KATEGORI
  • Adat & Budaya
  • Agrikultur
  • Aksi
  • Arsitektur
  • Artikel
  • Asmara
  • Autobiografi
  • autobiography
  • Bahasa & Sastra
  • Berita Alineaku
  • Bisnis
  • Branding
  • Catatan Harian
  • Cerita Anak
  • Cerita Pendek
  • Cerita Rakyat
  • Cerpen
  • Cinta
  • Cita – Cita dan Harapan
  • Dongeng
  • Drama
  • Ekonomi
  • Epos
  • Event
  • Fabel
  • Fantasi
  • Fiksi
  • Gaya Hidup
  • Hiburan
  • Hobi
  • Hubungan Antarpribadi
  • Hukum
  • Humanis
  • Humor
  • Ilmu Manajemen
  • Inspirasi
  • Istri
  • Kampus
  • Karir dan Kewirausahaan
  • Keagamaan
  • Keluarga
  • Kesehatan & Kecantikan
  • Kesehatan Mental
  • Ketenagakerjaan
  • Kisa Masa Kecil
  • Kisah Inspiratif
  • Kritik Media
  • Kuliner
  • Legenda
  • Lifestyle
  • Lingkungan Hidup
  • Manajemen
  • mengelola toko
  • Mental Health
  • Moralitas
  • Motivasi
  • Novel
  • Nutrisi
  • Nutrition
  • Opini
  • Organisasi
  • Otomotif
  • Parenting
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Pendidikan Karir
  • Pendidikan Keuangan
  • pengalaman hidup
  • Pengembangan Diri
  • Perjalanan Hidup
  • Pernikahan
  • Persahabatan
  • Pertemanan
  • Petualangan
  • Petualangan Alam
  • Pilih Kategori
  • Pilih Menu
  • Politik
  • Psikologi
  • Psikologi Sosial
  • Puisi
  • Romansa
  • Romantisme kehidupan
  • Rumah Tangga
  • Satir
  • SDM
  • Sejarah
  • Self-Acceptance
  • Self-Awareness
  • Seni & Budaya
  • Sosial
  • spiritual journey
  • Strategi
  • Teknologi
  • Tempat Wisata
  • Traveling
  • Uncategorized
  • Wanita
  • Beranda » Artikel » Ekspedisi Empat Sekawan

    Ekspedisi Empat Sekawan

    BY 21 Jul 2025 Dilihat: 5 kali
    Ekspedisi Empat Sekawan_alineaku

    Terik matahari mengawali pagi itu dengan suara gemericik air pipa kecil sebagai saluran pengairan tanaman bunga Rosella di sekitar tempat tinggal mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) Universitas Jaya Abadi. Semua mahasiswa berkumpul bersiap menyambut kedatangan Dosen Pembimbing Lapangan di kelurahan Kertapati tempat Agung menjalani Kuliah Kerja Nyata sebagai tugas akhir kuliahnya.

     

    “Gung, pukul berapa Pak Nasikh datang hari ini?” tanya Yeni kepada Agung yang merupakan Ketua KKN di desa itu. Nampak Agung segera bergegas mengambil telepon genggamnya yang sejak dari tadi berdering tak berhenti.

     

    “Kalau dilihat jadwalnya, kira-kira pukul 10 pagi beliau hadir di sini setelah berkunjung ke Desa Pringsewu.” jawab Agung kepada Yeni. Sambil berlari keluar rumah, Agung rupanya kesulitan mencari sinyal di dalam ruangan.

     

    Nggih Pak, mboten nopo-nopo.” jawab Agung. Mendengar kabar dari Pak Nasikh, dia langsung masuk ke dalam ruang tempat berkumpul para mahasiswa yang sedang sibuk dengan tugas mereka masing-masing. 

    “Kawan-kawan, hari ini Pak Nasikh tidak dapat berkunjung karena ada kepentingan mendadak.“ seru Agung kepada kawan-kawannya. Semua orang tertegun sejenak dengan pengumuman yang disampaikan Agung.

     

    “Kenapa Gung?” tanya Irwan.

     

    “Pak Nasikh menunda kunjungan ke tempat kita karena mendadak ada meeting dosen ke  luar kota.” jawab Agung.

     

    Sejenak beberapa mahasiswa tampak terlihat lega mendengar jawaban Agung. Namun, Yeni dan Alesha berbisik seolah mereka sedang merencanakan sesuatu yang penting sebagai pengganti acara yang gagal pagi itu.

