Kepercayaan adalah amanah sekaligus kehormatan, kata sebagian besar orang. Meskipun aku bukan gila hormat tetapi mendapat kepercayaan merupakan tanggung jawab yang harus diemban sebaik-baiknya. Secuil kisah ini semoga menginspirasi.
Sekolah swasta memiliki otoritas serta harus selalu menjaga kualitas. Sejalan dengan visi misi sebuah lembaga pendidikan maka sekolah tempat aku mengabdi juga demikian. Bahkan salah satu misinya adalah menyelenggarakan pendidikan yang berkualitas. Komponen-komponen yang melingkupinya dari unsur peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, orang tua peserta didik, dinas pendidikan, juga lingkungan masyarakat sekitar. Semua stakeholder turut membangun kokohnya layanan pendidikan terbaik. Hal itulah yang menguatkan aku menumbuhkan kepercayaan diri untuk mengabdi selamanya di sekolah itu. Meskipun tawaran lain menggiurkan. Semua itu sesuai panggilan hati nurani.
Begitulah awal kisah fotoku terpampang bersama guru dan peserta didik lain pada map sekolah merah putih sebagai penyimpan dokumen penting dalam Penerimaan Peserta Didik Baru maupun dokumen penting lain dalam urusan administrasi sekolah.
Mungkin bagi sebagian orang, apalah makna gambar dalam map. Namun, bagiku itu sebuah eksistensi diri. Bahkan ketika map itu telah dua puluh tahunan lalu dicetak dan sekarang tidak terpakai lagi. Ada memorabilia yang menyentuh hati dan pikiran. Ada artefak yang menjadi bukti sejarah. Ada kenangan ketika waktu itu masih belia. Ada kepercayaan yang dibangun hingga kini, aku masih menjadi bagian pengukir sejarah keberlangsungan sekolah.
Seluruh kesempurnaan hanya milik Tuhan semesta alam. Tetapi berupaya menjadi abdi, menjadi hamba yang patuh serta bersikap sebaik mungkin adalah panggilan jiwa. Jiwa yang suci nan bersih menjadi landasan agar raga menjadi sehat nan kuat. Jiwa raga yang seimbang akan memudahkan tiap langkah serta arah. Akhirnya kehidupan yang berkah terus melimpah.
Kadang secara logika ada hal-hal di luar nalar yang menjadikanku semakin ikhlas bahwa menjadi guru di sebuah sekolah akan memupuk amal jariyah. Terus mengalir pahala yang kadang diterima langsung saat itu juga atau kadang kala tertunda di suatu masa. Aku pun yakin kelak di alam baka.
“Bu, ini Ibu tampak masih imut dan langsing.” celetuk salah satu staf sekolah yang masih baru tatkala menemukan map sekolah merah putih itu.
“Terima kasih, Dik!” sahutku waktu itu sambil tersenyum bahagia.
“Kenapa Ibu waktu itu ikut menjadi model dalam pencetakan map ini?” lanjutnya.
“Aku juga tidak tahu, waktu itu dipanggil untuk berkumpul di halaman SD dan diarahkan untuk berpose seperti yang tercetak.” singkat kujelaskan.
“Aku juga masih guru baru di sekolah ini. Semua guru dan peserta didik terpilih disarankan mengenakan kostum atau seragam bervariasi sesuai pembiasaan seragam harian di sekolah ini, sampai kaos olahraga juga pramuka,” lanjutku.
“Kok, belum ada yang berseragam SMA?” pertanyaan berikutnya.
“Oh ya. Saat itu sekolah kita belum ada SMA-nya, baru Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, dan Sekolah Menengah Pertama.” jawabku.
“Kamu harus bersyukur, Dik! Sekarang sekolah kita telah berkembang dengan sangat luar biasa. Sudah banyak peningkatan dan dikenal masyarakat luas. Kamu teruskan perjuangan para pendahulu, ya! Kita harus istiqomah dalam jalur yang benar, on the track istilahnya”, cerocosku saat itu
Demikianlah dialog singkat yang tiba-tiba muncul saat bersama staf sekolah. Dialog ringan yang kuharapkan mampu menjadi celupan atau pemantik menguatkan motivasi. Motivasi berjuang menegakkan kebaikan dan kebenaran dalam dunia pendidikan. Semua bagian harus “nyengkuyung” mewujudkan cita-cita mulia sepanjang masa.
Kreator : Dwi Astuti
Comment Closed: Map Sekolah Merah Putih
Sorry, comment are closed for this post.