KATEGORI
  • Adat & Budaya
  • Agrikultur
  • Aksi
  • Arsitektur
  • Artikel
  • Asmara
  • Autobiografi
  • autobiography
  • Bahasa & Sastra
  • Berita Alineaku
  • Bisnis
  • Branding
  • Cerita Anak
  • Cerita Pendek
  • Cerita Rakyat
  • Cerpen
  • Cinta
  • Cita – Cita dan Harapan
  • Dongeng
  • Drama
  • Ekonomi
  • Epos
  • Event
  • Fabel
  • Fantasi
  • Fiksi
  • Gaya Hidup
  • Hiburan
  • Hobi
  • Hubungan Antarpribadi
  • Hukum
  • Humanis
  • Humor
  • Ilmu Manajemen
  • Inspirasi
  • Istri
  • Kampus
  • Karir dan Kewirausahaan
  • Keagamaan
  • Keluarga
  • Kesehatan & Kecantikan
  • Kesehatan Mental
  • Ketenagakerjaan
  • Kisa Masa Kecil
  • Kritik Media
  • Kuliner
  • Legenda
  • Lifestyle
  • Lingkungan Hidup
  • mengelola toko
  • Mental Health
  • Moralitas
  • Motivasi
  • Novel
  • Nutrisi
  • Nutrition
  • Otomotif
  • Parenting
  • Pendidikan
  • Pendidikan Karir
  • Pendidikan Keuangan
  • pengalaman hidup
  • Pengembangan Diri
  • Perjalanan Hidup
  • Pernikahan
  • Persahabatan
  • Pertemanan
  • Petualangan
  • Petualangan Alam
  • Pilih Kategori
  • Pilih Menu
  • Politik
  • Psikologi
  • Psikologi Sosial
  • Puisi
  • Romansa
  • Romantisme kehidupan
  • Rumah Tangga
  • Satir
  • Sejarah
  • Self-Acceptance
  • Self-Awareness
  • Seni & Budaya
  • Sosial
  • spiritual journey
  • Strategi
  • Teknologi
  • Tempat Wisata
  • Traveling
  • Uncategorized
  • Wanita
  • Beranda » Aksi » Pelatihan Di Alam Nadvore

    Pelatihan Di Alam Nadvore

    BY 25 Jun 2024 Dilihat: 62 kali
    Pelatihan Di Alam Nadvore_alineaku

    Tubuh Ilta terbaring tak berdaya di ranjangnya, nafasnya berhembus perlahan dan lemah. Sementara itu, jiwanya memasuki alam Nadvore, dunia roh yang hanya bisa diakses oleh mereka yang sudah mati. Di sini, waktu berjalan dengan cara yang berbeda. Apa yang terasa seperti bertahun-tahun di alam Nadvore hanya beberapa bulan di alam Zivotu.

     

    Ilta tiba di sebuah padang rumput yang luas, dihiasi dengan berbagai bunga dan pohon-pohon raksasa yang menjulang tinggi. Udara disini terasa lebih segar, dan langit selalu tampak cerah, meskipun tidak ada matahari yang terlihat. 

     

    Di kejauhan, berdiri seorang pria tua dengan jenggot putih panjang dan mata yang penuh kebijaksanaan – Vadim Jedlicka, kakek Ilta yang telah lama meninggal. Sosok itu berjalan mendekat, langkahnya mantap dan penuh keyakinan.

     

    “Selamat datang, Ilta,” katanya dengan suara yang dalam dan tenang. “Aku adalah kakekmu, Vadim Jedlicka. Di sinilah kau akan memulai perjalananmu dalam menjalani ujian dari Sang Ilahi.”

     

    Ilta, meski bingung, merasakan ketenangan yang mendalam di hadapan leluhurnya. “Kakek Vadim, di mana aku? Apa yang terjadi padaku?”