     

    “Menurutku, kita perlu mematangkan persiapan untuk agenda yang kita lakukan di desa ini satu bulan kedepan, setidaknya kita sudah menyodorkan beberapa program kepada Pak Nasikh sebagai progres tugas KKN kita di sini.” usul Yeni. Di seberang ruang tamu, dari balik kelambu muncul Ilham yang justru berpendapat agak berbeda dari usulan teman-temannya, sambil mengaduk kopi yang baru dibuatnya di dapur.

     

    “Kemarin kita sudah membuat rancangan program meski belum 100%, artinya kita sudah punya persiapan itu, apa tidak sebaiknya kita agak merefresh sejenak pikiran kita agar bisa kembali bersemangat dengan tugas-tugas kita?” dengan melirik Agung seolah-olah membujuk dia untuk menyetujui  apa yang dikatakannya. 

     

    “Hmm..maksudnya kita refreshing ke suatu tempat?” tanya Yeni kepada Ilham.

    “Saya setuju Gung, bagaimana kalau ke air terjun yang ada di sekitar desa ini? “ungkap Joko.

     

    “Dua kilometer dari sini ada Air Terjun Coban Pelangi yang masih asri dan belum terjamah oleh pariwisata, sehingga masuknya gratis teman-teman.“ kata Gendhis. 

     

    Setelah tiga puluh menit berbincang-bincang, akhirnya mereka sepakat untuk pergi ke air terjun Coban Pelangi. Sekitar 20 orang berangkat menuju ke kawasan air terjun yang ternyata berada tidak jauh dari lokasi KKN. Sampai disana, beberapa mahasiswa nampak antusias dan ingin segera berpetualang di dalam hutan dan menikmati hijaunya hutan-hutan yang masih nampak asri dan sejuk karena berdekatan juga dengan sungai-sungai dan perkebunan jagung.

     

    Mereka berjalan kaki dan menyisir jalan-jalan terjal di sepanjang jalan menuju air terjun. Agung merasa penasaran dengan cerita Gendhis yang mengatakan bahwa Air Terjun Coban Pelangi sangat indah dan asri.  Menurut Agung, hutan itu memang masih sangat alami. Terdapat sungai yang airnya jernih sekali.

     

    Petualangan masuk ke hutan telah dimulai. Mereka berkelompok untuk memudahkan perjalanan yang berliku-liku selama di dalam hutan. Gendhis, Yeni, Joko dan Agung merupakan satu kelompok dan mereka berjalan membentuk barisan memanjang. Paling depan adalah Agung, diikuti Gendhis, Yeni, dan Joko paling belakang.

     

    Mereka melalui jalan setapak selebar kurang lebih 2 meter. Jalan itu biasanya digunakan oleh petani yang hendak ke ladang atau para pencari rumput pakan ternak.

     

     “Itu tanaman apa Gung?” tanya Yeni saat melewati ladang yang penuh dengan tanaman jahe. 

     

    “Itu jahe, yang biasa digunakan untuk jamu.” Agung berhenti sejenak, memandangi tanaman berbatang semu dengan tinggi 30 hingga 100 cm. Akarnya berbentuk rimpang dengan daging akar berwarna kuning hingga kemerahan dengan bau menyengat. Daunnya  menyirip dengan tangkai daun berbulu halus.

     

    Semakin jauh masuk ke hutan, mereka menemukan tanaman pisang dan keladi diantara pohon-pohon besar. Baik pisang maupun keladi memiliki daun lebar yang berlapis lilin. Gunanya adalah untuk mengurangi penguapan pada tumbuhan.

     

    “Ndis … di bahumu ada hewan! Aaaaaaa …” Yeni melompat ketakutan.

    Gendhis yang kaget dengan teriakan Yeni seketika menutup mukanya dan terduduk gemetar. Joko mendekatinya dan berusaha menenangkan.

     

    “Sudah, kalian tenang dulu. Jangan takut dengan iguana.” ujar Joko, tangan kanannya mengambil ranting yang agak panjang untuk menyingkirkan hewan itu dari bahu Gendhis.

     

     “Dia berubah warna jadi coklat. Tadinya ‘kan hijau,” kata Yeni sambil menunjuk iguana yang sudah berpindah tempat ke tanah.

     

     “Kamu lupa, ya? Salah satu bentuk pertahanan diri iguana adalah dapat berubah warna kulitnya sesuai dengan yang dia tempeli.” jelas Agung. 

