PALI DAN PAHUNI
Pali adalah larangan, sedangkan PAHUNI dalam akibat tidak mentaati atau mematuhi PALI. Dalam lingkup kehidupan sosial masyarakat Dayak sangat dikenal dengan kata PALI atau larangan yang harus dipatuhi dan ditaati, biasanya untuk menghindari atau menjauhkan dari PAHUNI atau hal-hal buruk yang akan terjadi, seperti terkena penyakit, musibah dan lainnya. Dalam keseharian suku Dayak baik di lingkungan keluarga maupun masyarakat. Salah satu contoh hingga sampai saat ini yang masih diyakini adalah PALI Ninjek atau Nginjok Atau Muse atau sapulun ini jika diartikan yaitu mencicipi makanan atau minuman yang belum kita makan sebelum bepergian atau bisa juga makanan yang ditawarkan bagi kita sebagai tamu paling tidak menyentuh makanan tersebut dengan jari maupun tangan kita walaupun kita tidak memakannya. Salah satu jenis makanan atau minuman biasanya yang paling wajib untuk disentuh ataupun dicicipi seperti Nasi dan Kopi.
Jika kita mengamati berdasarkan penjelasan di atas, bahwa ada nilai yang terkandung di dalamnya yaitu berupa nasehat ataupun rasa menghargai atau saling menghormati, dalam hal ini bagaimana kita sebagai manusia bisa saling menghormati dan menghargai serta sebagai simbol ungkapan syukur maupun terima kasih atas makanan dan minuman yang kita dapatkan maupun yang kita terima baik dari hasil jerih payah dan usaha kita maupun hasil jerih payah dan usaha orang lain yang telah ditawarkan maupun diberikan kepada kita. Sampai sekarang pun tradisi ini masih bisa kita temui dikalangan keluarga maupun masyarakat suku Dayak Ngaju Kalimantan Tengah.
Selain itu PALI bisa juga atau kerap kali dikatakan sebuah Pantangan, Pantangan berasal dari kata pantang yaitu perbuatan atau tindakan maupun perkataan yang terlarang atau dilarang untuk dilakukan maupun diucapkan. Pantangan lebih kepada tindakan atau perbuatan maupun perkataan yang diucapkan, dalam masyarakat pedalaman Kalimantan yaitu suku Dayak dilarang untuk mengucapkan kata-kata. Misalnya jika melewati daerah atau tempat sakral kita harus mengucapkan kata kata salam ataupun permisi, dan juga ketika kita masuk di tempat yang sakral kita tidak boleh sedikitpun benda atau barang di tempat ‘tersebut karena bisa membuat kita kesarungan atau kesurupan atau dimasuki roh-roh penunggu di tempat tersebut.
Dilihat dari kebiasaan atau tradisi itu bisa dikatakan mulainya peradaban sebuah kepatuhan maupun ketaatan secara /turun temurun dan terus menerus diyakini, apabila melanggar atau mengabaikannya diyakini akan mendapatkan musibah maupun hal buruk atau bencana bagi orang yang mengindahkannya. Ini adalah sebuah konsep besar yang sudah secara turun temurun bagaimana masyarakat suku Dayak sudah lama menerapkan rasa saling menghormati, menghargai dan menjunjung tinggi Adat BELOM BAHADAT.
Kreator : Menteng Delpris,S.I.P.,M.A.P
Comment Closed: Mahaga Belom Bahadat (PART 2)
Sorry, comment are closed for this post.