“Bapak … Tunggu, Pak. aku ikut ke masjid. Tapi, aku gak mau naik sepeda onthel sendiri. Bareng Bapak saja.” Teriak Dewi memanggil ketika Bapak sudah menyalakan mesin sepeda motornya.
“Ayo, cepetan dikit. Adzan sudah selesai.” Jawab Bapak yang menandakan bersedia menunggu anaknya.
Bergegas Dewi mengembalikan handuk yang dipakai setelah mandi dan mengambil mukena yang sudah disiapkan di ruang tamu.
“Iya Pak, ini sudah siap.” Sambil melangkahkan kakinya keluar rumah menuju ke arah Bapak yang sudah menunggu di atas sepeda motornya.
Bapak segera menarik gas dan meluncur ke masjid jamik yang tak jauh dari rumahnya. Tak lama mereka melaju ternyata sudah sampai di masjid. Mereka segera memarkir motornya dan berjalan menuju pintu masjid. Di sebelah kiri pintu masjid disediakan kulkas yang berisi minuman.
Namanya anak, Dewi langsung membuka pintu kulkas dan mengambil gelas air mineral. Melihat anaknya langsung mengambil air, Bapak langsung menegur, mengingatkan dan memberi pengertian kepada anaknya.
”Nduk, air yang disiapkan di masjid itu disediakan untuk musafir. Jadi kita jangan asal mengambil. Apalagi kita baru datang dari rumah. kita belum berbuat apa-apa untuk masjid kok mengambil sesuatu yang bukan hak kita. Besok lagi jangan seperti itu ya.” Bapak menegaskan.
“Iya, Pak. Sebenarnya aku juga belum begitu haus. Tapi melihat air dingin disiapkan untuk umum ya aku jadi kepingin minum air dingin.” Jawab Dewi sedikit membela diri.
Selama melaksanakan shalat Dewi mengingat-ingat istilah asing yang ia baru dengar dari Bapak itu. Walaupun badan terus mengikuti gerakan sholat dengan tertib tetapi dia tidak bisa khusuk membaca bacaan shalatnya. Dalam pikirannya hanya mengingat-ingat kata musafir. Baginya lucu, bagus, dan aneh.
Sesampainya di rumah, Dewi langsung bertanya kepada Bapak.
“Pak Bapak, musafir yang dibilangin Bapak waktu di masjid aku ambil air tadi itu apa, Pak?” tanya si Dewi penuh harap ingin mengetahui artinya. Rasa penasaran yang tak terbendung membuatnya tak sabar menunggu jawaban dari Bapak.
“Musafir itu orang yang sedang menempuh perjalanan jauh. Di setiap masjid disediakan kulkas berisi minuman itu lebih utama disediakan untuk para musafir, walaupun boleh juga untuk para jamaah. Tetapi kita sebagai jamaah juga harus tahu diri, kalau bisa kita minum di rumah mengapa harus minum di masjid. Kalau kita tidak mengambil itu lebih baik maksudnya biar bagian yang mestinya untuk kita, itu bisa untuk orang lain. Begitu lo, paham?” Bapak menjelaskan.
############################
Kreator : Endah Suryani, S. Pd AUD
Comment Closed: Musafir
Sorry, comment are closed for this post.