     

    Jalan yang mereka lalui semakin sempit, tanah kering berpasir membuat mereka harus berhati-hati agar tidak terperosok. 

    Suasana di dalam hutan sangat sepi. Sesekali hanya terdengar suara burung pelatuk sedang mematuk batang pohon. 

     

    “Gung, kita istirahat dulu. Kasihan Gendhis dan Yeni terengah-engah, “ usul Joko saat mereka baru saja melewati jalan menanjak.

     

    Mereka berhenti dan duduk di rerumputan yang mengering. Musim kemarau membuat beberapa tanaman tidak bisa bertahan hidup. Sebagian besar pepohonan juga menggugurkan daunnya untuk mengurangi penguapan. Agung mengingatkan teman-temannya agar berhati-hati. Jalanan menurun dengan batu yang terjal dan runcing.

    Agung berjalan paling depan dan Joko di barisan paling belakang. Mereka berusaha saling menjaga, bagaimanapun mereka sedang berada di dalam hutan.

     

    “Krosak … srek … srek …,” mereka semua dikagetkan dengan suara benda jatuh. Ketika mereka menengok ke belakang, ternyata Joko terpeleset hingga tubuhnya terseret agak jauh ke bawah. 

     

    “Jok, bagaimana kondisimu?” Agung berteriak sambil berjalan ke arah Joko yang terjatuh. Temannya mengikuti dari belakang.

    Joko segera bangun, tapi ketika hendak berdiri dia tertahan. Ada yang robek di bagian lengan kirinya.

    “Astaghfirullah, Joko  …. Kamu terluka,” Yeni tampak panik menyaksikan luka Joko.

    “Kamu diam dulu, Joko. Biar aku lihat,” Agung berjongkok dan memeriksa keadaan lengan Joko.

     

    Darah mengucur dari lengan Joko. Agung segera memberikan pertolongan pertama dengan menekan-nekan darah yang keluar sampai habis. Kemudian memastikan darah tidak mengucur lagi. Segera dia membersihkan lukanya dengan air mineral. 

     

    “Yen, di tasmu ada kain yang bisa digunakan?” Agung bertanya sambil memandang Joko.

    “Aku ada kain katun. Untuk membalut luka ‘kan?” Gendhis menawarkan pasminanya untuk digunakan.

     

    Agung memandang sekeliling, dia mengambil pisau lipatnya. Dia memotong batang talas lalu mengupasnya. Dia mendekati Joko dan menempelkan batang talas tersebut pada luka Joko.

     

    Senyawa flavonoid yang dimiliki batang talas dapat mencegah infeksi pada luka. Selain itu dapat berfungsi sebagai anti inflamasi yang mampu menekan rasa nyeri akibat luka. Juga mengandung senyawa tanin yang dapat menunjang penyembuhan luka dengan membuat pori-pori kulit mengecil sehingga meminimalisir pendarahan.

     

    “Tahan sebentar, Ko.  Kita balut lukanya dulu.” Agung dengan cekatan menekan-nekan batang talas tersebut di luka Joko. Setelah itu membalut lukanya dengan kain pemberian Gendhis agar tidak semakin lebar.

     

    “Kamu bisa jalan, Joko?” tanya Agung sambil menyodorkan sebatang kayu.

     

    “Bisa …. Terima kasih. Ayo, kita lanjut,” Joko menerima kayu tersebut untuk digunakan sebagai penyangga saat berjalan. Yeni membawakan tas Joko agar dia lebih mudah berjalan.

    Kaki Joko terpincang-pincang saat berjalan, namun dia tetap bersemangat. Ketiga temannya memelankan jalan mereka untuk mengimbangi Joko. 

     

    Kini mereka melalui kawasan hutan jati. Di bawah pohon jati tumbuh ilalang yang sebagian besar sudah mengering. Tanaman pakis dan suplir daunnya berubah menjadi kekuningan. Tanaman itu kini diburu untuk dikoleksi sebagai tanaman hias. 

    Di kanan dan kiri jalan tumbuh bunga lantana. Tanaman berupa semak yang berbunga ini, kini mulai diburu untuk mengisi pot-pot di taman. Tanaman ini mampu bertahan di musim kemarau. 

     

    “Sepertinya matahari hampir terbenam. Itu ada mata air, kita sholat dulu,” ajak Agung kepada temannya.