     

    “Ini adalah alam Nadvore, tempat di mana roh-roh berdiam diri dan mengalami siklus kehidupan selanjutnya. Kau akan tinggal di sini untuk belajar dan berlatih, para leluhurmu akan mempersiapkanmu untuk tugas besar yang menantimu,” kata Vadim dengan suara penuh wibawa.

     

    Ilta melihat sekeliling dengan cemas, ingatannya saat terjatuh ke dalam jurang masih membekas. “Kakek, apakah ini ada hubungannya dengan aku sebagai kandidat Utusan Sang Ilahi?” tanyanya, mencari jawaban atas peristiwa yang terjadi.

     

    Vadim mengangguk, “Kau adalah yang kedua terpilih dari keluarga Jedlicka. Sebelumnya, pendiri keluarga kita, Zora Jedlicka, yang mengemban peran sebagai Utusan Sang Ilahi.”

     

    Vadim membimbing Ilta ke sebuah desa kecil yang dihuni oleh leluhur-leluhurnya. Setiap rumah di pemukiman itu dipenuhi dengan aura pengetahuan dan kekuatan yang telah diwariskan dari generasi ke generasi. Suasana desa itu terasa damai namun penuh kekuatan misterius.

     

    Sesampainya di pondok sederhana yang dipenuhi oleh buku-buku, Ilta duduk di sebuah kursi tua. Vadim duduk di seberangnya, wajahnya penuh kebijaksanaan dan kesabaran. “Ilta, menjadi kandidat Utusan Sang Ilahi tidaklah mudah,” katanya pelan, menatap sang cucu dengan penuh prihatin.

     

    Ilta mengangguk kecil, mulai bercerita dengan suara bergetar, “Aku… terlahir dengan mata yang berbeda. Banyak orang takut padaku, terutama tujuh keluarga utama selain keluarga Videnbe.” Suaranya terdengar lemah, menahan air matanya dengan paksa.

     

    Vadim mendengarkan dengan seksama, “Kami semua melihatnya dari sini, Ilta. Kami merasa kesal melihat perubahan dari keluarga utama. Namun, ada konspirasi di balik semua ini. Deniluc, sosok yang mengendalikan para perwakilan keluarga utama, bertanggung jawab atas semua peristiwa buruk setelah kematian kakek.”

     

    Ilta terkejut mendengar penjelasan Vadim. Setelah mengetahui kebenaran, dia menetapkan tujuannya. “Bagaimana aku melawannya, Kek? Keluarga Videnbe terancam oleh keberadaannya. Ayah dan Bunda juga menghilang dan berita kematianku telah tersebar. Keluarga Jedlicka akan menghilang jika keadaan terus begini. Tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa karena aku masih lemah,” katanya kesal pada dirinya sendiri.

     

    Vadim mendekatinya perlahan, berkata dengan suara penuh kasih sayang, “Karena itulah kami ada di sini. Kami akan mengajarimu segala sesuatu yang diperlukan untuk melawan Deniluc.”

     

    “Baik, Kakek. Saya akan berusaha keras,” jawab Ilta dengan mantap. Mata hitamnya memancarkan semangat, sementara mata putihnya mulai bersinar redup, tanda kekuatan Indigo yang ada di dalam dirinya.

     

    Bela diri dan Senjata 

    Keesokan paginya, Ilta bangun dengan semangat baru di hatinya. Ia melangkah keluar dari pondok, menuju lapangan terbuka yang dikelilingi pepohonan tinggi dan bunga yang beraneka warna. Langit biru yang cerah membentang di atasnya, menciptakan suasana yang damai namun penuh harapan.

     

    Di tengah lapangan yang luas, berdiri seorang pria dengan postur tubuh kekar dan kokoh. Otot-ototnya terlihat tegas, menandakan pengalaman bertahun-tahun dalam latihan fisik dan pertempuran. Kulitnya berwarna kecoklatan, sedikit kasar akibat paparan matahari dan kerasnya kehidupan sebagai prajurit.

