampu menghindari efek negatifnya. Selain itu, mengembangkan keterampilan komunikasi online yang efektif dapat membantu membangun hubungan yang positif dan produktif di ruang digital.

    Ingatlah bahwa Anda memiliki kendali penuh atas hubungan Anda dengan media sosial. Dengan kesadaran dan upaya yang konsisten, Anda dapat mengubah kebiasaan dan menciptakan kehidupan yang lebih sehat dan bahagia. Jadi, jangan ragu untuk melangkah keluar dari zona nyaman Anda. Mulailah membangun hubungan yang lebih berarti di dunia nyata. 

    Hidup ini terlalu singkat untuk sekedar dihabiskan dengan menatap layar gadget. Ciptakanlah keseimbangan yang harmonis antara dunia digital dan dunia nyata. Dengan memanfaatkan media sosial secara bijak dan mengutamakan interaksi sosial langsung, Anda dapat meraih kegembiraan secara utuh.

    Ini waktunya Anda mengambil langkah proaktif untuk mengatasi masalah. Mulailah dengan membuat perubahan kecil dalam hidup Anda, seperti mengurangi waktu yang dihabiskan di media sosial atau bergabung dengan komunitas baru. Setiap langkah kecil yang Anda ambil akan membawa Anda lebih dekat pada kehidupan yang lebih baik. 

    Media sosial memang memiliki potensi luar biasa namun, kita harus bijak dalam memanfaatkannya. Dengan kesadaran dan sikap yang tepat, kita dapat mengubah media sosial menjadi alat yang positif untuk memperkaya hidup. Jadi, mari bersama-sama menciptakan ruang digital yang lebih sehat dan inklusif.

     

     

    Kreator : Adwanthi

    Bagikan ke

    Comment Closed: Unplug

    Sorry, comment are closed for this post.

    Popular News

    • Part 15: Warung Kopi Klotok  Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]

      Okt 01, 2024
    • Part 16 : Alun – Alun  Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]

      Okt 16, 2024
    • Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]

      Sep 18, 2024
    • Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]

      Sep 07, 2024
    • Part 12 : Cemburu Rama langsung memukul Jaka saat Jaka baru saja masuk ke ruang kerjanya Rama. Jaka yang meringis bukannya marah namun malah tersenyum terhadap Rama karena Jaka tahu bahwa Rama lagi cemburu terhadapnya. Rama males menjawab salam dari Jaka namun sebagai orang yang punya adab Rama harus menjawab salam dari Jaka dengan sopan. […]

      Sep 05, 2024

    Latest News

    Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]

    Jun 21, 2021

    Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]

    Des 07, 2021

    Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,,  begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]

    Des 07, 2021

    Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]

    Des 07, 2021

    Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]

    Des 07, 2021