    “Joko, kamu tidak apa-apa?” tanya Gendhis yang berdiri di dekatnya.

     

    Joko tersenyum, lukanya terasa perih. Tapi dia tidak ingin membuat teman-temannya khawatir.  Diacungkan jempolnya ke arah Gendhis, menegaskan bahwa dia baik-baik saja. 

     

    Setelah melewati hutan jati yang daunnya meranggas, kini mereka melewati pohon-pohon akasia yang berdaun kecil-kecil seperti bulan sabit. Batang pohon ini merupakan bahan dasar pembuatan pulp dan kertas. Serat dari kayu akasia merupakan materi paling cocok untuk membuat kertas.

     

    Dari kejauhan silau air dan suara air yang mengalir di balik semak-semak menandakan bahwa mereka telah dekat dengan sungai.  Joko sangat bersemangat meski kakinya pincang karena luka. Mereka kegirangan menyaksikan jernihnya air sungai. Gendhis dan Yeni berlari menuju sungai untuk bermain air. Agung dan Joko tampak melihat dari kejauhan. Agung duduk di atas sebuah batu sambil memijit luka kawannya.

     

    Puas bermain mereka menyeberang sungai dan berjalan sambil mengamati sekeliling sungai. Beruntung musim kemarau, tinggi air sungai tidak begitu dalam, hanya mencapai lutut mereka. Di depan mereka terdengar sayup-sayup rombongan lain yang juga nampak kelelahan dan mulai bersenandung untuk sekedar menghibur satu sama lain dan melepas penat. Seratus meter dari tempat mereka berdiri, terdapat sebuah gua yang tersambung dengan area sungai lokasi air terjun. Joko yang sudah mulai normal berjalan mengajak kawan-kawannya untuk mengambil jalan pintas menuju lokasi air terjun. 

     

    “Pak RT pernah berkata bahwa untuk sampai di air terjun Coban Pelangi lebih cepat lewat gua di depan itu.” kata Joko. Ketiga kawan Joko tercengang mendengar apa kata Joko.

     

    Gua di bayangan Gendhis seperti tempat angker yang tak mungkin diterjang karena berdampak pada ketakutan yang luar biasa baginya. Beda dengan Yeni, dia beranggapan bahwa di dalam gua pasti banyak batu-batu alam yang menarik dengan berbagai corak yang unik. Versi Agung mungkin agak logis, dia berpikir bahwa gua identik dengan hewan-hewan buas yang bersarang di dalamnya. Namun, Joko meyakinkan teman-temannya untuk berani mencoba hal-hal baru untuk mendapatkan pengalaman yang lebih berkesan. Agung dan Yeni mengangguk tanda menyetujui apa yang dikatakan oleh Joko. Gendhis masih termenung dan tampak ragu dengan ide Joko. Sambil menarik lengan Gendhis, Yeni mengajak gendhis untuk segera bergegas mengikuti kedua temannya yang sudah berjalan lebih dulu menuju gua.

     

    Sorot matahari nampak dibalik deretan pohon-pohon akasia dan jati yang mulai meranggas. Di bibir gua, mereka melihat suasana di dalam gua yang gelap, namun banyak batu-batu kecil yang tertumpuk di dalamnya. “Kita harus naik keatas untuk sampai di air terjun Coban Pelangi”, kata Joko. Gendhis mengernyitkan dahi sambil mengibas-ngibaskan bajunya yang terkena potongan-potongan kayu kecil dari semak-semak yang mereka lewati.

     

    “Bagaimana caranya, Jok? Apa kita harus melewati bebatuan di dalam itu?”tanya Gendhis.

    “Kita akan naik ke atas dengan bertumpu pada batu-batu ini.”Kata Joko sambil menunjuk bongkahan batu besar yang ada di dalam gua. 

     

    “Tapi sepertinya itu tidak cukup untuk menopang tubuh kita agar bisa sampai di atas.” kata Yeni menimpali perkataan Joko. Agung berpikir keras mengamati kondisi di sekitar gua.

     

    “Jika saya berdiri di atas batu itu lalu mengangkat kalian keatas sepertinya kita bisa sampai lebih cepat ke lokasi air terjun.” ucap Agung.

     

    Satu persatu mereka naik ke atas dengan bantuan Agung yang memang memiliki postur tubuh lebih besar dibanding kawan-kawannya. 

