KATEGORI
  • Adat & Budaya
  • Agrikultur
  • Aksi
  • Arsitektur
  • Artikel
  • Asmara
  • Autobiografi
  • autobiography
  • Bahasa & Sastra
  • Berita Alineaku
  • Bisnis
  • Branding
  • Catatan Harian
  • Cerita Anak
  • Cerita Pendek
  • Cerita Rakyat
  • Cerpen
  • Cinta
  • Cita – Cita dan Harapan
  • Dongeng
  • Drama
  • Ekonomi
  • Epos
  • Event
  • Fabel
  • Fantasi
  • Fiksi
  • Gaya Hidup
  • Hiburan
  • Hobi
  • Hubungan Antarpribadi
  • Hukum
  • Humanis
  • Humor
  • Ilmu Manajemen
  • Inspirasi
  • Istri
  • Kampus
  • Karir dan Kewirausahaan
  • Keagamaan
  • Keluarga
  • Kesehatan & Kecantikan
  • Kesehatan Mental
  • Ketenagakerjaan
  • Kisa Masa Kecil
  • Kisah Inspiratif
  • Kritik Media
  • Kuliner
  • Legenda
  • Lifestyle
  • Lingkungan Hidup
  • Manajemen
  • mengelola toko
  • Mental Health
  • Moralitas
  • Motivasi
  • Novel
  • Nutrisi
  • Nutrition
  • Opini
  • Organisasi
  • Otomotif
  • Parenting
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Pendidikan Karir
  • Pendidikan Keuangan
  • pengalaman hidup
  • Pengembangan Diri
  • Perjalanan Hidup
  • Pernikahan
  • Persahabatan
  • Pertemanan
  • Petualangan
  • Petualangan Alam
  • Pilih Kategori
  • Pilih Menu
  • Politik
  • Psikologi
  • Psikologi Sosial
  • Puisi
  • Romansa
  • Romantisme kehidupan
  • Rumah Tangga
  • Satir
  • SDM
  • Sejarah
  • Self-Acceptance
  • Self-Awareness
  • Seni & Budaya
  • Sosial
  • spiritual journey
  • Strategi
  • Teknologi
  • Tempat Wisata
  • Traveling
  • Uncategorized
  • Wanita
  • Beranda » Artikel » Mengapa Orang Baik Sering Menderita?

    Mengapa Orang Baik Sering Menderita?

    BY 13 Agu 2024 Dilihat: 124 kali
    Mengapa Orang Baik Sering Menderita_alineaku

    Pujian adalah salah satu bentuk penghargaan yang paling mendasar dalam interaksi sosial manusia. Ketika seseorang dipuji atas kebaikan atau kerja kerasnya, ada dorongan alami untuk terus mempertahankan atau bahkan meningkatkan perilaku tersebut. Namun, pujian juga bisa menjadi pedang bermata dua, terutama ketika pujian itu menempatkan seseorang dalam kerangka yang sulit untuk dilepaskan. Ketika seseorang terus-menerus dipuji sebagai “orang baik,” apakah itu memotivasi mereka untuk terus berbuat baik, atau justru menjerat mereka dalam lingkaran harapan sosial yang tak terhindarkan?

    Seorang filsuf Jerman, Friedrich Nietzsche, pernah mengatakan, “Mereka yang tahu cara memberikan pujian juga tahu cara menyuntikkan racun ke dalam hati.” Pujian, yang pada awalnya mungkin dimaksudkan untuk memberikan dorongan, bisa menjadi beban yang berat bagi seseorang yang selalu berusaha untuk memenuhi ekspektasi orang lain. Orang baik sering kali merasa terjebak dalam peran ini, di mana mereka harus selalu menempatkan kepentingan orang lain di atas kepentingan mereka sendiri.

    Sejak kecil, kita diajarkan untuk patuh kepada orang tua, guru, dan keluarga. Kita diajarkan bahwa menjadi orang baik adalah tentang mengorbankan diri demi orang lain, tentang menahan keinginan pribadi demi kebahagiaan orang lain. Ini adalah nilai-nilai yang mulia, tetapi apakah ada titik di mana kebaikan ini mulai menjadi beban yang tak tertahankan?

    Kenyataannya, banyak orang baik yang menderita dalam diam. Mereka sering mengalami tekanan batin, serangan panik, atau gangguan emosional lainnya. Hubungan antar manusia memang rumit, dan menjadi orang baik tidak selalu berarti kebahagiaan yang mutlak. Sering kali, orang baik adalah mereka yang penuh dengan kelembutan, sopan santun, dan perhatian yang besar terhadap orang lain. Mereka rela berkorban demi kepentingan orang lain, mengutamakan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi. Namun, di balik semua itu, mereka sering kali menekan perasaan dan keinginan mereka sendiri.

    Seorang filsuf Tiongkok, Laozi, mengatakan, “Mereka yang memahami orang lain adalah bijak; mereka yang memahami diri sendiri adalah tercerahkan.” Dalam banyak kasus, orang baik terlalu sibuk memahami dan memenuhi kebutuhan orang lain hingga mereka kehilangan kemampuan untuk memahami dan memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Ketika seseorang dipuji sebagai “orang baik,” mereka sering kali merasa terjebak dalam peran tersebut, di mana mereka harus selalu mematuhi harapan orang lain, bahkan ketika itu berarti mengorbankan kesejahteraan emosional mereka sendiri.

