Prinsip hidup sederhana menjadi komitmen kami berdua. Itu pun diikrarkan secara eksplisit pada saat pertemuan kami.
“Seandainya Tuhan mengizinkan kita untuk bersatu, Kau mau menikah bersamaku dengan segala kesederhanaanku ya, Dik?”
Kalimat itu yang terngiang dalam ingatanku saat calon suami meminangku.
“Ya, Mas. Aku juga terbiasa hidup sederhana.” begitu ucapku kala itu.
“Aku ingin menikah dengan gadis desa karena aku ingin punya kampung halaman. Apakah alasanku ini Kau terima?” lanjutnya pula.
“Ya. Aku malah senang sekali. Pastinya tiap lebaran kita bisa pulang ke rumah ayah ibuku tentunya.” timpalku dengan penuh semangat.
“Ya, insya Allah.” jawabnya mantap.
Begitulah awal dialog kami sebagai calon pasangan suami istri yang akan menikah waktu itu. Kami menyebutnya sebagai ikrar membangun komitmen bersama.
Puji Tuhan senantiasa kami panjatkan. Tuhan menyatukan kami dalam pernikahan suci. Suka duka membangun mahligai rumah tangga terlewati dari hari ke hari, minggu ke minggu, bulan ke bulan, bahkan hitungan tahun. Ikrar untuk mudik ke kampung halaman saat Hari Raya Idul Fitri selalu terwujud. Bahkan hanya dengan berkendara roda dua dari ujung utara Jawa Tengah menuju ujung selatan Daerah Istimewa Yogyakarta. Aku anggap sebagai romantika cinta kami berdua. Masa itu berlangsung sampai lima tahun lamanya karena kami belum dikaruniai “momongan”. Hanya selalu berdua. Mungkin itulah jalan yang Tuhan pilihkan.
Sampai akhirnya, tahun berikutnya, kami dipercaya mendapatkan buah hati cantik jelita. Setelah hampir dua belas jam aku tergeletak di tempat tidur dengan perasaan teraduk-aduk. Kesakitan jelang melahirkan yang luar biasa. Juga teriring lantunan dzikir suami, Ibu, Ibu mertua, Ayah mertua yang menemani di luar ruangan bersalin. Akhirnya terlahir dengan normal dan selamat meskipun sempat dibantu ‘vakum’. Tangisan keras menggema mengiringi kebahagiaan kami.
Itulah cahaya mata kami yang pertama. Dia wanita tercantik yang kami namai Balqis laksana ratu saat Nabi Sulaiman mendapat tugas kenabian. Ratu cantik yang diperistri Nabi paling tampan dan dermawan.
Hanya berselang delapan belas bulan, Tuhan kirimkan mukjizat. Aku hamil lagi yang kedua kalinya. Aku harus menghentikan masa menyusui bayi pertamaku. Balqis tak sampai dua tahun harus berhenti dari minum air susu ibu. Meskipun demikian dia tumbuh sehat dan semakin cantik saja.
Genap usia Balqis dua puluh delapan bulan, dia mendapatkan adik laki-laki tampan. Ya, anak kami yang kedua terlahir saat azan subuh berkumandang. Proses persalinan lebih cepat dan mudah. Aku merasa mulas dan kesakitan luar biasa sejak jam dua dini hari tetapi saat detak jam dinding berbunyi empat kali, putra keduaku ini mengeluarkan tangisan pertamanya.
Anak kedua tampan ini kami beri nama Ikhlash. Harapan dan doa untuk keikhlasan kami menjalani semua titah Tuhan. Semoga dia pun akan tumbuh menjadi laki-laki utama yang mengedepankan kebaikan serta keikhlasan.
Maha suci Tuhan, Sang penitah segala kehidupan. Cahaya mata kami yang kedua hadir dengan sempurna. Tiada terbayangkan sebelumnya dan tak dapat dirangkai dengan kata-kata biasa. Perjalanan sekaligus penantian panjang selama lima tahun pernikahan mendapat kesempurnaan di usia tujuh tahun pernikahan kami. Dua cahaya mata kami, wanita cantik jelita juga laki-laki tampan.
Dalam buaian dan kasih sayang melimpah dari keluarga besar kami, keduanya tumbuh serta berkembang dengan sangat lincah. Boleh jadi, peran utama “simbah kakung putri” yang mengasuh secara khusus menjadikan mereka cakap sekaligus lemah lembut dengan tutur kata yang santun.
Kami yakini adab para orang tua terdahulu lebih banyak mengajarkan kemuliaan. Mulai bersikap bijaksana, berucap sederhana namun banyak makna. Unggah-ungguh yang terpatri dalam jiwa dapat diturunkan kepada anak cucunya dalam lingkungan keluarga.
Alhamdulillah, rasa syukur kami makin kuat. Semoga kami tak mendustakan nikmat Tuhan yang tiada terhingga ini. Dua cahaya mata kami kian bersinar. Tuhan bimbing dan tuntun melalui orang-orang di sekelilingnya. Tiada redup cahaya itu hingga mereka dapat menyinari alam raya ini. Mereka pun mampu menggapai cahaya matahari, cahaya rembulan pun bintang gemintang. Bahkan alam kekal nanti khan selalu menerangi bersama dalam keluarga menuju syurga-Nya.
Begitulah munajat kami di setiap waktu dan kesempatan. Sekilas kisah inspirasi ini semoga menjadi untaian kalimat yang menguatkan semangat hidup. Kita harus terus menatap ke depan agar esok lebih baik dan semakin baik tanpa mengingkari masa lalu yang menjadi kenangan terindah, apapun wujudnya. Semoga cahaya mata kami terus menyemangati hidup kami.
Kreator : Dwi Astuti
Comment Closed: Cahaya Mata Kami
Sorry, comment are closed for this post.