Mendengar kata santri, pasti terbayang orang yang sedang menuntut ilmu di sebuah pesantren dengan aktivitas ngaji dari pagi hari, kemudian ngaji lagi dan sorenya masih ngaji. Namun belakangan makna santri mulai berkembang. Kata Gus Mus, yang dikutip dalam buku Ala Santri (2017), mengatakan bahwa santri itu adalah tidak hanya mereka yang tinggal di pesantren, tetapi setiap orang yang memiliki akhlak dan sifat yang baik, juga hormat kepada gurunya bisa disebut santri.
Dari pengertian ini terbuka bagi siapa pun yang memenuhi persyaratan di atas bisa masuk ke dalam kategori santri. Maka dalam konteks ini, semua santri berpeluang untuk menekuni dan menjadi profesi apa pun. Malahan dengan segala potensi baik yang dimiliki para santri, ini menjadi aset sangat berharga bagi peningkatan SDM. Dengan bergabungnya para santri dengan komunitas profesi, sangat berpotensi penyebaran nilai-nilai dan karakter positif yang dibawa para santri atau lulusan pesantren ini. Kemudian yang terpenting lagi bagi alumni pesantren, tetaplah melangkah dengan percaya diri, karena kau telah dibekali banyak ilmu kehidupan untuk taklukan dunia dengan penuh kesantunan.
Dunia pesantren merupakan bagian tak terpisahkan dari dunia pendidikan di negeri ini. Meskipun non formal, kontribusinya dalam dunia pendidikan tidak bisa dipandang remeh, terutama dalam pendidikan karakter dan keagamaan. Dengan model pendidikan full day school, para santri memungkinkan mendapatkan beragam ilmu, baik ilmu umum maupun ilmu agama. Ada beberapa kelebihan yang dimiliki alumni pesantren dibanding lulusan sekolah formal yang sederajat.
Pertama, pola pendidikan di pesantren saat ini sudah banyak yang mengadopsi pola terpadu, mengawinkan kurikulum dari dinas pendidikan dan kurikulum pesantren. Kurikulum dinas pendidikan untuk ilmu umumnya dan kurikulum pesantren khusus untuk ilmu agamanya. Keterpaduannya membuat para santri memeroleh dua jenis ilmu sekaligus. Kondisi ini cukup ideal bagi bekal para santri untuk menjalani kehidupan selepas mereka lulus. Ilmu umum sebagai modal ikhtiar menghadapi tuntutan zaman, tuntutan pekerjaan. Sedang ilmu agama sebagai penuntun kehidupan agar selalu di jalan yang lurus, tahu halal haram dan semua diniatkan untuk ibadah kepada Allah subhanahu wata’ala. Jadi hidup penuh keseimbangan dunia dan akhirat, sebagaimana doa sapu jagat yang biasa kita panjatkan seusai sholat lima waktu.
Kedua, pondok pesantren juga menggunakan pendekatan link and match. Apa yang dibutuhkan di dunia kerja juga menjadi perhatian pihak pengelola pondok. Misalnya pondok menyediakan berbagai kursus keterampilan bagi para santri sesuai minat dan bakatnya. Ini dimakasudkan agar setelah mereka lulus dari pesantren, meskipun tidak semuanya lanjut studinya, mereka tetap dapat berbuat sesuatu untuk mengisi kehidupannya sesuai dengan bekal yang pernah diperoleh di pondok.
Ada jargon pesantren terkait dengan keterampilan ini, yaitu sekolah sambil kursus dan kursus sambil sekolah. Hasilnya cukup membekali skill mereka untuk memasuki dunia kerja. Bukti nyatanya para santri telah mandiri menyediakan kebutuhan mereka sendiri seperti dalam urusan pengadaan jaket almamater, seragam sekolah dan lainnya, hampir semua bisa diproduksi oleh para santri dari ekskul tata busana. Mereka telah teruji dalam hal skill dalam waktu yang cukup lama. Dan ini membuat mereka percaya diri memaski dunia kerja, paling tidak untuk modal berwiraswasta atau usaha mandiri
Ketiga, secara mental, para lulusan pesantren terbiasa dengan kemandirian. Madiri dalam manajemen waktu, keuangan dan aktivitas yang .mereka alami sejak mereka masuk pesantren. Dan pembiasaan yang terus menerus selama di pesantren menempa mereka untuk memiliki mental yang tangguh dan tak mudah menyerah dalam menghadapi kesulitan hidup. Mereka punya modal survive yang bagus menghadapi kehidupan nyata di luar pesantren.