    Misalnya, dalam lingkungan akademis, seorang teman yang baik sering kali menerima lebih banyak tugas daripada yang lain. Rekan-rekan kelompok yang lebih pintar atau berkepribadian kuat seringkali memberikan tugas yang tidak ingin mereka kerjakan kepada teman yang baik ini. Pada awalnya, mungkin teman baik tersebut menganggap ini sebagai bentuk tanggung jawab, tetapi seiring waktu, ini bisa menjadi sumber stres yang besar. Mereka merasa tidak dihargai, dan rasa kewajiban yang awalnya mendorong mereka untuk berbuat baik berubah menjadi beban.

    Ketika kita menyebut seseorang “baik,” sering kali yang kita maksud adalah bahwa mereka menuruti keinginan orang lain dan tidak mementingkan diri sendiri. Mereka menahan keinginan pribadi demi memenuhi harapan orang lain. Namun, apa yang terjadi ketika mereka terlalu sering memikirkan orang lain hingga mereka kehilangan kemampuan untuk menyampaikan keinginan mereka sendiri?

    Filsuf Prancis, Jean-Paul Sartre, menyatakan, “Neraka adalah orang lain.” Pernyataan ini menggambarkan betapa sulitnya bagi seseorang untuk terus-menerus hidup sesuai dengan harapan orang lain. Ketika seseorang tidak dapat menyuarakan keinginan mereka sendiri, mereka akhirnya terjebak dalam neraka yang diciptakan oleh harapan orang lain. Mereka merasa terikat pada peran yang tidak bisa mereka lepaskan, dan ini bisa menjadi sumber penderitaan mental yang serius.

    Belajar untuk mengungkapkan perasaan dan keinginan pribadi tanpa merasa bersalah adalah langkah penting dalam menjaga kesehatan mental. Perasaan yang ditekan dan tidak diungkapkan dapat menjadi sumber masalah psikologis. Seperti yang dikatakan oleh Rollo May, seorang psikolog eksistensialis, “Kebebasan adalah keberanian untuk menjadi diri sendiri.” Ini berarti memiliki keberanian untuk menyuarakan apa yang kita rasakan dan inginkan, bahkan ketika itu mungkin tidak sesuai dengan harapan orang lain.

    Bahkan dalam situasi sederhana, seperti memilih minuman, seseorang harus belajar untuk menyuarakan keinginan mereka. Misalnya, ketika semua orang di sekitar mereka memutuskan untuk memesan kopi, tetapi mereka lebih ingin minum teh, tidak ada salahnya mengatakan, “Aku mau minum teh.” Ini mungkin terdengar sepele, tetapi langkah kecil seperti ini bisa menjadi awal dari perubahan besar dalam cara seseorang memperlakukan diri mereka sendiri.

    Menjadi orang baik tidak berarti harus selalu mengorbankan diri. Penting untuk diingat bahwa perasaan dan kebutuhan kita juga penting. Kebahagiaan sejati tidak datang dari selalu menyenangkan orang lain, tetapi dari keseimbangan antara memberi dan menerima, antara peduli pada orang lain dan menjaga diri sendiri. Seperti yang dikatakan oleh Aristoteles, “Kebajikan adalah keseimbangan antara dua ekstrem.” Dalam dunia yang sering kali penuh dengan ekspektasi dan tekanan sosial, orang baik harus belajar bahwa kebaikan sejati dimulai dari dalam, dengan merawat diri mereka sendiri terlebih dahulu sebelum merawat orang lain.

    Pada akhirnya, kita perlu memahami bahwa pujian atas kebaikan memang bisa menjadi motivator, tetapi jika tidak diimbangi dengan pemahaman akan kebutuhan diri sendiri, pujian itu bisa berubah menjadi tekanan yang tak terelakkan. Orang baik menderita bukan karena kebaikan mereka, tetapi karena mereka merasa harus selalu memenuhi harapan orang lain, bahkan ketika itu berarti mengabaikan kesejahteraan mereka sendiri. Mengungkapkan perasaan dan kebutuhan pribadi adalah langkah awal untuk mengurangi beban ini dan menemukan kebahagiaan yang lebih autentik.

     

     

    Kreator : Wista

    Bagikan ke

    Comment Closed: Mengapa Orang Baik Sering Menderita?

    Sorry, comment are closed for this post.

    Popular News

    • Part 15: Warung Kopi Klotok  Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]

      Okt 01, 2024
    • Part 16 : Alun – Alun  Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]

      Okt 16, 2024
    • Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]

      Sep 18, 2024
    • Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]

      Sep 07, 2024
    • Part 12 : Cemburu Rama langsung memukul Jaka saat Jaka baru saja masuk ke ruang kerjanya Rama. Jaka yang meringis bukannya marah namun malah tersenyum terhadap Rama karena Jaka tahu bahwa Rama lagi cemburu terhadapnya. Rama males menjawab salam dari Jaka namun sebagai orang yang punya adab Rama harus menjawab salam dari Jaka dengan sopan. […]

      Sep 05, 2024

    Latest News

    Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]

    Jun 21, 2021

    Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]

    Des 07, 2021

    Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,,  begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]

    Des 07, 2021

    Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]

    Des 07, 2021

    Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]

    Des 07, 2021