     

    Borislav Jedlicka, mantan panglima yang hebat dan ahli bela diri, memiliki tinggi sekitar 6 kaki dengan bahu yang lebar dan punggung yang tegap. Rambutnya yang hitam pekat disisir rapi ke belakang, menyisakan sedikit kilau abu-abu di sisi-sisinya yang menunjukkan usianya yang matang. Janggutnya yang tebal dan terawat dengan baik menambah kesan kewibawaan dan kekuatannya.

     

    Matanya yang tajam berwarna biru gelap, memancarkan ketegasan dan pengalaman hidup yang mendalam. Tatapannya bisa menembus jiwa, mengungkapkan kepercayaan diri dan keahlian yang telah diasah selama bertahun-tahun di medan perang. Di wajahnya yang keras, terdapat beberapa bekas luka samar, tanda pertempuran yang pernah ia alami.

     

    Borislav mengenakan pakaian latihan sederhana namun praktis: celana panjang hitam yang kuat, sepatu bot kulit yang kokoh, dan kaos tanpa lengan yang memamerkan otot-otot lengannya. Di pinggangnya, tergantung sebuah pedang panjang yang terlihat sudah berumur tetapi masih terawat dengan baik. Di tangan kanannya, ia memegang sebuah tongkat latihan, menunjukkan persiapannya untuk mengajar.

     

    Senyuman penuh semangat menghiasi wajahnya saat ia menyambut Ilta. Senyuman itu meskipun jarang muncul, memancarkan kehangatan yang mengisyaratkan kasih sayang dan kebanggaan. Meskipun penampilannya tegas dan keras, Borislav menunjukkan sisi manusiawi yang peduli dan siap membimbing dengan penuh dedikasi.

     

    “Selamat pagi, Ilta,” sapanya dengan suara dalam dan tenang. “Aku Borislav, kau bisa memanggilku Leluhur Borislav.” Senyuman penuh semangat menghiasi wajahnya yang tegas. “Hari ini kita akan memulai pelatihan. Dasar-dasar bela diri adalah fondasi dari semua keterampilan lainnya. Kekuatan, kecepatan, dan ketepatan adalah kunci dalam pertarungan, tetapi ingatlah, pikiran yang tenang adalah senjata terkuat mu.”

     

    Ilta, membalas dengan hormat, “Mohon bantuannya, Leluhur Borislav!” katanya sopan namun penuh semangat, tekad di matanya membara dengan hebat.

     

    Borislav tersenyum melihat semangat Ilta, lalu mulai mengajarkannya gerakan-gerakan dasar bela diri. Dengan ketelitian seorang ahli, Borislav menunjukkan gerakan-gerakan pukulan, tendangan, dan teknik mengunci.

     

    “Perhatikan gerakan tanganmu,” kata Borislav sambil memposisikan tangan Ilta dengan benar. “Jangan terlalu kaku, biarkan aliran energi alam mengalir melalui tubuhmu. Pertarungan bukan hanya tentang kekuatan fisik, tetapi juga tentang keseimbangan dan harmoni.”

     

    Ilta mengikuti instruksi dengan cermat, merasakan setiap gerakan dan memahami aliran energi alam yang dimaksud oleh Borislav. Ia merasakan otot-ototnya bekerja keras, keringat mulai membasahi tubuhnya. Latihan ini tidak hanya menguji fisiknya, tetapi juga fokus dan ketenangannya.

     

    Saat matahari semakin tinggi di langit, mereka mengambil jeda sejenak. Borislav duduk di bawah pohon besar, sementara Ilta mengambil napas dalam-dalam, merasakan energi baru yang mengalir dalam dirinya.

     

    “Leluhur Borislav,” panggil Ilta, “aku ingin tahu, apakah normal untuk memiliki kekuatan seperti ini di usiaku?” tanyanya dengan penuh rasa ingin tahu.

     

    Borislav tersenyum sambil menjawab, “Setiap orang memiliki kekuatan uniknya sendiri, Ilta. Kekuatanmu adalah anugerah. Yang penting adalah bagaimana kamu menggunakannya.”

