TERJEBAK DI TENGAH KARANG
Air laut di sekitar pantai Kampung Panas mulai surut jauh pada siang hari. Kampung Panas ya memang demikian namanya. Disebut demikian oleh masyarakat setempat karena kampung ini terletak di sisi timur pulau Sedanau. Pada saat matahari terbit maka sinarnya langsung menerpa ke arah lampung ini. suasana panas terasa sejak pagi sampai siang hari. suasana akan terasa lebih lindop apabila matahari sudah mengarah condong ke barat.
Saat air surut jauh ke laut merupakan saat yang tepat untuk berkarang. Pada musim ini banyak warga masyarakat yang turun ke pantai mencari kerang-kerangan dan berbagai jenis makhluk laut lainnya. Musim surut jauh ini juga dimanfaatkan untuk memancing sambil berjalan di laut. Ngael jolon istilah yang dipakai di Natuna.
Atan tidak pernah melepaskan kesempatan ini bersama teman-temannya. Berbagai perlengkapan ngael jolon diperlukan seperti penggulung kayu yang bolong pada bagian tengahnya untuk menggulung tali pancing yang juga dikenal sebagai tali tangsi. Tidak lupa sampan jong kecil yang panjangnya lebih kurang satu meter. Sampan jong kecil ini bukan untuk dinaiki, tetapi sebagai tempat meletakkan ikan yang didapat. Sepanjang waktu memancing ini, sampan jong diseret dengan tali. Sensasi menarik sampan jong ini benar-benar pengalaman yang tak terlupakan.
“Ataaan…… Ayo, lekas.” Terdengar suara Sabni anak tetangga di seberang jalan.
“Tunggu Sab, cari topi dulu.” Jawab Atan.
Kemudian mereka pun berjalan menuju pantai Kampung Panas. Sebelum sampai ke laut, terlebih dahulu mereka mencari umpan pumpun, sejenis ulat laut yang ada di dalam pasir di sekitar pantai. Dengan berbekal ketupang, ampas kelapa mereka mencari pumpun. Ampas kelapa diperas di sekitar lumpur yang kering. Tidak lama kemudian pumpun akan keluar menikmati perasan ampas kelapa adi. Kemudian, dengan menggunakan perca kain yang diarahkan ke pumpun yang keluar, lalu ditangkap dengan jari dan ditarik keluar. Setelah pumpun didapat sekitar satu kaleng susu lalu mereka segera berangkat ke arah laut yang agak dalam.
“Tan, kite mancing dekat belat Pak Usup saja, ya.” kata Sabni.
“Boleh lah. Tapi kita coba dekat karang tengah itu dulu, ya. Tebing karang biasanya banyak ikan manyuk.” Kata Atan mencoba menawarkan usulan.
Kemudian mereka mengarungi air laut yang setinggi pinggang. Atan mencoba menapak karang-karang yang ada di depannya. Dia mencoba mencari posisi yang pas menghadap tebing karang. Sabni mengambil jalur kiri. Kemudian menduduki karang yang agak tinggi. Lalu mereka berdiri sehingga air laut yang sepinggang kini hanya di bawah lutut mereka.
“Hati-hati, Sab. Sebelah kanan tu kumang.” Atan mencoba memperingatkan Sabni agar tidak terperosok dalam palung tengah karang yang mereka sebut kumang.
Sesekali terdengar suara Atan membaca mantera kampung saat memancing.
Puaaaaang kap
Aku buang kau tangkap
Kerapuk kerapai
Masuk dalam batu
Kerapuk tak pakai
Pulang ke aku
Di sebelahnya Sabni nampak sibuk menarik ikan. Atan merasa penasaran sehingga dia mencoba berpindah ke dekat Sabni.
“Jangan terlalu dekat yau, sangkut tali pancing kita nanti.” kata Sabni.
“ Tidaklah Sab, sedikit saja, kawan dekat sini aja.” jawab Atan sambil melirik jong Sabni yang mulai penuh. Sementara sampan jongnya hanya berpenghuni lima ekor ikan pelatak.
Tanpa terasa, laut sudah mulai pasang. Air yang tadinya setinggi bawah lutut, kini sudah mulai naik hingga ke paha mereka. Ikan yang mengikuti pasangnya air laut semakin banyak saja didapat. Sampan jong Atan juga sudah mulai penuh.
“Sabni, sudah penuh ni, ayo kita balik. Hari pun sudah senja.” ajak Atan.
“Ya lah.” jawab Sabni sambil menggulung tali pancingnya.
Perlahan Atan mencoba menuruni karang yang tadi dilaluinya. Ups, air laut sampai ke lehernya. Atan terkejut lalu mundur kembali ke atas karang.
“Sab, airnya dah pasang dalam!”
“Ya, Tan. Bagaimana ni?” kata Sabni sambil bergerak mencari celah karang yang juga telah dilewatinya siang tadi. Namun, semua sia-sia. Mereka benar-benar telah terjebak di atas karang. Air laut semakin dalam. Wajah Atan dan Sabni terlihat pucat.
“Atan, kau buka baju kaos tu, lalu kita lambai-lambaikan ke arah darat. Semoga ada yang lihat dan membawa sampan ke sini.” usul Sabni.
Atan membuka baju kaosnya, lalu melambaikannya ke arah daratan karena rumah penduduk memang masih terlihat jelas. Lalu mereka menunggu. Namun tidak ada tanda-tanda pertolongan akan datang. Sebenarnya tidak terlalu jauh dari tempat mereka berada ke daerah yang dangkal. Namun melewati kumang atau palung yang cukup luas memerlukan energi yang besar untuk berenang. Kalau mereka berenang, bisa-bisa ikan dalam sampan jong akan tumpah.
“Aku ada akal.” kata Sabni.
“Apa tu, Sab?” tanya Atan.
“Gini, Tan. Baju kaos kita ikat, lalu ikan kita masukkan ke dalam baju.”
“Terus macam mana dengan jong ini?” tanya Atan.
“Jadikan pelampung.” jawab Sabni.
Atan mencoba memegang sampan jong kecil itu. Namun, masih belum bisa membawanya berenang.
“Tenggelam, Sab.”
“Balikkan jong-nya!”
“Balikkan macam mana?” tanya Atan.
“Liat aku! Balikkan seperti ini.” Sabni mencontohkan.
“Lalu jaga agar udara di bawah jong tidak keluar. Paham?!”
“Ya, Sab. Aku coba. Tapi ikannya berat ni, Sab.” jawab Atan.
Kemudian dia membalikkan jong-nya, lalu mencoba menggerakkan kaki agar bergerak ke depan.
”Bisa, Sab.”
“Ya bagus, terus gerakkan kakimu.” kata Sabni.
Dengan sekuat tenaga Atan berusaha mencapai lokasi yang agak dangkal. Setelah beberapa saat akhirnya kaki Atan dapat mencapai pasir yang dangkal.
“Sab, aku dah sampai.”
“Ya, Tan. Tunggu, ya.” jawab Sabni sambil terus menggerakkan kakinya. Atan menghampiri dan memegang Sabni.
“Alhamdulillah ya Tan, hampir saja kita bermalam di batu karang ini.” Atan tertawa dan mereka berdua tertawa senang karena telah selamat dari terjebak di atas batu karang.
.
*****
lindop = teduh
ngael jolon=memancing sambil mengarung air laut
jong = sejenis sampan kecil yang diseret di air
yau = kawan
kumang = bagian cekungan di pantai
Kreator : Syafaruddin
Comment Closed: Dua Dunia Atan part 5
Sorry, comment are closed for this post.