Hujan deras mulai mengguyur di desa Pandak Lambu, mulai membasahi tubuh Arumi yang berjalan tertatih. Baju seragam sekolahnya sudah lusuh, sangat kontras dan tak sebanding dengan seragam teman-temannya yang baru dan bersih. Tangan mungilnya menggenggam dengan erat buku-buku tebal, seolah buku tersebut mampu menjadi benteng terakhir dalam pertempuran dalam menjalani hidupnya.
“Lihat tuh, bocah miskin, bajunya saja compang-camping,” ejek seorang anak laki-laki sambil meludah di dekat kakinya.
Sungguh sakit bagi Arumi mendengar kalimat itu ketika dia lewat di hadapan temannya tadi. Namun, Arumi mengabaikannya, terus berjalan dengan kepala tegak. Meski air mata menggenang di pelupuk matanya, namun ia berusaha keras untuk tidak menjatuhkannya.
Di rumah kecil berdinding papan, dengan perabotan yang tak seberapa, Arumi menuju dapur kecil yang berupa atang dengan tungku kecil tempat ibu biasa memasak dan beberapa perobotan dapur yang seadanya. Arumi mendapati ibunya sedang memasak dengan kayu bakar. Wajah ibunya terlihat sangat lelah, namun ibu tetap terlihat ceria seolah tanpa beban ibu selalu tersenyum hangat bila di depan Arumi.
“Sudah makan, Bu?” tanya Arumi sambil meletakkan tasnya di dekat dipan dan mengganti bajunya yang basah.
“Sudah, Nak. Kamu bagaimana di sekolah? Belajar yang rajin, ya.” jawab Ibunya lembut.
“Iya Bu, Arumi selalu rajin belajar biar ibu senang dan cita-cita Arumi tercapai nanti, Bu.” jawab Arumi sambil mengganti bajunya dengan baju yang kering.
Arumi duduk di meja, lalu mulai membuka buku pelajarannya. Setiap malam Arumi selalu mengulang kembali pembelajaran pada hari itu. Mimpinya untuk bisa kuliah dan bisa merubah nasib keluarganya menjadikan semangat baginya.
“Bu, aku yakin suatu saat nanti kita akan punya rumah yang bagus dan aku bisa kuliah di kota,” ucap Arumi penuh harap.
Ibu pun tersenyum mendengar harapan Arumi.
“Ibu selalu yakin kamu bisa, Nak. Kamu adalah anak yang kuat.”
Semua buku Arumi bereskan dan bersiap mengajak ibunya untuk tidur, merebahkan sejenak beban hidup yang mereka hadapi.
Pagi ini Arumi kembali sekolah, Kali ini Arumi membawa bekal sederhana berupa nasi bungkus dan segelas teh hangat. Saat istirahat, kembali teman-teman sekolah mengejeknya.
“Dasar anak kampung! Sok pintar!” teriak salah seorang teman sekelasnya.
“Kenapa juga anak kampung bisa sekolah di sini?!” ejek kawannya yang lain.
“Iya, seharusnya dia itu tidak sekolah di sini. Jualan aja sana biar dapat duit, hahahaha…” ejek salah satu temannya yang memang terkenal nakal di sekolah.
Arumi hanya mampu terdiam. Ia tidak ingin membalasnya karena percuma dan dia tidak punya apa-apa untuk melawan mereka. Lebih baik fokus pada pelajaran.
Hari berlalu, Arumi terus berjuang. Ia mengikuti berbagai perlombaan dan olimpiade. Meski seringkali pulang dengan tangan kosong, ia tidak pernah merasa malu atau putus asa karena setiap kegagalan pasti ada kesuksesan, itulah yang selalu tertanam dalam diri dan semangat Arumi. Arumi pantang menyerah, hinaan dan cemoohan adalah cambuk untuk dia maju.
Suatu ketika Arumi mempunyai kesempatan untuk mengikuti lomba menulis di tingkat nasional. Dengan penuh semangat, ia menuangkan segala isi hatinya ke dalam kertas. Beberapa minggu kemudian, pengumuman pemenang pun diumumkan. Dan, betapa terkejutnya Arumi saat namanya disebut sebagai juara pertama.
Hadiah yang ia dapatkan sangat besar. Alhamdulillah, cukup untuk Ibu dan Arumi. Dengan uang itu pula Arumi bisa membantu ibunya membeli rumah yang lebih layak dan membiayai kuliahnya.
“Aku berhasil, Bu!” teriak Arumi sambil memeluk ibunya erat.
Dengan meneteskan air mata bahagia, ya Arumi bahagia karena apa yang di citakannya selama ini selangkah telah tercapai. Ibunya tersenyum bahagia.
“Ibu bangga padamu, Nak.” balas Ibu sambil memandang wajah Arumi dengan penuh haru dan bahagia.
Kisah Arumi menjadi inspirasi bagi banyak orang. Gadis kecil yang berasal dari keluarga miskin itu berhasil membuktikan bahwa dengan kerja keras dan semangat yang tak pernah padam, semua mimpi bisa terwujud.
Kini, Arumi telah menjadi seorang mahasiswi di salah satu universitas ternama. Ia pun aktif di berbagai organisasi dan selalu meraih prestasi. Namun, ia tidak pernah melupakan asal-usulnya. Setiap liburan, Arumi selalu pulang ke kampung halamannya dan berbagi ilmu dengan anak-anak di sana.
Suatu hari, Arumi diundang untuk menjadi pembicara dalam sebuah seminar motivasi. Di hadapan ratusan peserta, di sana ia banyak menceritakan tentang kisah perjalanan hidupnya, hingga ia mencapai sukses seperti sekarang.
“Kalian semua pasti bisa meraih mimpi kalian, asalkan kalian mau berusaha dan tidak pernah menyerah,” ucap Arumi dengan penuh semangat.
“Mencoba itu adalah harus untuk mengetahui sejauh mana kemampuan kalian, jadi jangan pernah takut untuk memulai dan mencoba,” sambung Arumi dengan penuh semangat.
Para peserta seminar pun banyak yang terinspirasi oleh kisah hidup Arumi. Mereka bertepuk tangan meriah sebagai tanda apresiasi. Setelah lulus kuliah, Arumi mendapatkan pekerjaan di sebuah perusahaan multinasional. Gajinya yang besar membuat ia bisa hidup dengan nyaman. Namun, Arumi tetap sederhana dan tidak lupa untuk berbagi dengan orang-orang yang membutuhkan.
Suatu hari, Arumi kembali ke kampung halamannya. Ia ingin membangun sebuah perpustakaan untuk anak-anak di sana. Dengan bantuan teman-temannya, ia berhasil mewujudkan impiannya. Perpustakaan itu menjadi tempat favorit anak-anak untuk belajar dan membaca. Arumi merasa sangat bahagia karena bisa memberikan kontribusi bagi masyarakat.
Kisah hidup Arumi menjadi bukti bahwa kesuksesan tidak selalu ditentukan oleh latar belakang sosial ekonomi. Dengan kerja keras, semangat pantang menyerah, dan dukungan dari orang-orang di sekitarnya, siapa pun bisa meraih mimpi mereka. Arumi mengajarkan kita bahwa kemiskinan bukanlah penghalang untuk meraih kesuksesan. Yang terpenting adalah memiliki kemauan yang kuat dan terus berusaha untuk menjadi lebih baik.
Kreator : Noor Hafifah
Comment Closed: Arumi dan Mimpi yang tak terbeli
Sorry, comment are closed for this post.