Istilah “brainrot” atau “pembusukan otak” semakin populer sebagai metafora untuk menggambarkan penurunan kognitif akibat konsumsi konten digital berkualitas rendah secara berlebihan. Fenomena ini dipilih sebagai Oxford Word of the Year 2024 karena relevansinya dengan gaya hidup masyarakat modern yang terpaku pada layer (Demystifying the New Dilemma of Brain Rot in the Digital Era. PMC, 2025) (Oxford Word Of The Year, ‘Brain Rot,’ Defines Our Screen-Fixated Times. Forbes, 2024). Dalam konteks organisasi pemerintah, brainrot tidak hanya mempengaruhi individu, tetapi juga berpotensi mengganggu produktivitas, pengambilan keputusan, dan kualitas layanan publik. Tulisan ini menganalisis dampak brainrot pada aktivitas pemerintahan di era digital, didukung oleh landasan teori ilmiah, serta merekomendasikan strategi mitigasi berbasis bukti.
Sistem dopamin, neurotransmitter yang bertanggung jawab atas rasa senang dan motivasi, menjadi kunci dalam memahami adiksi digital. Paparan konten instan di media sosial memicu pelepasan dopamin berulang, menciptakan siklus kecanduan. Menurut Manwell (dalam laporan Dinas Komunikasi Kota Cirebon), stimulasi berlebihan ini mengurangi kemampuan otak untuk fokus pada tugas-tugas kompleks (Waspada Brain Rot, Ancaman Akibat Konsumsi Konten Online Kualitas Rendah secara Berlebihan. Dinas Komunikasi Kota Cirebon, 2025) (Menjelajahi fenomena ‘Brain Rot’ di era digital. ANTARA News, 2025.) Penelitian Moshel et al. (2023) juga menunjukkan bahwa doom scrolling dan zombie scrolling mengganggu fungsi eksekutif seperti perencanaan dan pengambilan keputusan (The effects of ‘brain rot’: How junk content is damaging our minds. EL PAÍS, 2024) (The impact of the digital revolution on human brain and behavior. PMC, 2020).
Attention Economy, konsep yang dijelaskan dalam studi sosiologis oleh Anurogo (2025), menjelaskan bagaimana platform digital dirancang untuk “mencuri” perhatian pengguna melalui algoritma yang memprioritaskan konten sensasional. Hal ini menyebabkan fragmentasi kognitif dan ketidakmampuan menyelesaikan tugas administratif yang membutuhkan konsentrasi tinggi (Menjelajahi fenomena ‘Brain Rot’ di era digital. ANTARA News, 2025).
Teori beban kognitif (Sweller, 1988) menyatakan bahwa otak memiliki kapasitas terbatas untuk memproses informasi. Studi PMC (2025) menemukan bahwa multitasking digital—seperti membuka banyak tab browser sambil mengecek notifikasi—meningkatkan cognitive overload, sehingga mengurangi efisiensi kerja (Demystifying the New Dilemma of Brain Rot in the Digital Era. PMC, 2025) (The impact of the digital revolution on human brain and behavior. PMC, 2020).
Festinger (1954) menjelaskan bahwa individu cenderung membandingkan diri dengan orang lain. Di media sosial, budaya comparison ini memperparah kecemasan dan penurunan harga diri di kalangan pegawai pemerintah, terutama ketika melihat pencapaian kolega yang ditampilkan secara selektif (Brain Rot: Fenomena Media Sosial yang Mengancam Kesehatan Mental.” RSMM Bogor, 2025) (Brain Rot: The Impact on Young Adult Mental Health.” Newport Institute, 2024).
Penelitian di PMC (2025) menunjukkan bahwa paparan notifikasi terus-menerus mengganggu sustained attention—kemampuan untuk fokus pada satu tugas dalam waktu lama (Demystifying the New Dilemma of Brain Rot in the Digital Era. PMC, 2025). Dalam konteks birokrasi, hal ini berdampak pada lambatnya penyelesaian dokumen administratif atau kesalahan input data. Contoh riil terlihat di Indonesia, dimana pegawai pemerintah menghabiskan rata-rata 5,7 jam per hari menggunakan gawai, sebagian besar untuk aktivitas non-produktif seperti scrolling media sosial (Waspada Brain Rot, Ancaman Akibat Konsumsi Konten Online Kualitas Rendah secara Berlebihan. Dinas Komunikasi Kota Cirebon, 2025).
