“Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia …” (QS, Al-Mumtahanah, 60 : 4).
Baanyak pelajaran berharga dan kisah inspriatif yang luar biasa dari keluarga Ibrahim. Ibrahim as dikenal sebagai abul anbiya wal mursalin (bapaknya para nabi dan utusan), karena keturunan Nabi Ibrahim semuanya menjadi para nabi dan rasul. Nabi Ibrahim memiliki 2 orang istri. Dari istri pertama melahirkan Nabi Ishaq as. Dari keturunanannya lahir Nabi Ya’qub, dan Nabi Ya’qub memilik anak yang menjadi nabi juga yaitu nabi Yusuf as. Dari istri kedua Nabi Ibrahim, Siti Hajar yang nota benenya adalah budaknya, lahir nabi Ismail as. Dan Nabi Muhammad saw termasuk keturunan Nabi Ismail as.
Apa saja pelajaran berharga dan kisah inspiratif yang bisa kita ambil dari keluarga Ibrahim as?
Pertama. Ketulusan dan ketegaran. Ini bisa lihat ketika Sayyidah Sarah istri Nabi Ibrahim as menyuruh suaminya untuk menikahi khadimahnya/budaknya “Sayyidah Hajar” karena sudah lama mengarungi kehidupan rumah tangga mereka berdua belum dikarunia keturunan. Sayyidah Sarah berkata kepada suaminya : “Wahai suamiku, kekasih Allah, Inilah Hajar, aku berikan kepadamu. Mudah-mudahan Allah swt memberikan anak keturunan kita darinya”. Nabi Ibrahim as pun akhirnya bersedia menikahi pembantunya “Sayyidah Hajar”. Dari hasil pernikahannya, lahirlah nabiyullah Ismail as.
Berkah dari ketulusan dan keikhlasan Sayyidah Sarah, maka di usianya yang sudah uzur bahkan sudah mengklaim dirinya mandul, Allah swt berikan keajaiban ia bisa memiliki keturunan. Dari rahimnya lahir nabi Ishaq as, dari keturunan Ishaq ada yang menjadi nabi dan rasul yaitu Nabi Ya’qub dan Nabi Yunus .
Kedua, Keteguhan Iman dan kesabaran yang tiada tara. Ini bisa kita lihat dari kisah berikut ini. Imam Ibnu Katsir mengisahkan dalam buku Qashash Al-Anbiyaa, ketika Siti Hajar melahirkan putra pertama Nabi Ibrahim as yang bernama Ismail, kecemburuan Sarah terhadapnya semakin membara. Sarah kemudian meminta Nabi Ibrahim as untuk menyingkirkan Siti Hajar dari pandangannya.
Nabi Ibrahim as lalu membawa Siti Hajar dan bayi Ismail keluar dari rumah mereka untuk meringankan kecemburuan Sarah. Mereka berjalan sampai di sebuah tempat yang kini dikenal sebagai Kota Makkah.
Setelah menemukan tempat tersebut, Nabi Ibrahim AS pun berniat kembali dan melihat keadaan Sarah yang mengalami guncangan. Siti Hajar yang merasa asing dengan tempat tersebut pun memegangi baju Nabi Ibrahim agar ia tidak meninggalkannya.
“Wahai Ibrahim, hendak ke mana kah kamu pergi, apakah kamu tega meninggalkan kami di sini, kami tidak kenal dengan lingkungan ini.”
Nabi Ibrahim as hanya terdiam menjawabnya. Lantas Siti Hajar bertanya kembali, “Apakah Allah memerintahkanmu untuk berbuat seperti ini?”
Nabi Ibrahim AS menjawab, “Benar.” Selanjutnya Siti Hajar dengan ikhlas berkata, “Baiklah kalau demikian adanya, kamu boleh pergi sekarang, karena jika Allah yang menghendaki, maka Dia tidak akan menyia-nyiakan kami.”
