KATEGORI
  • Adat & Budaya
  • Agrikultur
  • Aksi
  • Arsitektur
  • Artikel
  • Asmara
  • Autobiografi
  • autobiography
  • Bahasa & Sastra
  • Berita Alineaku
  • Bisnis
  • Branding
  • Catatan Harian
  • Cerita Anak
  • Cerita Pendek
  • Cerita Rakyat
  • Cerpen
  • Cinta
  • Cita – Cita dan Harapan
  • Dongeng
  • Drama
  • Ekonomi
  • Epos
  • Event
  • Fabel
  • Fantasi
  • Fiksi
  • Gaya Hidup
  • Hiburan
  • Hobi
  • Hubungan Antarpribadi
  • Hukum
  • Humanis
  • Humor
  • Ilmu Manajemen
  • Inspirasi
  • Istri
  • Kampus
  • Karir dan Kewirausahaan
  • Keagamaan
  • Keluarga
  • Kesehatan & Kecantikan
  • Kesehatan Mental
  • Ketenagakerjaan
  • Kisa Masa Kecil
  • Kisah Inspiratif
  • Kritik Media
  • Kuliner
  • Legenda
  • Lifestyle
  • Lingkungan Hidup
  • Manajemen
  • mengelola toko
  • Mental Health
  • Moralitas
  • Motivasi
  • Novel
  • Nutrisi
  • Nutrition
  • Opini
  • Organisasi
  • Otomotif
  • Parenting
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Pendidikan Karir
  • Pendidikan Keuangan
  • pengalaman hidup
  • Pengembangan Diri
  • Perjalanan Hidup
  • Pernikahan
  • Persahabatan
  • Pertemanan
  • Petualangan
  • Petualangan Alam
  • Pilih Kategori
  • Pilih Menu
  • Politik
  • Psikologi
  • Psikologi Sosial
  • Puisi
  • Romansa
  • Romantisme kehidupan
  • Rumah Tangga
  • Satir
  • SDM
  • Sejarah
  • Self-Acceptance
  • Self-Awareness
  • Seni & Budaya
  • Sosial
  • spiritual journey
  • Strategi
  • Teknologi
  • Tempat Wisata
  • Traveling
  • Uncategorized
  • Wanita
  • Beranda » Artikel » Yuk Menulis!

    Yuk Menulis!

    BY 15 Jul 2024 Dilihat: 151 kali
    Yuk Menulis_alineaku

    Tahun depan insya Allah usiaku 50 tahun. Ada satu cita-cita yang sampai detik ini belum sungguh-sungguh diperjuangkan agar dapat aku raih. Menjadi seorang penulis! 

    Aku awali dulu sedikit kisah ini dengan berpaling ke masa lalu. Sejak SD aku gemar membaca. Ibu kebetulan bersama salah seorang temannya menjadi pengurus perpustakaan di kantor Balaikota Payakumbuh, Sumatera Barat. Buku-buku yang dibeli, biasanya mampir ke rumah untuk diberi sampul. Kesempatan ini aku pergunakan untuk melahap semua buku. Ya semua, termasuk novel roman percintaan walau usiaku baru belasan tahun ketika itu. 

    Masa SMP diisi penuh dengan cita-cita. Aku betul-betul menggantungkan cita-citaku setinggi langit yaitu ingin tinggal berpindah-pindah dari satu negara ke negara lain. Saat masa-masa pencarian jati diri di SMA semakin gencar, aku belajar Bahasa Inggris dan Bahasa Jerman di sekolah, berharap dengan modal kemampuan berbahasa aku dapat menjelajah dunia. Sebagai seorang pelajar, aku biasa-biasa saja. Tidak pernah memperoleh ranking di kelas maupun menjadi siswi populer. Tidak pula berlebihan kalau kukatakan temanku selama tiga tahun di bangku SMP maupun SMA sangat terbatas dan itu-itu saja. 

    Ibuku walau kala itu aktif berorganisasi, masih sempat memanggilkan guru les matematika, mengaji dan Bahasa Inggris untuk membantu pelajaran di sekolah. Di kelas 3 SMA, aku mulai berpikir serius untuk menjadi seorang guru TK. Rasanya menyenangkan bermain sambil belajar dengan anak-anak. Lagi-lagi Ibu menyimak nilai terbaikku adalah Bahasa Inggris. Ia menganjurkan agar aku mengambil jurusan Sastra Inggris saat kuliah. Maka pindahlah aku ke kota Padang untuk mengambil jurusan ini. 

    Setelah menjadi mahasiswa selama empat tahun akhirnya aku menyandang gelar sarjana sastra. Satu demi satu cita-cita mulai dikabulkan Allah. Tidak menjadi guru TK, tapi mengajar Sastra Inggris di almamaterku. Namun qadarullah karier sebagai PNS harus kutinggalkan karena pernikahan menakdirkan untuk tinggal berpindah-pindah mengikuti tugas suami. Kami sudah tinggal di empat benua selama menikah. Syukur aku panjatkan Allah mengabulkan doaku untuk tinggal di luar negeri.

