KATEGORI
  • Adat & Budaya
  • Agrikultur
  • Aksi
  • Arsitektur
  • Artikel
  • Asmara
  • Autobiografi
  • autobiography
  • Bahasa & Sastra
  • Berita Alineaku
  • Bisnis
  • Branding
  • Catatan Harian
  • Cerita Anak
  • Cerita Pendek
  • Cerita Rakyat
  • Cerpen
  • Cinta
  • Cita – Cita dan Harapan
  • Dongeng
  • Drama
  • Ekonomi
  • Epos
  • Event
  • Fabel
  • Fantasi
  • Fiksi
  • Gaya Hidup
  • Hiburan
  • Hobi
  • Hubungan Antarpribadi
  • Hukum
  • Humanis
  • Humor
  • Ilmu Manajemen
  • Inspirasi
  • Istri
  • Kampus
  • Karir dan Kewirausahaan
  • Keagamaan
  • Keluarga
  • Kesehatan & Kecantikan
  • Kesehatan Mental
  • Ketenagakerjaan
  • Kisa Masa Kecil
  • Kisah Inspiratif
  • Kritik Media
  • Kuliner
  • Legenda
  • Lifestyle
  • Lingkungan Hidup
  • Manajemen
  • mengelola toko
  • Mental Health
  • Moralitas
  • Motivasi
  • Novel
  • Nutrisi
  • Nutrition
  • Opini
  • Organisasi
  • Otomotif
  • Parenting
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Pendidikan Karir
  • Pendidikan Keuangan
  • pengalaman hidup
  • Pengembangan Diri
  • Perjalanan Hidup
  • Pernikahan
  • Persahabatan
  • Pertemanan
  • Petualangan
  • Petualangan Alam
  • Pilih Kategori
  • Pilih Menu
  • Politik
  • Psikologi
  • Psikologi Sosial
  • Puisi
  • Romansa
  • Romantisme kehidupan
  • Rumah Tangga
  • Satir
  • SDM
  • Sejarah
  • Self-Acceptance
  • Self-Awareness
  • Seni & Budaya
  • Sosial
  • spiritual journey
  • Strategi
  • Teknologi
  • Tempat Wisata
  • Traveling
  • Uncategorized
  • Wanita
  • Beranda » Artikel » Cahaya Mata Kami

    Cahaya Mata Kami

    BY 11 Feb 2025 Dilihat: 138 kali
    Cahaya Mata Kami_alineaku

    Prinsip hidup sederhana menjadi komitmen kami berdua. Itu pun diikrarkan secara eksplisit pada saat pertemuan kami.

    “Seandainya Tuhan mengizinkan kita untuk bersatu, Kau mau menikah bersamaku dengan segala kesederhanaanku ya, Dik?” 

    Kalimat itu yang terngiang dalam ingatanku saat calon suami meminangku.

    “Ya, Mas. Aku juga terbiasa hidup sederhana.” begitu ucapku kala itu.

    “Aku ingin menikah dengan gadis desa karena aku ingin punya kampung halaman. Apakah alasanku ini Kau terima?” lanjutnya pula.

    “Ya. Aku malah senang sekali. Pastinya tiap lebaran kita bisa pulang ke rumah ayah ibuku tentunya.” timpalku dengan penuh semangat.

    “Ya, insya Allah.” jawabnya mantap.

    Begitulah awal dialog kami sebagai calon pasangan suami istri yang akan menikah waktu itu. Kami menyebutnya sebagai ikrar membangun komitmen bersama.

    Puji Tuhan senantiasa kami panjatkan. Tuhan menyatukan kami dalam pernikahan suci. Suka duka membangun mahligai rumah tangga terlewati dari hari ke hari, minggu ke minggu, bulan ke bulan, bahkan hitungan tahun. Ikrar untuk mudik ke kampung halaman saat Hari Raya Idul Fitri selalu terwujud. Bahkan hanya dengan berkendara roda dua dari ujung utara Jawa Tengah menuju ujung selatan Daerah Istimewa Yogyakarta. Aku anggap sebagai romantika cinta kami berdua. Masa itu berlangsung sampai lima tahun lamanya karena kami belum dikaruniai “momongan”. Hanya selalu berdua. Mungkin itulah jalan yang Tuhan pilihkan.

    Sampai akhirnya, tahun berikutnya, kami dipercaya mendapatkan buah hati cantik jelita. Setelah hampir dua belas jam aku tergeletak di tempat tidur dengan perasaan teraduk-aduk. Kesakitan jelang melahirkan yang luar biasa. Juga teriring lantunan dzikir suami, Ibu, Ibu mertua, Ayah mertua yang menemani di luar ruangan bersalin. Akhirnya terlahir dengan normal dan selamat meskipun sempat dibantu ‘vakum’. Tangisan keras menggema mengiringi kebahagiaan kami.

