Pagi yang cerah di langit Gunungsari, terlihat biru semburat sedikit terhapus oleh warna kelabu awan mendung. Pak Tulus telah berdiri ramah di depan gerbang sekolah. Ritual pagi yang sudah berjalan sejak lama masih terus dilakukan hingga kini. Satu persatu murid datang memasuki halaman sekolah di sambutnya dengan senyum yang girang. Sambil menyapa dan mengulurkan tangan, Ia memberi salam hangat kepada murid diselingi dengan beberapa pertanyaan ringan.
“Selamat pagi, Adit. Apa kabarmu hari ini?” sapanya kepada seorang murid kelas 3 yang selalu paling pagi berangkat sekolah.
“Selamat pagi, Pak. Kabarnya baik.” Balas Adit dengan segera sambil bergegas menuju kelas.
Sepertinya Adit hari ini bertugas piket kelas. Terlihat Ia buru-buru berjalan meninggalkan Pak Tulus. Dari kejauhan suara Pak Tulus masih terdengar meneruskan sapaannya namun Adit telah berlari jauh masuk kedalam kelas. Beberapa orang tua yang mengantarkan anaknya ke sekolah juga tidak luput dari uluran tangan dan salam hangat yang selalu diucapkan dan dilakukan di pagi hari sudah menjadi kebiasaan wajib untuk ia lakukan.
“Apa kabarnya, Pak? Bagaimana keadaannya? Sehat kan?”
Ini sapaan pamungkas beruntun yang pasti selalu ditanyakan kepada orang tua murid oleh Pak Tulus. Sambil berderai senyum dan tertawa kecil setiap orang tua membalas sapaan itu lalu memutar stang motor untuk berbalik arah menuju pulang. Ada orang tua yang mengantar anaknya sudah dengan berpakaian ke kebun sekaligus membawa peralatan kerja serta bekal makanan. Pemandangan ini sudah menjadi biasa di Desa Gunungsari karena hampir semua penduduk desa bekerja sebagai petani kebun.
Sepagi itu haruskah Pak Tulus pasang badan dan tebar senyum kepada setiap murid dan orang tua? Setiap saat tak bosan-bosannya Ia mengulurkan tangan dan mengucap salam bagi warga sekolah?
Bukankah lebih enak duduk santai sambil nyeruput kopi pagi menunggu jam berangkat sekolah? Toh, di sekolah juga belum ada siapa-siapa. Guru yang lain juga belum ada yang datang. Datang pun mereka tidak lantas pada fokus pada murid.
Benarkah yang dilakukannya hanya agar supaya dirinya dikatakan Guru teladan atau sekedar cari perhatian untuk dapat penghormatan layaknya tokoh atau sosok yang patut dihargai. Jika ini adalah sebuah opini mungkin sepertinya ini layak untuk dikonsumsi bagi orang-orang yang terbatas cara berpikirnya. Kepada mereka yang tidak memiliki pola berpikir berkembang dan terjerembab pada kenyamanan hidup. Bila dikomparasikan kedua pernyataan diatas terkait dua opini tentang kebiasaan Pak Tulus ada premis yang perlu dipecahkan bersama yaitu Tidak semua guru adalah guru yang baik. Guru rajin adalah guru yang baik. Pak Tulus adalah guru yang rajin. Maka, kesimpulannya adalah Pak Tulus adalah guru yang baik.
Sekarang mari kita membahas terkait kebiasaan Pak Tulus yang Setiap pagi melakukan aktivitas menyambut murid dan orang tua di depan gerbang sekolah. Sekilas itu hal biasa saja. Tak ada sesuatu yang istimewa terlihat. Bukannya perilaku itu juga sudah sering dilakukan oleh orang lain meski bila ditanyakan siapa yang mau melakukan pasti akan dijawab dengan tak tahu. Lalu jika tak tahu bolehkah sosok Pak Tulus kita jadikan fokus dari kesimpulan premisnya. Baik, mari kita mengungkap maknanya.
Budaya Positif. Terdengar baru di telinga. Namun, jika berusaha diartikan sejurus ini mirip dengan kebiasaan-kebiasaan yang sering dan sudah kita lakukan selama ini seperti aturan atau tata tertib yang mengatur perilaku hidup sosial seseorang. Tetapi sesungguhnya tidaklah demikian. Secara pengertian mungkin itu benar namun jika dipahami lebih dalam akan berbeda maknanya. Budaya positif adalah sebuah perilaku atau kebiasaan baru dimana seseorang melakukannya karena nilai-nilai yang tertanam pada dirinya. Perilaku ini disadari dan memiliki tujuan kebaikan. Bahwa ketika dilakukan merupakan bentuk perwujudan dari menghargai diri sendiri dan orang lain. Perilaku ini juga menunjukkan bahwa seseorang mempunyai rasa empati tinggi dan kepedulian kepada orang lain. Yang menjadi kabar baik dari budaya positif ini adalah segala tindakan dan perilaku yang dilakukan tidak semata mata untuk mencari perhatian, penghargaan, hadiah atau pengakuan tetapi dilakukan dengan rasa tulus dan murah hati karena tahu bahwa itu baik dan selaras dengan nilai-nilai diri seseorang dan nilai kebajikan Universal.
Lantas sekarang jika Budaya Positif ini kita korelasikan dengan kebiasaan yang dilakukan oleh Pak Tulus sebagai seorang guru, apa kesimpulan yang dapat kita tarik? Apakah kita mengatakan bahwa Pak Tulus sedang mencari perhatian? atau Ia melakukan itu agar supaya dipuji dan diberi penghargaan?
Jika kita menarik kesimpulan dari premis Tidak semua guru adalah guru yang baik. Guru rajin adalah guru yang baik. Pak Tulus adalah guru yang rajin. Maka, kesimpulannya adalah Pak Tulus adalah guru yang baik. Baik yang dilakukan oleh Pak Tulus memiliki perluasan makna yaitu makna Budaya Positif. Pak Tulus sedang melakukan sebuah makna hidup yang bersumber dari nilai-nilai yang dimilikinya. Pak Tulus memiliki kesadaran yang tinggi tentang bagaimana menghargai diri sendiri dan orang lain. Rasa empati dan kepedulian kepada orang lain tercermin dari kebiasaan yang Ia lakukan setiap pagi di depan gerbang sekolah. Sangat penting untuk diketahui yaitu semua yang telah dilakukannya bukan karena ingin mengharapkan sebuah pengakuan atau pun pujian dan penghargaan tetapi dilakukan oleh Pak Tulus karena Ia tahu bahwa itu merupakan kebaikan bagi diri dan sesama.
“Lakukan itu karena kamu tahu bahwa itu baik untuk diri dan sesama, lakukanlah dengan kesadaran yang tumbuh dari dalam dirimu karena cermin dari pikiran baik akan mewujud sebagai tindakan dan perilaku nyata dalam keseharianmu.”
Bolano Lambunu, 12 Februari 2025
Kreator : Kadek Suprapto
Comment Closed: Kamu Perlu lakukan Budaya Positif Ini
Sorry, comment are closed for this post.