     

    “Terima kasih, Leluhur Borislav,” jawab Ilta dengan rasa syukur.

     

    Borislav melanjutkan, “Aku belum pernah melihat seseorang yang belajar secepat dirimu. Kau memiliki bakat alami dalam bela diri, Ilta. Jangan sia-siakan anugerah ini.”

     

    Setelah istirahat singkat, Borislav mengambil sebuah pedang dan mulai menunjukkan gerakan dasar, mengayunkan pedang dengan lincah dan presisi.

     

    “Setiap senjata memiliki jiwa dan cara penggunaannya sendiri,” kata Borislav sambil mengayunkan pedang. “Kau harus belajar memahami dan menghormati senjata yang kau gunakan. Pedang bukan hanya alat untuk menyerang, tetapi juga untuk mempertahankan diri. Pelajari keseimbangan dan aliran gerakan.”

     

    Ilta mengamati dengan seksama, kemudian mencoba mengikuti gerakan Borislav dengan pedang di tangannya.

     

    “Ilta, coba lakukan gerakan dasar yang sudah aku perlihatkan,” kata Borislav dengan nada suara yang dalam dan tegas.

     

    Ilta mengangguk, mengambil posisi siap. Dengan lincah, ia mulai mengayunkan pedangnya, setiap gerakan tampak halus namun kuat. Pedangnya meluncur di udara, menciptakan jejak-jejak bayangan di bawah sinar matahari pagi. Borislav terkejut melihat betapa cepatnya Ilta menguasai teknik yang baru diajarkannya beberapa waktu yang lalu.

     

    “Bagus sekali, Ilta,” kata Borislav, mendekati cucunya. “Kau sudah menguasai gerakan dasar ini dengan sangat baik. Sekarang, mari kita coba dengan senjata lain.”

     

    Borislav membawa Ilta ke bagian lain dari lapangan, dimana berbagai senjata diletakkan rapi di atas meja kayu panjang. Ada tombak, busur dan anak panah, belati, dan beberapa senjata lain yang lebih asing bagi Ilta.

     

    Borislav mengambil sebuah tombak. “Coba ini. Rasakan keseimbangannya, dan pahami bagaimana senjata ini bekerja dengan tubuhmu.”

     

    Ilta mengambil tombak itu dengan kedua tangan, merasakan beratnya. Borislav menunjukkan cara memegang dan menggunakan tombak untuk serangan jarak jauh dan pertahanan. Ilta meniru gerakan itu, dengan cepat menyesuaikan diri dengan senjata baru tersebut. Borislav tersenyum, kagum melihat kecepatan belajar Ilta.

     

    “Hebat, Ilta. Kau juga memiliki bakat alami dalam bertarung,” kata Borislav. “Sekarang coba busur ini. Panah adalah senjata yang memerlukan ketenangan dan konsentrasi.”

     

    Ilta mengambil busur yang diberikan Borislav. Ia merasakan kayu halus dan tegangannya saat menarik tali busur. Dengan hati-hati, ia memasang anak panah dan menariknya. Borislav berdiri di sampingnya, memberikan petunjuk.

     

    “Tarik nafas dalam-dalam, fokus pada target, dan lepaskan,” kata Borislav.

     

    Ilta menuruti instruksi tersebut. Anak panah melesat cepat, menembus udara dan tepat mengenai sasaran. Borislav mengangguk puas.

     

    “Baik sekali, Ilta. Kau memang luar biasa,” kata Borislav dengan bangga. “Tapi kita belum selesai. Mari kita coba belati ini.”

     

    Setelah mencoba berbagai senjata satu per satu, Borislav semakin kagum dengan kemampuan Ilta. Setiap senjata yang ia berikan, Ilta dapat menguasainya dengan cepat dan sempurna. Namun, Borislav tahu bahwa ia harus menemukan senjata yang benar-benar cocok untuk Ilta, sesuatu yang bisa menjadi perpanjangan dari dirinya sendiri.

