KATEGORI
  • Adat & Budaya
  • Agrikultur
  • Aksi
  • Arsitektur
  • Artikel
  • Asmara
  • Autobiografi
  • autobiography
  • Bahasa & Sastra
  • Berita Alineaku
  • Bisnis
  • Branding
  • Catatan Harian
  • Cerita Anak
  • Cerita Pendek
  • Cerita Rakyat
  • Cerpen
  • Cinta
  • Cita – Cita dan Harapan
  • Dongeng
  • Drama
  • Ekonomi
  • Epos
  • Event
  • Fabel
  • Fantasi
  • Fiksi
  • Gaya Hidup
  • Hiburan
  • Hobi
  • Hubungan Antarpribadi
  • Hukum
  • Humanis
  • Humor
  • Ilmu Manajemen
  • Inspirasi
  • Istri
  • Kampus
  • Karir dan Kewirausahaan
  • Keagamaan
  • Keluarga
  • Kesehatan & Kecantikan
  • Kesehatan Mental
  • Ketenagakerjaan
  • Kisa Masa Kecil
  • Kisah Inspiratif
  • Kritik Media
  • Kuliner
  • Legenda
  • Lifestyle
  • Lingkungan Hidup
  • Manajemen
  • mengelola toko
  • Mental Health
  • Moralitas
  • Motivasi
  • Novel
  • Nutrisi
  • Nutrition
  • Opini
  • Organisasi
  • Otomotif
  • Parenting
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Pendidikan Karir
  • Pendidikan Keuangan
  • pengalaman hidup
  • Pengembangan Diri
  • Perjalanan Hidup
  • Pernikahan
  • Persahabatan
  • Pertemanan
  • Petualangan
  • Petualangan Alam
  • Pilih Kategori
  • Pilih Menu
  • Politik
  • Psikologi
  • Psikologi Sosial
  • Puisi
  • Romansa
  • Romantisme kehidupan
  • Rumah Tangga
  • Satir
  • SDM
  • Sejarah
  • Self-Acceptance
  • Self-Awareness
  • Seni & Budaya
  • Sosial
  • spiritual journey
  • Strategi
  • Teknologi
  • Tempat Wisata
  • Traveling
  • Uncategorized
  • Wanita
  • Beranda » Artikel » Langit Di Ujung Harapan

    Langit Di Ujung Harapan

    BY 14 Feb 2025 Dilihat: 130 kali
    Langit Di Ujung Harapan_alineaku

    Langit pagi di kampung kecil itu selalu tampak sama bagi Citra: biru pucat, dengan awan tipis yang berarak pelan seolah mengerti betapa berat hidup yang dijalaninya. Ia melangkah pelan di jalanan tanah, membawa keranjang berisi kue-kue sederhana buatan Ibunya yang sakit-sakitan. Ibunya, sosok lemah yang tetap berusaha tersenyum meski tubuhnya terus didera penyakit sejak melahirkan adik Citra yang tak sempat melihat dunia lebih lama.

    Ayah mereka sudah lama pergi, meninggalkan Citra, kakaknya Bedul, dan Ibu mereka tanpa kabar. Perceraian itu seperti membelah dunia kecil Citra menjadi dua: masa lalu yang penuh tawa dan masa kini yang penuh perjuangan. Bedul, kakaknya yang keras kepala namun penyayang, menjadi satu-satunya sandaran Citra. Mereka berdua membantu Ibu berdagang beras saat kondisi Ibu membaik, atau berjualan cemilan di pasar saat liburan sekolah. Untuk mencukupi kebutuhan, Ibu juga menerima pekerjaan cuci gosok di rumah sepupunya.

    Namun, takdir kembali menguji Citra. Saat ia duduk di bangku kelas 10 SMA, Ibunya menghembuskan nafas terakhir. Dunia Citra runtuh seketika. Ia dan Bedul harus tinggal bersama Bibi Ratna, saudara jauh dari pihak Ayah. Bibi Ratna bukan tipe orang yang hangat. Ia menganggap pendidikan untuk anak perempuan tak lebih dari sekadar formalitas. “Perempuan cukup bisa masak, beres-beres. Toh, nanti juga nikah.” katanya suatu sore, saat Citra mencoba membahas keinginannya untuk melanjutkan sekolah di kota.

    Namun, Citra punya mimpi yang tak bisa dibungkam. Meski sering merasa diremehkan, ia percaya bahwa pendidikan adalah kunci keluar dari lingkaran kemiskinan. Dengan berat hati, ia memutuskan merantau ke kota besar, mengikuti seorang kenalan yang bersedia menampungnya. Citra bekerja sambil sekolah, menjadi asisten rumah tangga di pagi hari dan belajar di malam hari. Hidupnya keras, tapi semangatnya lebih keras lagi.

    Setelah lulus SMA, ia melanjutkan ke jenjang diploma. Tak berhenti di situ, Citra bekerja keras hingga berhasil meraih gelar S1 dan bahkan S2. Setiap tantangan yang datang justru membentuknya menjadi pribadi yang tangguh. Ia belajar bahwa masa lalu bukanlah belenggu, melainkan pondasi untuk melompat lebih tinggi.

    Bertahun-tahun kemudian, Citra kembali ke kampung halamannya. Ia turun dari mobil sederhana, mengenakan pakaian rapi dengan senyum tenang di wajahnya. Warga kampung menatapnya dengan takjub, termasuk Bibi Ratna dan Sri, putrinya yang dulu sering mengejek Citra karena mimpinya yang dianggap terlalu tinggi.

    Di hadapan mereka, Citra berdiri tegak. 

    “Saya hanya ingin membuktikan, Bi, bahwa perempuan juga bisa sukses lewat pendidikan. Bukan soal gengsi, tapi soal hak untuk bermimpi dan berjuang,” ucapnya, suaranya tenang namun penuh makna.

    Bibi Ratna terdiam, mungkin menyesali pandangannya dulu. Namun, bagi Citra, penyesalan itu bukan yang terpenting. Yang terpenting adalah ia telah membuktikan kepada dunia, dan terutama kepada dirinya sendiri, bahwa langit di ujung harapan itu nyata. Asal kita berani terbang, seberat apa pun sayap kita terluka.

     

     

    Kreator : Mia Ramlan Gayo

    Bagikan ke

    Comment Closed: Langit Di Ujung Harapan

    Sorry, comment are closed for this post.

    Popular News

    • Part 15: Warung Kopi Klotok  Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]

      Okt 01, 2024
    • Part 16 : Alun – Alun  Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]

      Okt 16, 2024
    • Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]

      Sep 18, 2024
    • Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]

      Sep 07, 2024
    • Part 12 : Cemburu Rama langsung memukul Jaka saat Jaka baru saja masuk ke ruang kerjanya Rama. Jaka yang meringis bukannya marah namun malah tersenyum terhadap Rama karena Jaka tahu bahwa Rama lagi cemburu terhadapnya. Rama males menjawab salam dari Jaka namun sebagai orang yang punya adab Rama harus menjawab salam dari Jaka dengan sopan. […]

      Sep 05, 2024

    Latest News

    Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]

    Jun 21, 2021

    Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]

    Des 07, 2021

    Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,,  begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]

    Des 07, 2021

    Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]

    Des 07, 2021

    Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]

    Des 07, 2021