***
Dulu, masyarakat memandang bahwa lulusan pondok pesantren hanya akan menjadi guru agama atau ustadz dan ustadzah. Pandangan ini sebenarnya tidak sepenuhnya salah. Pesantren masa lalu identik dengan santri sarungan yang hanya ngaji ilmu keagamaan dengan berbekal ilmu alat untuk membaca kitab kuning. Namun seiring dengan berjalannya waktu, semuanya juga berubah. Pesantren sekarang sudah melayani pendidikan mulai dari ibtidaiyah (setingkat SD), tsanawiyah (setingkat SMP) dan Aliyah (setingkat SMA), dan bahkan sudah banyak yang menyelenggarakan Ma’had ‘Ali (setingkat PT). Dan lulusannya pun tidak hanya melanjutkan ke sekolah di dalam negeri saja. Dengan adanya kerjasama dengan lembaga penyedia beasiswa, banyak santri yang bisa melanjutkan pendidikannya ke universitas luar negeri. Sebut saja seperti ke Al Azar di Cairo Mesir, Turki, Sudan, Arab Saudi dan Yaman.
Dengan segudang ilmu dan keterampilan serta dibalut dengan akhlak yang karimah, bukan tidak mungkin para alumni akan mampu mengambil peran pada profesi lain. Sebut saja nama Habiburrahman El Syirozi yang terkenal dengan serial Ayat-ayat Cintanya, dikenal sebagai seorang penulis produktif dan menjadi maestro penulisan novel Islami pembangun jiwa no 1 di Indonesia.
Ada lagi yuniornya Ahmad Fuadi , alumni Gontor yang juga mantan wartawan yang sekarang jadi novelis dengan trilogi Negeri 5 Menara. Di tangannya, novel tidak hanya sepenggal kisah cinta muda mudi yang kasmaran, tetapi bisa berisi pelajaran dan ajakan yang makin mendekatkan kepada sang Kholik. Novel ini, bisa menjadi sarana dakwah yang cukup efektif, terutama bagi para generasi muda yang tidak mengenal Islam secara formal lewat pesantren. Mereka mudah hanyut perasaan dan pikirannya lewat media cerita yang mengalir.
Bahkan bila menengok para pendahulunya, banyak para lulusan pesantren yang terlibat dalam pemerintahan baik di posisi menteri, bahkan pernah ada yang menjadi presiden (K.H. Abdurrahman Wahid, Gus Dur). Yang menarik, alumni pesantren juga bisa mengembangkan bakatnya di bidang seni musik yang pernah diperolehnya di pondok lewat seni hadroh atau rebana yang biasa mendendangkan sholawat. Wali Band dikenal sebagai group band yang anggotanya sebagia besar alumni pesantren.
Memperhatikan bekal yang dimiliki para santri dan alumni pesantren yang demikian lengkap baik dari segi ilmu pengetahuan, keterampilan dan pembentukan sikap karakter yang sangat dibutuhkan setiap muslim, maka sesungguhnya mereka memiliki peluang yang sangat luas dan terbuka untuk memasuki dunia kerja dengan berprofesi sebagai apa pun. Nilai-nilai dan pemahaman agama yang dimilikinya bisa menjadi ruh yang mewarnai setiap alumni pesantren dalam profesi yang ditekuninya. Bahkan kelebihan tersebut akan tercermin dalam karya prestatif dan aktivitasnya yang bisa digunakan sebagai sarana dakwah bil hal, untuk mengajak orang-orang di sekitarnya menuju jalan yang diridhai Allah SWT.
***
Hidayat Adi Firmanto adalah seorang pengajar di sebuah SMP di Tegal. Tahun 2021, Penulis masih belajar menulis di beberapa komunitas. Penulis bisa dihubungi melalui FB Hidayat Adi Firmanto, IG @hidayataf_70 dan email hidayataf@gmail.com.
Comment Closed: Dari Pesantren Warnai Dunia
Sorry, comment are closed for this post.