KATEGORI
  • Adat & Budaya
  • Agrikultur
  • Aksi
  • Arsitektur
  • Artikel
  • Asmara
  • Autobiografi
  • autobiography
  • Bahasa & Sastra
  • Berita Alineaku
  • Bisnis
  • Branding
  • Catatan Harian
  • Cerita Anak
  • Cerita Pendek
  • Cerita Rakyat
  • Cerpen
  • Cinta
  • Cita – Cita dan Harapan
  • Dongeng
  • Drama
  • Ekonomi
  • Epos
  • Event
  • Fabel
  • Fantasi
  • Fiksi
  • Gaya Hidup
  • Hiburan
  • Hobi
  • Hubungan Antarpribadi
  • Hukum
  • Humanis
  • Humor
  • Ilmu Manajemen
  • Inspirasi
  • Istri
  • Kampus
  • Karir dan Kewirausahaan
  • Keagamaan
  • Keluarga
  • Kesehatan & Kecantikan
  • Kesehatan Mental
  • Ketenagakerjaan
  • Kisa Masa Kecil
  • Kisah Inspiratif
  • Kritik Media
  • Kuliner
  • Legenda
  • Lifestyle
  • Lingkungan Hidup
  • Manajemen
  • mengelola toko
  • Mental Health
  • Moralitas
  • Motivasi
  • Novel
  • Nutrisi
  • Nutrition
  • Opini
  • Organisasi
  • Otomotif
  • Parenting
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Pendidikan Karir
  • Pendidikan Keuangan
  • pengalaman hidup
  • Pengembangan Diri
  • Perjalanan Hidup
  • Pernikahan
  • Persahabatan
  • Pertemanan
  • Petualangan
  • Petualangan Alam
  • Pilih Kategori
  • Pilih Menu
  • Politik
  • Psikologi
  • Psikologi Sosial
  • Puisi
  • Romansa
  • Romantisme kehidupan
  • Rumah Tangga
  • Satir
  • SDM
  • Sejarah
  • Self-Acceptance
  • Self-Awareness
  • Seni & Budaya
  • Sosial
  • spiritual journey
  • Strategi
  • Teknologi
  • Tempat Wisata
  • Traveling
  • Uncategorized
  • Wanita
  • Beranda » Artikel » Bamba Kampungku yang Terpelihara

    Bamba Kampungku yang Terpelihara

    BY 27 Jun 2024 Dilihat: 154 kali
    Bamba Kampungku yang Terpelihara_alineaku

    Memasuki minggu ke empat, suasana Siang hari di Palu sudah sangat membaik. lalu lintas mulai ramai meskipun kanan kiri jalan masih terdapat reruntuhan bangunan, jalanan rusak membelah bahkan aspal yang turun karena bergesernya lempengan tanah. Beberapa toko mulai buka sejak pagi, pasar pun mulai ramai didatangi warga. Kantor-kantor mulai aktif meskipun masih banyak ASN yang belum masuk kantor dan masih berada di luar kota dengan alasan trauma. Gempa kecil tidak lagi seintens dulu, meskipun begitu, masih banyak masyarakat yang malam hari masih memilih tidur di tenda, di garasi dan ruang tamu rumah dari pada tidur di kamar. Dipahami karena ingatan akan malam kejadian gempa dan tsunami serta likuifaksi belum bisa mereka lupakan begitu saja. 

    Sedikit berbeda saat malam hari. kegiatan warga nyaris tak ada, kota palu yang dulu ramai bahkan sampai dini hari, saat ini baru pukul 08.00 malam sudah senyap. Jalanan sebagian gelap bahkan di jalan-jalan protokol. Berada di jalan pada jam 09.00 Malam saja rasanya berada 

    di dunia lain. Hanya sesekali bertemu dengan kendaraan yang melintas, ditempat-tempat tertentu saat menyetir tiba-tiba perasaan jadi sangat tidak enak, meremang bulu roma dan suasana mencekam membuat semuanya diam tak ingin bicara. Entah sampai kapan akan seperti ini, sedih rasanya kotaku yang dulu terus menggeliat sekarang lumpuh pada malam hari. Hanya jika penting sekali barulah ada yang mau keluar rumah untuk berurusan.

    Di Bamba, desa kecil di kecamatan Sindue Induk yang merupakan desa tempat papaku lahir dan tumbuh suasana tidak berubah. Desa yang tenang, warga yang ramah dan religius, sangat terbuka pada siapapun yang datang. Yang selalu berlomba menawarkan untuk mampir dan menginap di rumah mereka yang sederhana. Dikenal sebagai warga yang amat sangat memuliakan tamu, dan itu berlaku pada semua warga yang pada dasarnya semua bersaudara. Seingatku sejak aku kecil hingga kini aku berusia setengah abad tidak ada yang berubah disana. Baik kesederhanaan dan keramahan warganya, maupun kondisi infrastruktur desa. Jalan raya yang berbatu tak pernah mengenal aspal sejak aku kecil hingga setua ini menjadi adalah pemandangan biasa disana. Entahlah saya selalu menyimpan pertanyaan bagaimana mungkin pemerintah sedikitpun tidak melirik desa ini untuk bantuan infrastruktur. Meskipun dari sini telah lahir begitu banyak pejabat. Nampaknya para Caleg hanya mampir untuk merayu, setelah duduk di kursi yang terhormat mereka pun melupakan konstituen desa ini. Melupakan ketulusan warga saat menjamu kedatangan mereka, melupakan keramahan dan senyum ikhlas mereka. Dan sedikitpun masyarakatnya tidak berubah, baik saat mereka datang dengan seribu janji dan rayuan ataupun datang dengan janji yang lain lagi, lima tahun berikutnya. 