Setelah cukup jauh berjalan, Nabi Ibrahim as berbalik ke belakang dan melihat tempat yang ditinggalkannya dari kejauhan. Ia kemudian mengangkat tangannya seraya berdoa:
ربَّنَآ إِنِّىٓ أَسْكَنتُ مِن ذُرِّيَّتِى بِوَادٍ غَيْرِ ذِى زَرْعٍ عِندَ بَيْتِكَ ٱلْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ فَٱجْعَلْ أَفْـِٔدَةً مِّنَ ٱلنَّاسِ تَهْوِىٓ إِلَيْهِمْ وَٱرْزُقْهُم مِّنَ ٱلثَّمَرَٰتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ
Artinya: “Ya Tuhan, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, Ya Tuhan (yang demikian itu) agar mereka melaksanakan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah mereka rezeki dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.” (QS Ibrahim: 37).
Ketiga, Ketaatan dan ketundukan kepada perintah Allah Yang Luar biasa. Ini bisa kita lihat dari kisah Ibrahim dan Ismail alaihimassalam yang Allah abadikan dalam surat Ash-Shaffat: 102-105 dan 107.
Di kota suci Palestina, tinggallah seorang hamba Allah yang paling taat—Nabi Ibrahim ‘alaihis salam–. Ia lama menginginkan keturunan dan berdoa penuh harap kepada Allah. Doanya dikabulkan, dan dari istrinya Siti Hajar, lahirlah seorang anak yang saleh dan kuat, bernama Ismail. Namun, karena perintah Allah, Hajar dan bayinya kemudian dibawa dan ditinggalkan di Lembah Bakkah, yang kini kita kenal sebagai Mekah.
Ismail tumbuh besar di tanah gersang itu. Saat usia remajanya, datanglah sebuah perintah yang sangat berat bagi Ibrahim. Dalam sebuah mimpi di Mekah, Ibrahim melihat dirinya menyembelih Ismail. Mimpi ini datang berulang kali, sebagai pertanda wahyu dari Allah. Pada tanggal 9 Dzulhijjah, yang lebih dikenal yaumul ‘arofah Nabi Ibrahim yakin itu perintah Allah swt. Maka perintah Allah pun dilaksanakan pada tanggal 10 Dzul Hijjah setelah meminta pendapat kepada sang putera tercinta, Ismail.
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَىٰ فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانظُرْ مَاذَا تَرَىٰ ۚ
“Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: ‘Wahai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!'” (QS. Ash-Shaffat: 102)
Dengan hati berat, Ibrahim menyampaikan mimpi tersebut. Namun, Ismail menjawab dengan sabar dan tegar.
قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِي إِن شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
“Ia menjawab: ‘Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.'” (QS. Ash-Shaffat: 102)
Keduanya pun menuju Lembah Mina, sekitar 5 kilometer dari Masjidil Haram. Di sinilah Ibrahim membaringkan Ismail dan bersiap menjalankan perintah Allah. Namun, ketika hendak menyembelih, pisau itu tidak mempan atas kehendak Allah.
فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَا إِبْرَاهِيمُ قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا ۚ إِنَّا كَذَٰلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ
“Ketika keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya di atas pelipisnya, Kami panggil dia: ‘Wahai Ibrahim! Sungguh engkau telah membenarkan mimpi itu.’ Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Ash-Shaffat: 103–105)
Sebagai pengganti Ismail, Allah SWT menurunkan seekor domba dari surga di Lembah Mina. Itulah awal mula disyariatkannya ibadah qurban.
وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ
“Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.” (QS. Ash-Shaffat: 107)
Sampai saat in, setiap tanggal 10 Dzulhijjah, umat Islam di seluruh dunia disyari’atkan untuk menyembelih hewan qurban sebagai bentuk penghormatan terhadap ketaatan dan pengorbanan Nabi Ibrahim as serta kepatuhan dan kesabaran Nabi Ismail as.
Dalam kajian Ushul fiqih disebut sebagai Syar’u Man Qablana. (Syari’at nabi terdahulu diteruskan pada umat rasulullah saw). Contoh lain Syari’at nabi terdahulu yang masih tetap dilaksanakan oleh Syari’at Nabi Muhammad saw antara lain ; Syari’at ibadah haji dan hitan
Kreator : Dr. H. Hikmatuloh Al-Bantani, M.Sy., CWC
Comment Closed: BERGURU KEPADA KELUARGA IBRAHIM AS
Sorry, comment are closed for this post.