KATEGORI
  • Adat & Budaya
  • Agrikultur
  • Aksi
  • Arsitektur
  • Artikel
  • Asmara
  • Autobiografi
  • autobiography
  • Bahasa & Sastra
  • Berita Alineaku
  • Bisnis
  • Branding
  • Catatan Harian
  • Cerita Anak
  • Cerita Pendek
  • Cerita Rakyat
  • Cerpen
  • Cinta
  • Cita – Cita dan Harapan
  • Dongeng
  • Drama
  • Ekonomi
  • Epos
  • Event
  • Fabel
  • Fantasi
  • Fiksi
  • Gaya Hidup
  • Hiburan
  • Hobi
  • Hubungan Antarpribadi
  • Hukum
  • Humanis
  • Humor
  • Ilmu Manajemen
  • Inspirasi
  • Istri
  • Kampus
  • Karir dan Kewirausahaan
  • Keagamaan
  • Keluarga
  • Kesehatan & Kecantikan
  • Kesehatan Mental
  • Ketenagakerjaan
  • Kisa Masa Kecil
  • Kisah Inspiratif
  • Kritik Media
  • Kuliner
  • Legenda
  • Lifestyle
  • Lingkungan Hidup
  • Manajemen
  • mengelola toko
  • Mental Health
  • Moralitas
  • Motivasi
  • Novel
  • Nutrisi
  • Nutrition
  • Opini
  • Organisasi
  • Otomotif
  • Parenting
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Pendidikan Karir
  • Pendidikan Keuangan
  • pengalaman hidup
  • Pengembangan Diri
  • Perjalanan Hidup
  • Pernikahan
  • Persahabatan
  • Pertemanan
  • Petualangan
  • Petualangan Alam
  • Pilih Kategori
  • Pilih Menu
  • Politik
  • Psikologi
  • Psikologi Sosial
  • Puisi
  • Romansa
  • Romantisme kehidupan
  • Rumah Tangga
  • Satir
  • SDM
  • Sejarah
  • Self-Acceptance
  • Self-Awareness
  • Seni & Budaya
  • Sosial
  • spiritual journey
  • Strategi
  • Teknologi
  • Tempat Wisata
  • Traveling
  • Uncategorized
  • Wanita
  • Beranda » Artikel » Mendidik dengan Hati

    Mendidik dengan Hati

    BY 03 Agu 2024 Dilihat: 305 kali
    Mendidik dengan Hati_alineaku

    Menjadi seorang guru adalah cita-cita saya semenjak masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD). Mayoritas keluarga saya adalah seorang guru. Mulai dari guru Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA) sampai Perguruan Tinggi atau yang lebih dikenal sebagai Dosen. Sempat saya bercita-cita untuk menjadi seorang Dosen, tetapi karena sesuatu hal saya memutuskan memilih untuk menjadi guru. 

    Keluarga besar saya yang notabene adalah guru, justru tidak memberi dukungan kepada saya untuk menjadi guru. Alasannya sederhana, karena gaji guru pada saat itu masih jauh dari kata cukup. Profesi lain jauh lebih menjanjikan daripada menjadi guru pada waktu itu. Namun, hal ini berbeda dengan pendapat bapak saya. Bapak memberikan dukungan penuh kepada saya untuk menjadi seorang guru. Selain karena bapak sendiri adalah seorang guru, beliau juga mengatakan menjadi seorang guru itu adalah tugas yang mulia. Bisa berbagi ilmu yang kita miliki kepada murid-murid. Sekaligus juga bisa memanjangkan usia atau awet muda. Terlebih lagi bagi saya seorang wanita, menjadi guru tentu akan lebih bisa memiliki waktu yang cukup untuk keluarga.

    Qadarullah, saya menjadi guru di usia 22 tahun. Pertama kali menjadi guru di salah satu Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) swasta yang terletak di Jawa Timur. Menjadi guru di usia muda bukanlah perkara yang mudah bagi saya. Sebab usia murid-murid saya juga tidak jauh berbeda. Apalagi murid-murid yang saya ajar mayoritas adalah laki-laki. Di tahun pertama mengajar, saya sempat menjadi bahan bercandaan oleh mereka di suatu jam kelas. Beruntungnya saya bisa mengendalikan emosi dari idealisme saya sebagai seorang guru muda kala itu, tentunya dengan segudang teori dan ilmu dari kampus. 

