Rintik gerimis hujan, cahaya gelap lilin remang-remang
Joko Bodho
Ki Ageng Sutawijaya
Bumi Arum Majasto
Mitos
Legendha
Perjalanan panjang
Tokoh Besar
Trah Majapahit
Putra keturunan Prabu Bawijaya V
Laku…perjalanan…pengembaraan
(suara angin bertiup kencang, lilin mati)
ENDHANG
(menyalakan lilin)
“Perjalanan hidup ibarat sebuah perantauan, saat kita berada diperantauan, apalah bekal yang paling kita butuhkan ? Hanya kebaikan dan kebaikan. Sebab hanya kebaikanlah yang dapat kita jadikan bekal untuk kita pulang. Itulah sebaris kata – kata yang melucur begitu saja dari seorang kakek penjaga makam tua. Sebaris kata- kata yang sederhana, namun mampu mencuri perhatianku, membuatku berpikir, membuatku ingin lebih mencerna, untuk memahami hubungan hubungan antara : HIDUP…PERANTAUAN… KEBAIKAN…PULANG…
Ah… entahlah, aku menjadi bingung. Disini aku masih terjebak dengan pencarianku tentang sejarah makam tua, tapi malah mendapatkan kebingungan- kebingungan lain. tak dapat penyelesaian. Coba kutanyakan pada yang lain, bagaimana menurut kalian ?
Nah…ini dia, mungkin aku akan dapatkan info yang lebih valid disini. Informasi lengkap dari simbahku, simbah yang pintar, simbah yang istimewa karna bisa aku bawa kemana saja, he…he…he…he…coba sebentar aku tanya padanya : “Mbah…simbah, ada apa dengan gunung disana ? Gunung yang tinggi menyimpan misteri. Tampak menjulang dan memikat para petualang. Apa yang disimpannya, membuat nya istimewa? (suara gluduk). Mbah…bagaimana bisa,ia jadi terkenal meski dipelosok desa? Ada apa di atas sana? Apakah ada yang istimewa? Tolong… ceritakan kepadaku”.
SIMBAH
(Terbatuk) kau penasaran sekali rupanya. Meski kau terlahir di sini,di desa kecil ini, ternyata belum mampu membuatmu mengerti tentang gunung itu, (terkekeh) mari sini, duduk dekat simbah, letakkan sejenak mainanmu, gunakan baik- baik HPmu, androidmu. Simaklah, pahami, resapi, cerita gunung yang penuh misteri (petir senyambar). Di puncak gunung sana ada makam…
(Ana kidung rumeksa ing wengi, teguh hayu luputa ing lara, luputing bilahi kabeh…)
Namanya Bumi Arum Majasto, sebuah gunung yang memiliki tanah berbau harum. Orang-orang yang dimakamkan disana hanya sedalam 70cm. Itupun setiap liangnya akan diisi lebih dari satu jenazah, bisa dua, tiga, empat, sepuluh, bahkan hingga berpuluh-puluh jenazah. Asalkan masih satu keturunan, atau satu trah–apakah kalian percaya?- (berbicara kepada penonton). Dirimu pasti bertanya-tanya “bagaimana bisa seperti itu?”
Namun, benar adanya bukan hanya mitos semata. Meski dikubur dangkal dan bertumpuk- tumpuk, tak akan ada bau bangkai, bau busuk yang membuat hidung terasa tertusuk, harumnya tanah jadikan makam ini unik dan menarik.
Makam ini, makam keramat.Kau lihat tangganya yang tetata rapi, saat kau naik tak akan sama jumlahnya dengan saat kau menuruninya. –kalian tak percaya?-kalau tak percaya, bisa kalian coba(berbicara pada penonton).
Keindahan alam nya aduhai, kalian akan dibuatnya terpesona dan terbuai. Tak hanya kuburan saja, disana ada sebuah masjid kuna yang dibangun pada 1470 Masehi. Masjid ini masih berdiri kokoh sama seperti dahulu kala.
(Ana kidung rumeksa ing wengi, teguh hayu luputa ing lara, luputing bilahi kabeh…)
KI AGENG SUTAWIJAYA
Akulah Joko Bodho putra ke 197 Prabu Brawijaya V,kerap dipanggil dengan sebutan Ki Ageng Sutawijaya. Aku adalah murid dari Sunan Kalijaga. Dan kodratku berada disini, melaksanakan kewajibanku, menyelesaikan tugasku, tugas sebagai manusia, tugas sebagai titah NYA.