    Selama dua puluh lima tahun usia pernikahan kami, apa yang aku lakukan? Tentu saja tenggelam dalam kehidupan sebagai seorang ibu. 

    “Menulislah Dik,” seringkali suamiku membujuk untuk menulis.

    “Menulis apa? Mana sempat tiap hari sibuk urus rumah tangga,” pungkasku.

    “Menulis novel, biar bisa kaya raya seperti J.K. Rowling atau Paulo Coelho,” katanya lagi.

    “Iya nanti ya aku menulis. Sekarang aku harus temani Salama belajar dulu,” kataku tak serius menanggapi kalimatnya. 

    Sejak usia anak kami balita, bujukan untuk menulis tidak bosan diutarakan. Tapi mana sempat karena Salama kemudian mempunyai adik kembar yang tentu saja waktuku tersita dua kali lipat. 

    Hidupku tidak pernah sepi. Tiga orang anakku menjadi teman diskusi. Di mana pun berada kami selalu menghabiskan waktu dengan berbagi cerita. Apakah itu di kendaraan umum, saat makan, atau ketika berjalan kaki mengantar mereka sekolah. Celoteh mereka mengisi hari-hari-ku sehingga selalu hangat dan sarat makna. Banyak yang bisa aku ambil hikmahnya menjadi ibu dari ketiga anak ini. 

    Jika kalian yang membaca kisah ini berada di usia 20 sampai 45 tahun, nikmatilah waktumu membersamai anak-anak. Resapilah lelah itu. Kuatkan punggungmu untuk menjadi sandaran bagi anak-anakmu. Karena akan tiba masa ketika mereka sedikit demi sedikit memiliki kesibukan sendiri. Tak banyak lagi cerita yang engkau dengar. Lebih banyak waktu mereka untuk kegiatan dan teman-teman.

    Ibu kemudian menjadi sosok yang monumental. Pribadi yang membentuk masa lalu dan harus dihormati hingga saat ini. Tau-tau saja punggungku lebih sering bersandar di sofa. Kedua tangan tak lagi sibuk menyiapkan keperluan anak-anak. Bahkan mereka sudah bisa direpotin untuk mengurus keperluan ibunya. Suamiku dengan kariernya yang semakin mencapai puncak pun tak lagi menyita kesibukan. Lebih banyak di luar kota atau pulang malam karena rapat ini dan itu. 

    “Menulislah Dik!” Tiba-tiba kata-kata itu muncul dari long-term memory-ku. Saat ini aku mempunyai banyak waktu luang selain menghadiri kajian agama atau melatih otak dengan belajar bahasa asing. Maka hari ini aku mulai membuka laptop dan merangkai kata-kata. 

    Ketika mulai membuat draft berupa coretan-coretan di kertas, aku sadar ternyata banyak yang bisa dituliskan. Satu fragmen dalam kehidupanku bisa menjadi sebuah kisah 700 kata. Aku terkesima sendiri. Tiap hari aku mulai ketagihan menulis. Ketika memindahkan coretan dari kertas ke dalam laptop, ide lain mengalir keluar dari kepala tanpa bisa dibendung.

    Dan saat ini ternyata kesempatan untuk menjadi penulis dengan karya yang diterbitkan tidak sesulit dahulu. Penulis tidak lagi mengejar-ngejar penerbit, tapi penerbit yang membuka peluang untuk menulis dengan mengadakan event lomba menulis atau menghasilkan karya dalam bentuk antologi bagi penulis pemula.

    Jika kalian membaca tulisan ini, berarti naskah ini telah diterbitkan sebagai antologi kelima-ku. Adakah warisan yang lebih baik untuk aku tinggalkan kepada ketiga anakku selain karya ini? Tulisan dengan tema-tema yang menjadi pesan bagi mereka untuk lebih memaknai kehidupan.

     

     

    Kreator : Dini Masitah

    Bagikan ke

    Comment Closed: Yuk Menulis!

    Sorry, comment are closed for this post.

    Popular News

    • Part 15: Warung Kopi Klotok  Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]

      Okt 01, 2024
    • Part 16 : Alun – Alun  Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]

      Okt 16, 2024
    • Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]

      Sep 18, 2024
    • Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]

      Sep 07, 2024
    • Part 12 : Cemburu Rama langsung memukul Jaka saat Jaka baru saja masuk ke ruang kerjanya Rama. Jaka yang meringis bukannya marah namun malah tersenyum terhadap Rama karena Jaka tahu bahwa Rama lagi cemburu terhadapnya. Rama males menjawab salam dari Jaka namun sebagai orang yang punya adab Rama harus menjawab salam dari Jaka dengan sopan. […]

      Sep 05, 2024

    Latest News

    Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]

    Jun 21, 2021

    Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]

    Des 07, 2021

    Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,,  begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]

    Des 07, 2021

    Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]

    Des 07, 2021

    Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]

    Des 07, 2021