     

    “Ilta, aku punya sesuatu yang spesial untukmu,” kata Borislav sambil mengambil sebuah kotak kayu dari meja. Ia membuka kotak itu dan mengeluarkan sebuah cakram yang berkilauan di bawah sinar matahari.

     

    “Cakram ini bukan senjata biasa,” kata Borislav sambil memperlihatkan cakram itu pada Ilta. “Ini bisa diubah menjadi berbagai bentuk, tergantung pada kebutuhanmu dalam pertempuran. Cobalah.”

     

    Ilta mengambil cakram itu, merasakan dinginnya logam di tangannya. Ia memperhatikannya dengan seksama, melihat mekanisme yang memungkinkan cakram itu berubah bentuk. Dengan hati-hati, ia mencoba mengubahnya menjadi pedang. Cakram itu merespon sentuhannya, memanjang dan membentuk pedang yang tajam.

     

    “Wah, ini luar biasa!” seru Ilta dengan mata bersinar. “Ini seperti… seperti sihir.”

     

    Borislav tertawa kecil. “Bukan sihir, Ilta. Ini teknologi kuno yang menggabungkan senjata dengan teknik energi alam yang diwariskan dari generasi ke generasi di keluarga kita. Dengan latihan, kau akan bisa menggunakannya dengan efektif.”

     

    Ilta mencoba mengubah cakram itu menjadi berbagai bentuk lainnya – tombak, perisai kecil, bahkan belati. Setiap kali, senjata itu merespon dengan sempurna, mengikuti kehendak Ilta.

     

    “Leluhur Borislav, ini sempurna,” kata Ilta dengan penuh semangat. “Aku merasa senjata ini benar-benar menjadi bagian dariku.”

     

    Borislav mengangguk. “Aku juga berpikir begitu, Ilta. Kau telah menunjukkan kemampuan yang luar biasa dalam menggunakan berbagai senjata, dan aku yakin cakram ini akan menjadi senjata utama yang paling cocok untukmu.”

     

    Mereka melanjutkan latihan hingga matahari hampir terbenam. Borislav mengajarkan Ilta cara menggunakan cakram dalam berbagai situasi, menggabungkan gerakan bela diri dengan kemampuan unik senjata itu. Ilta belajar dengan cepat, menguasai teknik-teknik baru dan mengintegrasikannya dengan kemampuan bela diri yang sudah dikuasainya.

     

    “Ilta, kau membuatku sangat bangga,” kata Borislav saat mereka akhirnya berhenti untuk beristirahat. “Kau memiliki bakat yang luar biasa, dan aku yakin kau akan menjadi pejuang hebat suatu hari nanti.”

     

    Ilta tersenyum lebar, merasa puas dengan pencapaiannya hari itu. “Terima kasih, leluhur Borislav. Aku akan berusaha sebaik mungkin dan tidak akan mengecewakanmu.”

     

    Borislav menepuk bahu Ilta dengan lembut. “Aku tahu kau akan berhasil, Ilta. Ingatlah untuk tidak termakan oleh kekuatan semata, ketenangan harus menjadi hal utama bagi seorang pejuang.”

     

    Saat malam tiba, Ilta merasakan semangat baru yang membara di dalam dirinya. Ia tahu bahwa perjalanan ini masih panjang dan penuh tantangan, tetapi dengan bimbingan Borislav dan senjata barunya, ia merasa lebih siap dari sebelumnya. Di bawah langit berbintang, Ilta bersumpah untuk terus berlatih dan menjadi pejuang yang kuat, seperti yang diharapkan oleh leluhurnya.

     

    “Ilta, ingatlah bahwa latihan fisik hanya satu bagian dari perjalananmu,” kata Borislav sambil menatap air danau yang tenang. “Kekuatan terbesar kita datang dari dalam. Ketika kau berada di tengah pertempuran, pikiranmu harus tenang seperti permukaan danau ini. Hanya dengan ketenangan kau bisa melihat segala sesuatu dengan jelas dan membuat keputusan yang tepat.”