    Teori dan ilmu dari kampus saja ternyata tidak cukup untuk menjadi seorang guru. Saya mencoba untuk mendekati mereka dengan hati. Di tengah-tengah jam pelajaran ketika saya selesai menerangkan, saya mencoba untuk berbicara dengan murid-murid. Topik pembicaraan kami seputar keseharian mereka di rumah, tentang hal-hal yang membuat mereka antusias untuk bercerita. Saya berusaha membangun kedekatan bersama mereka. Hal ini tidak hanya saya lakukan di dalam kelas saja. Ketika di luar kelas seperti saat jam istirahat juga saya lakukan. Bahkan saya mengajak murid-murid untuk belajar bersama di rumah saya. Alhamdulillah, banyak anak yang tertarik dan mau bergabung belajar bersama. Namun demikian tidak sedikit juga yang melakukan penolakan terhadap apa yang saya lakukan. Beberapa diantara mereka tidak mau bergabung belajar bersama. Tidak mau juga bercerita bersama saya. Sebagian dari mereka hanya menganggap sekolah sebagai formalitas belaka. Mereka seakan pesimis dengan kata sekolah sebab kenyataan yang ada di lingkungan sekitar mereka terkadang tidak berpihak pada kata sekolah. Pintar di sekolah bukan tolok ukur seseorang itu sukses di kehidupan nyata, seperti itulah gambaran pemikiran sebagian dari mereka yang menolak.

    Pendidikan di sekolah memang tidak membuat kita bisa melakukan segala sesuatu di kehidupan kita atau dikatakan sukses. Tetapi pendidikan di sekolah memberikan kita pemahaman proses berpikir. Proses berpikir itulah yang sebenarnya bisa membuat kita sukses”.

     

    Seperti inilah kata-kata yang saya kutip dari Podcast Chairul Tanjung. Seorang pengusaha sukses asal Indonesia  sekaligus pemimpin CT. Coorporation. Kesuksesan adalah milik kita yang mau berusaha dan berdoa dengan sungguh-sungguh.

    Setiap usaha yang dilakukan harus selalu diiringi dengan doa. Saya berusaha mengenal karakteristik peserta didik, karena bagi seorang guru sangatlah penting. Karakteristik setiap peserta didik itu berbeda, sehingga guru tidak bisa serta merta memberikan perlakuan yang sama untuk mereka. Saya juga tidak melupakan mereka dalam doa-doa saya. Sampai di sini saya masih belajar untuk menjadi seorang guru.

    Seiring berjalannya waktu, takdir membawa saya untuk mengabdikan diri di suatu sekolah baru. Sekolah dengan latar belakang budaya yang sedikit berbeda dengan budaya saya. Sekolah dengan penuh sopan santun dan unggah-ungguh. Sekolah itu terletak di salah satu kota di Jawa Tengah. Saya terkesan dengan kesopanan murid-muridnya. Mereka juga memiliki semangat belajar yang baik. Di tempat baru ini saya merasa memperoleh semangat baru. Mencoba memberi semangat dan meyakinkan diri saya, bahwa menjadi guru adalah pilihan yang insyaallah tepat. 

    Apa yang saya rasakan ini ternyata tidak berselang lama. Kesan sopan-santun dan unggah-ungguh perlahan pudar seiring perkembangan zaman. Hampir setiap hari di setiap ruang kelas saya menemui murid yang mengantuk bahkan tertidur di kelas. Tidak hanya pada saat jam rawan mengantuk, melainkan saat jam masih pagi. Mereka sudah menahan kantuk yang cukup berat. Hal ini membuat saya penasaran. Saya mencoba mencari penyebab mengapa mereka mengatuk. Beberapa diantara mereka mengatakan bahwa tidur mereka terlalu larut, jam 12 malam atau bahkan jam satu dini hari mereka baru tidur. Alasannya ada yang bermain “gadget”, berselancar di kanal “Youtube”, dan media sosial lainnya. Ada juga yang beralasan nongkrong di warung kopi bersama teman-teman untuk sekedar ngobrol. Mendengar alasan-alasan yang diutarakan murid-murid, sedih rasanya hati ini. Ternyata dunia “gadget” sudah mengubah kebiasaan mereka.