    Air terjun Coban Pelangi ada di depan mata. Gemericik air yang berjatuhan di antara bebatuan kecil di bawahnya ditambah pantulan air yang nampak berkamuflase seperti warna-warni pelangi menambah keindahan air terjun. 

     

    “Subhanallah..luar biasa ciptaan Allah!”ungkap Gendhis. 

     

    Dia sangat takjub melihat air terjun pertama kalinya. Disusul Yeni yang masih kesulitan mencapai ke atas karena posturnya yang lebih kecil sehingga uluran tangan Gendhis agak sulit dia pegang. Setelah sampai di atas, Yeni lebih suka mengagumi sesuatu hal dengan mengabadikan momen itu dengan berfoto melalui gawainya. Joko menunjukkan sisi-sisi lain dari keindahan air terjun Coban Pelangi, seperti tanaman-tanaman dan bunga-bunga di sekeliling air terjun yang masih sangat asri dan indah dipandang. Banyak ragam vegetasi tanaman perdu, lumut dan tanaman paku tumbuh di antara semak-semak rumput yang lebat di sekitar air terjun.

     

    Sementara kawan-kawannya menikmati pemandangan air terjun, Agung yang naik paling akhir mulai berusaha naik dengan alat seadanya. Dia mencari batu-batu untuk tumpuan, namun dia melihat samar-samar batu hitam yang tampak berbeda karena terdapat corak-corak aneh seperti kulit ular di permukaan benda itu. Pelan-pelan dia mengamati benda itu, sambil sedikit menyentuh permukaan benda yang dikira batu itu dengan hati was-was dan jantung berdegup kencang. Bulu kuduk Agung tiba-tiba berdiri dan tubuhnya tersentak kaget ketika dia mulai menyentuhnya.

     

    “Argh…apa ini, apa ini? Seperti ular besar!” 

     

    Suara keras diikuti lirih karena dia khawatir jika teman-temannya pun ikut ketakutan melihat apa yang terjadi dengan Agung. Gerakan menggeliat pelan dari ular bercorak bulat-bulat besar itu mengagetkan Agung sehingga dia berteriak dan teman-temannya yang memang sedari tadi sudah diatas mulai nampak panik melihat Agung yang masih di bawah. 

     

    “Kenapa Gung? Tanya Joko. 

    “Kamu baik-baik saja ‘kan Gung? “tanya Yeni. 

    “Apa kita perlu turun kebawah lagi Gung? ‘’Ucap Gendhis. 

     

    Sambil terengah-engah, Agung berusaha naik perlahan dan memberi isyarat tangan melambai pertanda dia dalam kondisi baik-baik saja. Ketika muncul kepala Agung, teman-teman mulai bernafas lega dan menunggu Agung sampai di atas. 

     

    “Aman kawan, saya tidak apa-apa. Saya hanya agak kecapekan saja, “ kata Agung.  

     

    Air terjun Coban Pelangi menjadi kearifan lokal di daerah tempat KKN mahasiswa Universitas Jaya Abadi. Wana wisata dengan pemandangan alam yang menakjubkan membuat para mahasiswa menikmati refreshing dari penatnya tugas-tugas KKN. Pengalaman kali ini sungguh berharga untuk mereka. Selain melepas penat, ternyata ini merupakan pengalaman dan ekspedisi yang luar biasa bagi mereka empat sekawan yang pemberani dan tangguh dalam berpetualang.

     

     

    Kreator : Nila Solichatun Nadhiroh

    Bagikan ke

    Comment Closed: Ekspedisi Empat Sekawan

    Sorry, comment are closed for this post.

    Popular News

    • Part 15: Warung Kopi Klotok  Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]

      Okt 01, 2024
    • Part 16 : Alun – Alun  Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]

      Okt 16, 2024
    • Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]

      Sep 18, 2024
    • Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]

      Sep 07, 2024
    • Part 12 : Cemburu Rama langsung memukul Jaka saat Jaka baru saja masuk ke ruang kerjanya Rama. Jaka yang meringis bukannya marah namun malah tersenyum terhadap Rama karena Jaka tahu bahwa Rama lagi cemburu terhadapnya. Rama males menjawab salam dari Jaka namun sebagai orang yang punya adab Rama harus menjawab salam dari Jaka dengan sopan. […]

      Sep 05, 2024

    Latest News

    Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]

    Jun 21, 2021

    Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]

    Des 07, 2021

    Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,,  begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]

    Des 07, 2021

    Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]

    Des 07, 2021

    Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]

    Des 07, 2021