     

    Ilta mendengarkan dengan seksama, mencoba memahami kedalaman kata-kata Borislav. “Aku mengerti, Leluhur Borislav. Akan tetapi, bagaimana caranya untuk tetap tenang di tengah kekacauan?”

     

    Borislav tersenyum, tatapannya penuh pengertian. “Itu adalah latihan seumur hidup, Ilta. Meditasi, refleksi diri, dan pengalaman akan membantumu mencapai ketenangan itu. Yang terpenting adalah selalu ingat untuk kembali ke pusat dirimu, dimana ketenangan dan kekuatan sejati berada.”

     

    Saat malam mulai tiba, Ilta merasa lelah tetapi puas. Hari pertamanya berlatih dengan Borislav penuh dengan pelajaran berharga. Ia mulai memahami bahwa kekuatan sejati tidak hanya berasal dari otot dan senjata, tetapi juga dari pikiran dan jiwa yang tenang.

     

    “Besok kita akan melanjutkan latihan ini, dan terus memperdalam keterampilanmu,” kata Borislav sambil menepuk bahu Ilta. “Ingatlah, perjalanan ini mungkin panjang dan penuh tantangan. Tetapi aku yakin kau memiliki kekuatan untuk menghadapinya.”

     

    Ilta mengangguk, merasakan semangat baru yang menyala di dalam dirinya. “Terima kasih, Leluhur Borislav. Aku akan berusaha sebaik mungkin dan tidak akan mengecewakanmu.”

     

    Tanaman dan Penyembuhan

    Berhari-hari berlalu, Ilta menyerap semua pelajaran dari Borislav dengan cepat dan menunjukkan kemajuan yang mengesankan. Hingga akhirnya, setelah menyelesaikan pelatihannya dengan Borislav, Ilta dijadwalkan untuk belajar dari Milena Jedlicka, penyembuh dan ahli ramuan.

     

    Milena Jedlicka adalah sosok yang menenangkan dan penuh dengan kebijaksanaan alam. Penampilannya mencerminkan sifatnya yang lembut dan penyembuh. Milena adalah wanita paruh baya dengan rambut panjang yang berwarna perak, menjuntai halus hingga pinggangnya, seringkali dihiasi dengan bunga-bunga kecil dari kebunnya. Matanya berwarna hijau zamrud, penuh kedalaman dan kebijaksanaan, mencerminkan pengetahuannya yang luas tentang tanaman obat dan penyembuhan. Kulitnya halus dan bercahaya, dengan sedikit kerutan yang menunjukkan pengalaman hidup dan ketenangan batin.

     

    Milena mengenakan gaun panjang yang sederhana namun elegan, terbuat dari kain alami berwarna hijau muda, yang memungkinkannya bergerak bebas di kebun. Di pinggangnya terdapat sabuk kulit yang dipenuhi dengan berbagai kantong kecil berisi ramuan, biji-bijian, dan alat-alat sederhana untuk merawat tanaman. Tangannya selalu tampak sibuk namun lembut, sering kali penuh dengan tanah atau memegang tanaman yang baru dipetik. Suaranya lembut dan menenangkan, mampu meredakan ketegangan hanya dengan beberapa kata.

     

    Keahlian Milena terletak pada pengetahuan mendalamnya tentang tanaman obat dan ramuan. Ia mampu mengidentifikasi ribuan jenis tanaman dan memahami khasiat masing-masing. Milena ahli dalam membuat ramuan penyembuh yang dapat mengobati berbagai penyakit, dari luka fisik hingga gangguan emosional. Selain itu, ia juga mahir dalam teknik-teknik penyembuhan holistik, termasuk meditasi, terapi aroma, dan perawatan tubuh yang menggunakan bahan-bahan alami.