    Surau kecil di tepi pantai, juga adalah surau yang kukenal sekian puluh tahun lalu. hanya berubah sedikit, dari tembok coran batu kali saat ini sudah diplester dan dicat. Disana Kakek, Nenek, paman dan tante, sepupu papaku disholatkan sebelum diantar ke pemakaman. Dari jendela surau itu kita langsung bisa melihat laut dan ombaknya yang memukul di bibir pantai. Mendengarkan gemuruhnya di tengah ketenangan ruku dan sujud. Suasana Magis yang selalu kurindukan. Aku ingat terakhir kali aku sholat disana dengan anak dan keponakanku. setelah selesai sholat kami membersihkan semua kipas angin yang berderik keras, mungkin terlalu lama tak dibersihkan dari debu. Anak-anak dengan gembira menyapu lantai, mengibas karpet dan sajadah serta menggantung mukena yang kami punya dan ditinggalkan saja disana agar bisa dipakai jamaah yang lain. Masih surau yang dulu, saat papaku disilahkan mengimami jamaah masjid saat maghrib tiba, meskipun sering papaku menolak karena imamnya adalah sepupu papa yang usianya lebih tua, dan beliau kami kenal sangat tawadhu. semoga beliau-beliau di berikan tempat yang layak di sisi Allah. Seingatku pamanku bergantian kakak beradik menjadi imam di surau kecil itu, saat sholat subuh kami sudah menemukan mereka di surau, berdiskusi masalah agama dengan papaku hingga muncul matahari terbit, lalu beliau melanjutkan kerja membersihkan surau menutup pintunya dan akan kembali untuk melaksanakan sholat dhuha. Rutinitas yang syahdu dan indah. 

    Ketika Gempa, tsunami terjadi kurang lebih tiga minggu yang lalu, dari salah satu stasiun televisi yang kusaksikan dikamar hotel Jogja, kepala BMKG melaporkan bahwa kecamatan Sindue adalah salah satu kecamatan terdampak yang mengalami kerusakan masif. Aku menangisi segenap saudara papaku. Menangisi kehilangan orang-orang baik dan tulus, yang pasti tidak mudah kutemukan dimanapun. Membayangkan mereka semua diterjang tsunami karena begitu dekatnya rumah-rumah mereka dengan bibir pantai. 

    Aku ingat betul rumah Nenek, tempat papaku dibesarkan. hancur lebur karena badai beberapa tahun lalu, atapnya lepas meski tiang dan dinding rumah yang memang terbuat dari kayu ulin yang kokoh tak bergeming tapi kami kehilangan pondok dimana kenangan saat kecil, terbingkai indah di gandaria dan sudut-sudut rumah panggung tersebut. Rumah panggung dengan jendela besar-besar yang dipasangi separuhnya dengan gorden bunga-bunga, hingga Angin laut leluasa masuk kerumah, menyejukkan di hari panas. Ruang tamu yang luas, dilengkapi kursi tamu sederhana dengan lemari hias yang berisi koleksi piring antik, teko-teko dan piring kue yang lebih terbaik yang biasa digunakan saudara papaku untuk menjamu tamu yang datang dan menginap dirumah itu. Ada 1 Set alat tenun yang digunakan oleh tanteku untuk menenun kain sabe (Sutra Donggala), satu lagi di letakkan di ruang makan dan lebih sering digunakan sepupu papaku untuk kegiatan yang sama.

     Teras rumah tak berlantai tapi dipenuhi kerikil-kerikil kecil putih yang diangkut dari pantai, di teras yang dipenuhi kembang begonia, melati, pakis aneka jenis dan halaman yang dulunya rindang dengan pohon jeruk bali dan jeruk manis (nenekku menyebutnya lemon cina) entah kenapa dinamakan seperti itu, mungkin juga bibitnya di bawa dari cina hehehe…. 

    Toaya kampungku sejak dulu  memang dikenal dengan jeruknya,Jeruk Bali yang isinya berwarna pink dan rasanya manis, dan jeruk manis atau biasa disebut lemon cina yang aduhai rasanya. hingga sekarang pun banyak pedagang yang mengaku-aku jeruk yang mereka jual asalnya dari Toaya. Aku suka tersenyum saja mendengarnya. Karena saat vini sudah jarang sekali kami menemukan pohon jeruk di halaman rumah keluarga disana. 

