Penulis : Agus Siswanto (Member KMO Alineaku)
Bagi kalangan guru, seperti saya keputusan pemberlakuan Pembelajaran Tatap Muka jelas menjadi angin segar. Ada nada kelegaan saat pemerintah mengumumkan kebijakan ini seiring dengan mulai terkendalinya penyebaran infeksi Covid-19. Kerinduan untuk bertemu lagi dengan para siswa menjadi salah satu penyebab kegembiraan itu.
Suka tidak suka, pandemi Covid-19 benar-benar menghancurkan semua lini kehidupan. Termasuk di antaranya di bidang pendidikan. Kehancuran ini dirasakan pula oleh sektor pendidikan di belahan bumi lain, tidak hanya di Indonesia. Gegara pandemi, segala hal yang semula diperbolehkan, menjadi hal yang dilarang. Salah satu di antaranya adalah berkumpul. Sebaliknya, hal-hal yang semula dilarang, justru dianjurkan.
Tepat pada hari pertama penerapan Pembelajaran Tatap Muka, apa yang kami rindukan selama ini terobati. Kesempatan kami bisa bertegur sapa dengan anak-anak, membuat hati kami gembira luar biasa. Demikian pula yang dirasakan anak-anak. Mereka tampak sangat menikmati saat memasuki kembali ruang kelas yang sudah 2 tahun mereka tinggalkan. Termasuk pula bertegur sapa dengan teman-temannya.
Hari berganti hari, kegiatan Pembelajaran Tatap Muka pun berjalan dengan lancar. Namun dibalik semua itu, muncul satu kekhawatiran tersendiri di kalangan kami, para guru. Kekhawatiran itu mengarah pada sikap dan perilaku anak-anak saat harus mengikuti pembelajaran. Dalam pandangan kami, terjadi perubahan drastis berkaitan dengan sikap dan perilaku mereka dalam menerima pelajaran.
Saat pandemi belum terjadi, semua berjalan baik-baik saja. Perilaku anak maupun cara belajar mereka benar-benar sesuai harapan kami. Ada kemauan belajar yang sangat tinggi pada mereka. Selain itu, komunikasi yang lancar di antara kami, membuat semuanya baik-baik saja. Sedikit saja ada masalah, maka segera kami temukan solusinya.
Saat pandemi berlangsung, semuanya berubah total. Keharusan anak berada di rumah dan sistem pembelajaran daring dengan mengandalkan internet, menjadi awal semua perubahan ini. Kontrol guru terhadap anak tidak lagi semudah dahulu. Komunikasi yang hanya mengandalkan chat dan video, pada kenyataannya tidak dapat menggantikan situasi saat kami bisa berinteraksi langsung.
Permasalahan menjadi semakin runyam saat sebagian orang tua tidak mampu menjalankan perannya dengan baik. Perlu diketahui, dalam pembelajaran daring, peran orang tua menjadi poin penting. Orang tua seharusnya mendampingi anak selama pembelajaran berlangsung. Selain itu, orang tua harus mampu memberikan motivasi bagi anak-anak dalam menjalani pembelajaran daring.
Peran tersebut pada kenyataannya hanya berlangsung pada awal pandemi. Kesibukan orang tua dalam upaya memenuhi kebutuhan ekonomi yang juga terdampak, menjadi salah satu penyebabnya. Sebagian orang tua sibuk melakukan berbagai kegiatan untuk menyiasati pandemi.
Hal lain yang juga turut memperunyam keadaan adalah kemampuan orang tua yang terbatas untuk mendampingi belajar anak. Orang tua yang seharusnya menjadi tempat bertanya, justru tidak mampu berperan maksimal. Kemampuan orang tua yang terbatas, menjadi penyebab utama.
Indikator dari serangkaian kegagalan ini terlihat nyata saat prose pembelajaran tatap muka berlangsung. Sebagian besar anak tidak bisa lepas dari gawai. Kebiasaan selama 2 tahun memegang gawai sebagai alat untuk pembelajaran, sedikit banyak membuat mereka sangat tergantung pada benda kecil itu. Akibatnya, tangan mereka tidak bisa lepas dari gawai.
Hal lain yang juga menjadi pokok permasalahan adalah hilangnya motivasi belajar mereka. Sebagian besar anak mengikuti proses belajar mengajar seolah tanpa mempunyai tujuan yang jelas. Seakan mereka hanya sekedar formalitas dalam mengikuti pembelajaran. Mereka tidak mempunyai gambaran jelas akan masa depannya. Maka tidak heran jika mereka tampak tidak semangat dalam mengikuti pembelajaran.
Satu lagi yang menjadi pemikiran para guru adalah kemerosotan di bidang etika dan moral. Pandemi membuat mereka menjadi anak-anak yang asosial. Keseharian mereka berkutat dengan gawai, membuat dirinya kehilangan empati dan simpati. Bahkan tidak jarang lahir sifat egois di kalangan mereka. Hal ini semata-mata disebabkan oleh berbagai informasi yang deras mengalir via gawai.
Bertumpuknya permasalahan ini, pada akhirnya menjadi PR besar bagi para guru atau dunia pendidikan. Sehingga tidak heran jika fokus pembelajaran tatap muka yang saat ini berlangsung, lebih menekankan untuk menggarap nilai dan sikap anak. Sebab jika ranah ini dapat tertata dengan baik, maka ranah kognitif dan psikomotor tinggal mengikuti.
“Naskah ini merupakan kiriman dari peserta KMO Alineaku, isi naskah sepenuhnya merupakan tanggungjawab penulis”
Comment Closed: Dampak Pandemi bagi Dunia Pendidikan Benar-benar Luar Biasa
Sorry, comment are closed for this post.