Pagi itu, kabut tipis masih menyelimuti desa di lereng Banyumas. Angin sepoi-sepoi membawa aroma tanah basah, hasil hujan semalam. Fajar menggantungkan ranselnya di bahu, berjalan dengan langkah ringan menuju Curug Gemericik, air terjun tersembunyi yang menjadi salah satu kebanggaan desa.
Namun, tujuan Fajar bukan hanya curug. Di pinggir jalan menuju curug, ada sebuah warung kecil sederhana yang sudah terkenal di kalangan warga sekitar dan pengunjung. Pemiliknya, Mbok Ratmi, adalah legenda lokal karena mendoannya. Mendoan buatan Mbok Ratmi tidak seperti mendoan lain. Tempe tipis khas Banyumas itu digoreng setengah matang, dibalut tepung berbumbu yang lembut, lalu disajikan panas-panas bersama sambal kecap pedas racikannya.
“Mau ke curug, Le?” tanya Mbok Ratmi ramah saat Fajar tiba di warungnya.
“Iya, Mbok. Tapi nggak afdal kalau nggak bawa mendoan Mbok Ratmi,” jawab Fajar sambil terkekeh.
Mbok Ratmi tertawa kecil sambil menyiapkan mendoan.
“Mendoan ini cuma enak kalau di sini. Sudah pernah dicoba bikin di kota, tapi rasanya beda,” katanya sambil menggoreng beberapa potong tempe.
Aroma wangi gorengan langsung menguar, bercampur dengan aroma sambal kecap yang baru selesai dibuat.
Fajar mengangguk setuju. Rasanya, ada kehangatan tersendiri saat makan mendoan buatan Mbok Ratmi di tempat ini, seolah ada cinta dan sentuhan khas Banyumas di setiap gigitannya. Setelah membayar dan mengucapkan terima kasih, Fajar melanjutkan perjalanannya menuju curug dengan bungkusan daun pisang di tangan.
Setelah berjalan hampir setengah jam, suara gemericik air semakin jelas terdengar. Curug Gemericik menyambutnya dengan keindahan yang memukau. Aliran air jernih jatuh dari tebing hijau, menciptakan kabut tipis di sekitarnya. Batu-batu besar di pinggir kolam menambah kesan alami yang memanjakan mata.
Fajar memilih duduk di atas batu besar yang datar, membuka bungkusan daun pisang dengan hati-hati. Aroma mendoan yang gurih langsung menyeruak. Ia mencelupkan mendoan pertama ke dalam sambal kecap. Gigitan pertama membuatnya tersenyum puas. Rasa gurih tempe berpadu dengan manis pedas sambal kecap, menciptakan harmoni rasa yang sempurna.
Ia teringat kata-kata Mbok Ratmi, “Mendoan ini cuma enak kalau di sini.”
Benar adanya. Suasana alam Banyumas yang asri, gemericik air, dan kesejukan udara membuat mendoan ini terasa jauh lebih istimewa dibanding mendoan yang pernah ia makan di tempat lain.
Sambil menikmati mendoan, Fajar memandangi curug yang terus mengalir tanpa henti. Alam seperti berbicara dalam keheningan, mengajaknya untuk lebih menghargai kesederhanaan. Dalam benaknya, ia berpikir betapa beruntungnya bisa merasakan kebahagiaan sederhana seperti ini—makan mendoan hangat di tengah keindahan curug.
Ketika mendoan terakhir habis, Fajar membersihkan bungkusannya, memastikan tidak ada sampah yang tertinggal. Sebelum pulang, ia berdiri sejenak, memandang curug sekali lagi.
“Lain kali, aku harus ajak teman-teman ke sini. Biar mereka tahu, ini surga kecil yang cuma ada di Banyumas,” gumamnya sambil tersenyum puas.
Dan, begitu langkahnya kembali ke jalan setapak, ia tahu hari itu akan selalu menjadi salah satu kenangan terindahnya.
Kreator : Safitri Pramei Hastuti
Comment Closed: Mendoan di Curug Gemericik: Kenikmatan yang Hanya Ada di Banyumas
Sorry, comment are closed for this post.