Studi neuroimaging oleh Moshel et al. (2023) menemukan bahwa penggunaan internet berlebihan mengurangi volume materi abu-abu di korteks pre frontal—area otak yang bertanggung jawab atas penalaran dan pengambilan keputusan (The effects of ‘brain rot’: How junk content is damaging our minds. EL PAÍS, 2024). Dalam organisasi pemerintah, hal ini dapat memicu keputusan impulsif, seperti penerapan kebijakan tanpa analisis mendalam.
Laporan RS Marzoeki Mahdi (2025) mengidentifikasi gejala brainrot seperti kecemasan, burnout digital, dan penurunan motivasi di kalangan pegawai yang terpapar media sosial tanpa batas (Brain Rot: Fenomena Media Sosial yang Mengancam Kesehatan Mental. RSMM Bogor, 2025). Fenomena ini diperburuk oleh budaya always-on di era digital, dimana pegawai merasa wajib merespons pesan kerja bahkan di luar jam kantor.
Kebiasaan mengonsumsi konten tidak jelas di media sosial meningkatkan kerentanan terhadap phishing atau misinformasi. Studi di ANTARA News (2025) mencatat bahwa 60% serangan siber di instansi pemerintah Indonesia berasal dari kelalaian pegawai dalam membedakan informasi valid dan hoaks (Menjelajahi fenomena ‘Brain Rot’ di era digital. ANTARA News, 2025).
Newport Institute (2024) merekomendasikan digital detox periodik, seperti menonaktifkan notifikasi setelah jam kerja dan menghapus aplikasi pengganggu (Brain Rot: The Impact on Young Adult Mental Health. Newport Institute, 2024). Pemerintah Kota Cirebon telah menerapkan “Jumat Bebas Gawai” untuk memulihkan fokus pegawai (Waspada Brain Rot, Ancaman Akibat Konsumsi Konten Online Kualitas Rendah secara Berlebihan. Dinas Komunikasi Kota Cirebon, 2025).
Kurikulum pelatihan harus mencakup manajemen waktu layar dan pemilihan konten edukatif. Kelas Digital Government di UGM, misalnya, mengajarkan penggunaan teknologi untuk efisiensi administrasi tanpa terganggu brainrot (Pemerintah dan Revolusi Digital: Mengapa Perhatian Terhadap Sistem Digital Sangat Penting? UGM Online, 2024).
Pemerintah perlu menerapkan panduan screen time maksimal 4 jam/hari untuk dewasa (diluar kebutuhan kerja) (Waspada Brain Rot, Ancaman Akibat Konsumsi Konten Online Kualitas Rendah secara Berlebihan. Dinas Komunikasi Kota Cirebon, 2025). Contoh sukses terlihat di Prancis, dimana undang-undang “Right to Disconnect” melarang pengiriman email kerja di luar jam kantor.
Peningkatan kualitas platform internal (e.g., e-office) dapat mengurangi ketergantungan pada media sosial eksternal. Studi di PMC (2020) menekankan pentingnya desain antarmuka yang minim distraksi (The impact of the digital revolution on human brain and behavior. PMC, 2020).
Brainrot bukan sekadar masalah individu, tetapi ancaman sistemik bagi efektivitas organisasi pemerintah. Kombinasi teori neurosains, psikologi, dan sosiologi memperkuat temuan bahwa kebiasaan digital tidak sehat mengikis kapasitas kognitif dan emosional pegawai. Solusi holistik—mulai dari kebijakan hingga perubahan budaya kerja—diperlukan untuk menciptakan lingkungan digital yang berkelanjutan. Tanpa intervensi, risiko penurunan kualitas layanan publik dan krisis kesehatan mental akan semakin mengemuka.
Kreator : Hendrawan, S.T., M.M.
Part 15: Warung Kopi Klotok Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]
Part 16 : Alun – Alun Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]
Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]
Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]
Part 12 : Cemburu Rama langsung memukul Jaka saat Jaka baru saja masuk ke ruang kerjanya Rama. Jaka yang meringis bukannya marah namun malah tersenyum terhadap Rama karena Jaka tahu bahwa Rama lagi cemburu terhadapnya. Rama males menjawab salam dari Jaka namun sebagai orang yang punya adab Rama harus menjawab salam dari Jaka dengan sopan. […]
Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]
Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]
Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,, begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]
Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]
Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]
Comment Closed: Efek Brainrot di Era Digital
Sorry, comment are closed for this post.