    Sebagai seorang guru, mendengar alasan seperti ini rasanya sedih. Mereka menjadi malas untuk belajar di sekolah. Saya teringat akan kata-kata seorang ulama besar dari Kota Rembang, Jawa Tengah yaitu K.H. Maimoen Zubair untuk guru. Salah satunya seperti ini:

     

    “Jadi guru itu tidak usah punya niat bikin orang pintar. Nanti kamu hanya marah-marah ketika melihat muridmu tidak pintar. Yang penting niat menyampaikan ilmu dan mendidik yang baik. Masalah muridmu kelak jadi pintar atau tidak, serahkan kepada Allah SWT. Di doakan saja terus menerus agar muridmu mendapat hidayah”.

     

    Di samping beberapa alasan yang diutarakan, ada beberapa dari mereka yang ternyata sudah bekerja. Mereka memanfaatkan waktu malam hari untuk bekerja, sekedar sebagai tambahan uang saku atau juga memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sebab diantara mereka ada yang sudah menjadi yatim. Ada yang bekerja sebagai penjaga angkringan, ikut bongkar pasang panggung dan sound system, mengangkat pasir, bahkan menjadi juru bubut ayam yang di distribusikan ke pasar setiap pagi hari. 

    Saya sebagai guru yang juga pernah menjadi seorang murid, hanya berkewajiban belajar saja. Sejenak saya terdiam, menahan kesedihan sekaligus keharuan mendengar cerita mereka satu per satu. Mereka sungguh luar biasa, di usia sekolah mereka seharusnya hanya belajar. Namun, mereka sudah harus bekerja dengan alasan ekonomi. Tidak ayal ketika mereka di sekolah, hanya rasa kantuk yang menggelayut di tubuh mereka.

    Saya menyadari tugas saya sebagai seorang guru tidak hanya mengajar, melainkan juga mendidik. Berusaha untuk mengerti keadaan mereka. Memberikan nasehat kepada mereka yang hanya menghabiskan waktu untuk bermain “gadget” agar jangan pernah melalaikan tugas utama mereka sebagai seorang murid. Serta memberikan semangat kepada mereka yang harus belajar sekaligus bekerja. Pembelajaran yang saya berikan di kelas sering sekali saya selingi dengan bercerita, sharing dan diskusi tentang kehidupan. Mencoba mendekati mereka dengan mengetahui kebiasaan mereka sehari-hari di rumah.  Agar saya mampu menghadirkan pembelajaran yang sesuai dengan keinginan anak-anak. Tidak jarang juga saya menggunakan “gadget” sebagai media dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM). Sekali lagi bukan hanya sekedar mengajar melainkan juga harus mendidik.

    Sebagaimana hadits tentang Pendidikan Anak. Hadist yang menarik dan patut menjadi renungan dalam pendidikan anak-anak kita. Rasulullah SAW. bersabda:

     

    “Ajarilah anak-anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka hidup di zaman mereka bukan pada zamanmu. Sesungguhnya mereka diciptakan untuk zamannya, sedangkan kalian diciptakan untuk zaman kalian”. (H.R. Ali Bin Abi Thalib)

    Ibu Bapak Guru, tantangan kita kedepannya semakin besar terhadap generasi penerus bangsa. Marilah kita mendidik mereka dengan hati, sebab segala sesuatu yang berasal dari hati insyaallah sampainya akan ke hati pula. Mendidik mereka sesuai dengan zamannya. Jangan lupa pula kita selipkan doa untuk mereka murid-murid kita. Semangat untuk kita para guru di seluruh tanah air Indonesia, untuk masa depan bangsa yang lebih baik. Amin.

     

     

    Kreator : Putri Noviana

    Bagikan ke

    Comment Closed: Mendidik dengan Hati

    Sorry, comment are closed for this post.

    Popular News

    • Part 15: Warung Kopi Klotok  Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]

      Okt 01, 2024
    • Part 16 : Alun – Alun  Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]

      Okt 16, 2024
    • Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]

      Sep 18, 2024
    • Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]

      Sep 07, 2024
    • Part 12 : Cemburu Rama langsung memukul Jaka saat Jaka baru saja masuk ke ruang kerjanya Rama. Jaka yang meringis bukannya marah namun malah tersenyum terhadap Rama karena Jaka tahu bahwa Rama lagi cemburu terhadapnya. Rama males menjawab salam dari Jaka namun sebagai orang yang punya adab Rama harus menjawab salam dari Jaka dengan sopan. […]

      Sep 05, 2024

    Latest News

    Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]

    Jun 21, 2021

    Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]

    Des 07, 2021

    Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,,  begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]

    Des 07, 2021

    Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]

    Des 07, 2021

    Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]

    Des 07, 2021