    Itulah cahaya mata kami yang pertama. Dia wanita tercantik yang kami namai Balqis laksana ratu saat Nabi Sulaiman mendapat tugas kenabian. Ratu cantik yang diperistri Nabi paling tampan dan dermawan.

    Hanya berselang delapan belas bulan, Tuhan kirimkan mukjizat. Aku hamil lagi yang kedua kalinya. Aku harus menghentikan masa menyusui bayi pertamaku. Balqis tak sampai dua tahun harus berhenti dari minum air susu ibu. Meskipun demikian dia tumbuh sehat dan semakin cantik saja.

    Genap usia Balqis dua puluh delapan bulan, dia mendapatkan adik laki-laki tampan. Ya, anak kami yang kedua terlahir saat azan subuh berkumandang. Proses persalinan lebih cepat dan mudah. Aku merasa mulas dan kesakitan luar biasa sejak jam dua dini hari tetapi saat detak jam dinding berbunyi empat kali, putra keduaku ini mengeluarkan tangisan pertamanya.

    Anak kedua tampan ini kami beri nama Ikhlash. Harapan dan doa untuk keikhlasan kami menjalani semua titah Tuhan. Semoga dia pun akan tumbuh menjadi laki-laki utama yang mengedepankan kebaikan serta keikhlasan.

    Maha suci Tuhan, Sang penitah segala kehidupan. Cahaya mata kami yang kedua hadir dengan sempurna. Tiada terbayangkan sebelumnya dan tak dapat dirangkai dengan kata-kata biasa. Perjalanan sekaligus penantian panjang selama lima tahun pernikahan mendapat kesempurnaan di usia tujuh tahun pernikahan kami. Dua cahaya mata kami, wanita cantik jelita juga laki-laki tampan.

    Dalam buaian dan kasih sayang melimpah dari keluarga besar kami, keduanya tumbuh serta berkembang dengan sangat lincah. Boleh jadi, peran utama “simbah kakung putri” yang mengasuh secara khusus menjadikan mereka cakap sekaligus lemah lembut dengan tutur kata yang santun.

    Kami yakini adab para orang tua terdahulu lebih banyak mengajarkan kemuliaan. Mulai bersikap bijaksana, berucap sederhana namun banyak makna. Unggah-ungguh yang terpatri dalam jiwa dapat diturunkan kepada anak cucunya dalam lingkungan keluarga.

    Alhamdulillah, rasa syukur kami makin kuat. Semoga kami tak mendustakan nikmat Tuhan yang tiada terhingga ini. Dua cahaya mata kami kian bersinar. Tuhan bimbing dan tuntun melalui orang-orang di sekelilingnya. Tiada redup cahaya itu hingga mereka dapat menyinari alam raya ini. Mereka pun mampu menggapai cahaya matahari, cahaya rembulan pun bintang gemintang. Bahkan alam kekal nanti khan selalu menerangi bersama dalam keluarga menuju syurga-Nya.

    Begitulah munajat kami di setiap waktu dan kesempatan. Sekilas kisah inspirasi ini semoga menjadi untaian kalimat yang menguatkan semangat hidup. Kita harus terus menatap ke depan agar esok lebih baik dan semakin baik tanpa mengingkari masa lalu yang menjadi kenangan terindah, apapun wujudnya. Semoga cahaya mata kami terus menyemangati hidup kami.

     

     

    Kreator : Dwi Astuti

    Bagikan ke

    Comment Closed: Cahaya Mata Kami

    Sorry, comment are closed for this post.

    Popular News

    • Part 15: Warung Kopi Klotok  Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]

      Okt 01, 2024
    • Part 16 : Alun – Alun  Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]

      Okt 16, 2024
    • Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]

      Sep 18, 2024
    • Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]

      Sep 07, 2024
    • Part 12 : Cemburu Rama langsung memukul Jaka saat Jaka baru saja masuk ke ruang kerjanya Rama. Jaka yang meringis bukannya marah namun malah tersenyum terhadap Rama karena Jaka tahu bahwa Rama lagi cemburu terhadapnya. Rama males menjawab salam dari Jaka namun sebagai orang yang punya adab Rama harus menjawab salam dari Jaka dengan sopan. […]

      Sep 05, 2024

    Latest News

    Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]

    Jun 21, 2021

    Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]

    Des 07, 2021

    Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,,  begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]

    Des 07, 2021

    Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]

    Des 07, 2021

    Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]

    Des 07, 2021