Terima kasih, Nduk…
Telah memberi rasa bermakna tertanam dalam hati Ibu.
Ketika Ibu tahu kamu di sini, di rahim Ibu.
Kita berbagi nyawa, hidup, dan kehidupan.
Nafas Ibu adalah juga nafasmu.
Makanan dan minuman Ibu adalah juga makanan dan minumanmu.
Bukan hanya untuk tubuh, tetapi juga untuk jiwa dan ruh.
Terima kasih, Nduk…
Telah menemani kala Ibu berduka sebegitu dalamnya.
Ketika malam sudah mendekati pagi, tetapi Ayahmu belum juga kembali.
Dalam diam kamu ingatkan Ibu untuk tenang.
Sebab tenangmu adalah tenang Ibu, damai Ibu adalah damaimu.
Di sini hati kita mulai saling berpelukan dalam pelukan-Nya.
Meski belum Ibu lihat wajahmu, dan kamu masih di hangatnya rahim Ibu.
Terima kasih, Nduk…
Telah hadir membawa wajah cantik berbentuk hati.
Mengajari Ibu menguasai diri untuk menjadi rendah hati.
Tahukah kamu, besarnya rindu terpisah empat hari darimu?
Tahukah kamu besarnya hati Ibu, kala pertama kali memandang dirimu dalam dekap pangkuan Ibu?
Besar sekali, Nduk, sangat besar sekali.
Terima kasih, Nduk…
Telah tumbuh dan berkembang bersama Ibu dalam rengkuhan semesta.
Bahagianya Ibu melihatmu tersenyum, tertawa, meracau lucu.
Kita mulai berbagi cerita dalam rangkaian kata-kata.
Kita saling mengerti bukan dalam logika, melainkan dalam hati dan rasa.
Terima kasih, Nduk…
Telah menguatkan Ibu, menghadapi ayahmu yang kembali begitu.
Memampukan Ibu memaafkan lagi dan lagi.
Sebab kamu adalah tanggung jawab indah Ibu pada-Nya.
Dan kamu belum lagi setahun waktu itu, masih bayi.
Kita sudah berbagi duka, yang nyaris berakhir di ujung tawa canda kita,
di senyumanmu yang tanpa dosa.
Terima kasih, Nduk…
Telah mengajari Ibu menjadi Ibu.
Menjadi Ibu yang punya ruang bersalah untuk dirinya.
Menjadi Ibu yang punya ruang bersalah untuk putrinya.
Menjadi Ibu yang rendah hati menerima kekurangan putrinya.
Tetap Ibumu ketika kamu begitu nakalnya.
Tetap Ibumu ketika kamu begitu menjengkelkannya.
Tetap Ibumu ketika kita begitu berbeda.
Terima kasih, Nduk…
Telah membuat Ibu begitu bangganya.
Melihatmu disana menarikan tarian balerina pertamamu.
Kamu bukan yang tercantik di pentas itu.
Sanggul cepol mu hanya buatan Ibu, bukan salon.
Riasan wajahmu juga hanya buatan Ibu, bukan salon.
Kamu bukan yang terbaik di pertunjukan itu.
Gerakanmu kaku di sana sini.
Tak pernah salah, tetapi kaku menghitung langkah.
Bagi yang lain, mungkin kamu biasa saja.
Tetapi bagi Ibu, kamu istimewa, sangat istimewa sekali.
Karena kamu putriku, karena aku Ibumu, Nduk…
Terima kasih, Nduk…
Telah hadir di rahim dan hidupku.
Telah menjadikan aku seorang Ibu.
Telah menjadi putriku, anak perempuanku.
Telah menjadi yang istimewa bagiku.
Terima kasih banyak, putriku…
Masih banyak cerita, yang akan ku ungkap tentang kita.
Semoga masih ada waktu…
Ruang belajar hidup, awal minggu kedua Oktober biru.
Kreator : E.B. Mustafa
Comment Closed: Nduk
Sorry, comment are closed for this post.