     

    Milena, dengan wajah lembut dan mata penuh kebijaksanaan, menyambut Ilta di sebuah kebun yang dipenuhi dengan berbagai tanaman obat. “Selamat datang, Ilta,” kata Milena dengan senyuman hangat. “Di sini kita akan belajar tentang kekuatan alam. Setiap tumbuhan memiliki khasiatnya sendiri. Kau harus belajar mengenal dan memanfaatkannya.”

     

    Kebun itu adalah tempat yang menenangkan, dengan berbagai aroma tumbuhan yang menyebar di udara. Pepohonan tinggi memberikan naungan, sementara bunga-bunga berwarna-warni menambah keindahan. Ilta merasa seolah-olah ia telah memasuki dunia yang berbeda, dunia di mana kekuatan alam berkuasa.

     

    “Selamat pagi, Ilta, Saya Milena.” sapa Milena dengan senyuman lembut. “Mulai hari ini kita akan belajar tentang kekuatan alam dan bagaimana memanfaatkannya untuk kebaikan.”

     

    Milena mengajak Ilta berjalan-jalan di kebun, menunjukkan berbagai jenis tanaman obat. Setiap tanaman memiliki khasiat dan karakteristik unik. Mereka berhenti di depan sebuah tanaman dengan daun hijau tua dan bunga kecil berwarna kuning.

     

    “Ini adalah tanaman Arnica,” kata Milena sambil memetik beberapa daun. “Daunnya dapat digunakan untuk mengobati luka dan memar. Cobalah mencium aromanya, Ilta. Aromanya dapat menenangkan pikiran.”

     

    Ilta memegang daun itu di tangannya, merasakan teksturnya dan mencium aroma yang menyegarkan. “Aromanya lembut dan menenangkan,” katanya dengan mata berbinar.

     

    “Betul sekali,” jawab Milena dengan anggukan. “Setiap tumbuhan memiliki khasiatnya sendiri. Penting untuk mengenali setiap tanaman dan memahami bagaimana memanfaatkannya dengan benar.”

     

    Setelah mengenali beberapa tanaman obat, Milena mengajak Ilta ke sebuah meja kerja di tengah kebun. Di atas meja terdapat berbagai alat dan bahan untuk meracik ramuan. Botol-botol kaca berisi ekstrak tanaman, mortar dan pestle, serta berbagai instrumen lain yang belum pernah dilihat Ilta sebelumnya.

     

    “Kita akan mulai dengan membuat ramuan penyembuh luka sederhana,” kata Milena sambil mengambil beberapa daun Arnica dan menempatkannya di mortar. “Pertama, kita perlu menghaluskan daunnya untuk mendapatkan ekstraknya.”

     

    Ilta memperhatikan dengan seksama, mengikuti instruksi Milena dengan cermat. Ia mengambil pestle dan mulai menghaluskan daun-daun itu dengan gerakan memutar. Milena mengawasinya, memberikan petunjuk ketika diperlukan.

     

    “Tekan sedikit lebih kuat, Ilta. Pastikan daunnya benar-benar hancur agar kita bisa mendapatkan semua ekstrak yang dibutuhkan.”

     

    Setelah daunnya hancur, Milena menambahkan sedikit minyak kelapa ke dalam mortar. “Minyak kelapa ini akan membantu mengikat ekstraknya dan membuatnya lebih mudah dioleskan pada kulit.”

     

    Ilta mencampur daun yang sudah hancur dengan minyak kelapa, menciptakan pasta berwarna hijau muda yang lembut. “Apakah ini sudah cukup?”

     

    Milena mengangguk puas. “Ya, ini sudah sangat baik. Ramuan ini bisa digunakan untuk mengobati luka kecil dan memar. Ingatlah, Ilta, kekuatan terbesar kita bukan hanya dalam pertarungan, tetapi juga dalam kemampuan kita untuk menyembuhkan dan melindungi.”

     

    Setelah beberapa jam meramu obat, mereka beralih ke sebuah bangku kayu di tengah kebun untuk istirahat. Milena mengambil sebuah buku catatan yang tebal dan mulai membuka halaman-halamannya.