    Rumah nenekku itu memang sudah lama kosong, karena tante, kakak dari papaku dan sepupunya memilih untuk tinggal di Palu bersama keluarga besar, hanya sesekali rumah itu terisi jika kami liburan, dan anak serta keponakan ingin berenang menikmati laut yang tenang dan indah.Namun sejak badai dan angin melanda desa tersebut beberapa tahun lalu, rumah yang kosong itu akhirnya rusak berat, dan karena memang sudah tak ditinggali lagi akhirnya kami mengikhlaskan kayu-kayu Ulinnya diambil dan digunakan oleh keluarga yang membutuhkan. Kini bekas rumah itu tinggal petakan tanah kosong dan kami yang diwariskan sepakat untuk menghibahkan tanah tersebut untuk Rumah Tahfidz Qurán agar menjadi amal jariah bagi orang tua dan saudara2nya yang lain.

    Berita di TV yang mengumumkan terjadinya bencana dahsyat di Kota palu dan sekitarnya, seolah merampas semua kenanganku tentang BAMBA,yang menurut berita  ikut luluh lantak  seperti halnya pantai Talise yang menenggelamkan ribuan orang. menghancurkan semua rumah dan bangunan yang paling kokoh sekalipun tanpa ampun. Ingatanku singgah pada bangunan-bangunan sederhana disana, senyum dan kebaikan hati penghuninya, ketulusan mereka saat memelukku erat setiap kali aku pamit pulang, pada masakan ikan tante dan sepupu papa yang diracik dengan bumbu sederhana yang kami habiskan dengan gembul. Pada penganan manis yang selalu tersedia saat sore. Pada nasehat-nasehat paman dan tante yang syarat pesan-pesan baik. Hatiku tiba-tiba sesak, air mata seolah tak mau berhenti mengalir, teringat semua kenangan dan saudara-saudara papaku di sana. 

    Dan hari itu saat kaki saya menjejak tanah, tiba dengan pesawat hercules di hari kedua pasca bencana saya mendengar berita luar biasa tentang desa BAMBA. Surau dan rumah-rumah didesa tetap berdiri kokoh, laut masih biru dan tenang seolah tidur, sedikitpun tak mengusik warga lelaki yang biasa mengais rezeki dari birunya laut yang kaya akan ikan. Membiarkan saja warga perempuan desa beraktivitas seperti biasa. Mencuci di mata air TOMBU sambil mengisi jerigen dan bobo (tempat air dari batok kelapa yang dihaluskan). Menjunjung cucian untuk dijemur dipekarangan rumah, atau bahkan duduk di tepi pantai menunggu putra atau suami yang melaut dan pulang membawa ikan segar. Alhamdulillah desa itu selamat dari gempa dan tsunami, saksi mata melihat bagaimana air laut yang mengamuk seolah didorong ke desa sebelah dan menghindarkan desa BAMBA dan warganya dari amukan laut. Sementara desa Lero di kiri dan desa Enu kanannya hancur luluh lantak tak menyisakan apapun. Kali ini aku kembali menangis. Menangis atas kebesaran Allah swt yang menjaga desa ini, menangis akan kasih sayang Allah kepada warga desa ini. Menangis atas pemeliharaan Allah terhadap Surau kecil ditepi pantai, tempat segenap kerabatku disholatkan sebelum dimakamkan. Menangisi senyum warga yang tetap tulus dan menerima siapapun yang datang dengan lapang. Masih tersaji Ikan dengan bumbunya yang selalu menerbitkan selera makan meski hanya dengan mengingat saja. Selalu ada penganan manis di meja kayu serta senyum dan pelukan hangat saat kami pamit pulang, dan pesan untuk sering-sering berkunjung dan datang menjenguk mereka. 

    Bencana kali ini, menghilangkan perkampungan, sekaligus memelihara kampung sesuai kehendakNya. Aku tafakur dan takluk akan cintaMu, yang memberiku pelajaran betapa pentingnya rasa tulus dan keikhlasan.

     

    Kreator : Anna Sovi Malaba

    Bagikan ke

    Comment Closed: Bamba Kampungku yang Terpelihara

    Sorry, comment are closed for this post.

    Popular News

    • Part 15: Warung Kopi Klotok  Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]

      Okt 01, 2024
    • Part 16 : Alun – Alun  Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]

      Okt 16, 2024
    • Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]

      Sep 18, 2024
    • Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]

      Sep 07, 2024
    • Part 12 : Cemburu Rama langsung memukul Jaka saat Jaka baru saja masuk ke ruang kerjanya Rama. Jaka yang meringis bukannya marah namun malah tersenyum terhadap Rama karena Jaka tahu bahwa Rama lagi cemburu terhadapnya. Rama males menjawab salam dari Jaka namun sebagai orang yang punya adab Rama harus menjawab salam dari Jaka dengan sopan. […]

      Sep 05, 2024

    Latest News

    Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]

    Jun 21, 2021

    Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]

    Des 07, 2021

    Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,,  begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]

    Des 07, 2021

    Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]

    Des 07, 2021

    Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]

    Des 07, 2021