ENDHANG
Apakah kalian tau? Aku masih ingat jelas apa yang simbah ceritakan kepadaku tentang perjalanan Joko Bodo yang diceritakan oleh nenek. (berbicara pada penonton). Begini ceritanya, Pada tahun1401 terjadi perang antara wali dengan Majapahit. Majapahit pun mengalah karena para wali itu dipimpin oleh Raden Patah yang merupakan anak dari Eyang Brawijaya. Maka dari itu, Eyang Sutawijaya pergi dari Majapahit dan menuju ke Bojonegoro. Disana Beliau mempersunting Putri Adipati Bojonegoro. Namun setelah itu, Eyang Sutawijaya pergi dari Bojonegoro dan menjadi seorang petani dike Desa Tegal Ampel, Klaten. Tiba-tiba muncul lah Kanjeng Sunan Kalijaga yang menyamar sebagai masyarakat biasa dengan membawa rumput-rumput. Pada waktu itu, Sunan Kalijaga dikejar oleh Eyang Sutawijaya.
Akhirnya, setelah berhasil terkejar, Sunan Kalijaga mengakui siapa sebenarnya dirinya. Hingga akhirnya Eyang Sutawijaya meminta Sunan Kalijaga untuk mengajarinya tentang syariat Islam.
Kemudian, Sunan Kalijaga mengajaknya ke Bayat. Di Bayat, Eyang Sutawijaya diajarkan syariat Islam oleh Sunan Bayat. Hingga tiba akhirnya Eyang Sutawijaya lulus belajar dari Sunan Bayat. Sunan Kalijaga kemudian memberi perintah pada Eyang Sutawijaya : “Tempatmu bukan disini, tapi di gunung yang ada disana itu” (suara petir bergemuruh), “Ini saya membawa sebuah kerikil, saya akan lemparkan kerikil ini, dimana pun jatuhnya kerikil ini, itu akan menjadi tempatmu, lalu… (angin bertiup kencang) Wus…. (Sunan Kalijaga melemparkan kerikil tersebut).
Kalian mau tau kelanjutan nya? Biar Simbah saja yang menceritakan (berbicara kepada penonton).
SIMBAH
Jatuhlah kerikil tersebut di Bumi Arum Majasto. Eyang Sutawijaya akhirnya melakukan perjalanan ke sana dengan berbagai rintangan. Setelah melewati beberapa desa, Eyang Sutawijaya sampai di Desa Majasto dan naik gunung yang ada disana.
Di gunung, Eyang Sutawijaya bertemu dengan Ki Hajar Sidomulyo atau jin Jonilo, hingga terjadi adu kekuatan diantara mereka. Saat adu kekuatan ada kejadian dimana Jin Jonilo memberikan ubi kepada Eyang Sutawijaya. Namun, Eyang Sutawijaya mengetahui bahwa itu bukan ubi.
Eyang Sutawijaya dan Ki Hajar Sidomulyo pun berdebat “Ubi! Batu! Ubi! Batu!” sampai akhirnya Eyang Sutawijaya meminta Jin Jonilo untuk memakan makanan tersebut. Ternyata benar saja, itu adalah sebuah batu. Setelah itu Jin Jonilo pun mengakui kekalahan nya dan masuk kedalam batu yang ada di bawah gunung makam bumi arum. Akhirnya, Eyang Sutawijaya menetap dan menyebarkan syariat islam di desa majasto dan sekitarnya.”
SIMBAH
(musik sedih) Enam abad yang lalu, seseorang yang hebat, tokoh yang menjadi teladan telah sirna dari dunia. Kepergiannya meninggalkan banyak kesedihan. Teka-teki masih belum terpecahkan hingga saat ini.
ENDHANG
Teka- teki sebuah pemakaman kuna, meninggalkan cerita perjalanan hidup manusia, perjalanan dalam perantauannya, mencari bekal untuk pulang. Ya…pulang dan berpulang pada pemilik sejatinya. seseorang yang amat sakti yang mati meninggalkan misteri. EYANG SUTAWIJAYA.
Ana kidung rumeksa ing wengi
Teguh hayu luputa ing lara
Luputing bilahi kabeh
Jim setan datan purun
Paneluhan tan ana wani
Miwah panggawe ala
Gunane wong luput
Geni atemahan tirta
Maling arda tan wani marak ing mami
Tuju guna pan sirna
NB :
ENDHANG ( sebutan untuk seorang gadis dari gunung)
SIMBAH (ditujukan pada Google/mbah google)
Kreator : Sri Suryanti Fitri Sholehah. S. S.
Comment Closed: Majasto
Sorry, comment are closed for this post.