     

    “Ini adalah buku catatan tentang obat-obatan yang saya gunakan saat masih hidup,” kata Milena. “Semua pengetahuan tentang tanaman obat dan cara meraciknya ditulis di sini. Saya ingin kamu membacanya dan mempelajarinya.”

     

    Ilta mengambil buku itu dengan hati-hati, merasakan beratnya pengetahuan yang terkandung di dalamnya. “Terima kasih, leluhur Milena. Aku akan mempelajarinya dengan sungguh-sungguh.”

     

    Milena tersenyum hangat. “Saya yakin kamu akan melakukannya dengan baik, Ilta. Ingatlah, pengetahuan ini adalah warisan yang harus kamu jaga dan teruskan.”

     

    Mereka melanjutkan pembicaraan mereka, Milena berbagi cerita tentang pengalamannya sebagai penyembuh dan bagaimana ia belajar dari berbagai orang hebat lainnya. Ilta mendengarkan dengan seksama, sesekali mencatat hal penting yang dapat membantunya belajar teknik penyembuhan.

     

    Tidak terasa hari mulai beranjak sore, dan pelajaran mereka pun usai. Milena memandang Ilta dengan bangga. “Kamu telah belajar banyak hari ini. Besok kita akan melanjutkan pelajaran ini dan meracik beberapa ramuan.”

     

    Ilta mengangguk dengan semangat. “Aku tak sabar untuk belajar lebih banyak lagi, leluhur Milena. Terima kasih atas semua yang kau ajarkan.”

     

    Milena menepuk bahu Ilta dengan lembut. “Kamu adalah murid yang luar biasa, Ilta. Saya yakin kamu akan menjadi penyembuh yang hebat suatu hari nanti.”

     

    Dengan semangat baru dan pengetahuan yang bertambah, Ilta pulang dari kebun Milena. Hari itu, ia belajar bahwa kekuatan tidak hanya berasal dari otot dan senjata, tetapi juga dari alam dan pengetahuan yang diwariskan dari generasi ke generasi.

     

    Kreator : Ry Intco

    Bagikan ke

    Comment Closed: Pelatihan Di Alam Nadvore

    Sorry, comment are closed for this post.

    Popular News

    • Menurut Stephen Covey Manusia Memiliki Kebutuhan Dasar, Kecuali? a. To Live b. To Love c. To Listen d. To Leave the Legacy Jawaban: c. To Listen Menurut Stephen Covey Manusia Memiliki Kebutuhan Dasar, Berikut Pembahasannya: Stephen Covey, seorang penulis dan konsultan manajemen terkenal, dalam karya-karyanya sering membahas tentang kebutuhan dasar manusia. Dalam bukunya yang terkenal, […]

      Jun 25, 2024
    • Hari sudah menunjukkan pukul 14.30. Suasana di sekolah tempat Ustadz Hamdi mengabdikan diri sudah mulai sepi. Anak-anak sudah banyak yang pulang. Ustadz Hamdi masih duduk di meja kerjanya sambil memeriksa satu persatu tugas murid-muridnya. Saat itu tiba-tiba HP Ustadz Hamdi berdering “Kriiing, kriiing, kriiing…”  “Halo…., Assalamu alaikum !”  “Wa alaikum salam. Ini Lisa, pak Ustadz.” […]

      Jun 06, 2024
    • Aku adalah teman sekelas Sky di SMP, kami berada dikelas yang sama selama 3 tahun. Sekarang setelah masuk SMA kami berada di sekolah dan kelas yang sama. Sky selalu menjadi orang terpopuler di sekolah, Sky tinggi,  tampan, dan sangat ramah. Namun sayangnya aku merasa dia selalu dingin hanya padaku, aku bahkan tidak tau alasan dibalik […]

      Jun 10, 2024
    • Mahaga Belom Bahadat adalah bahasa Dayak Ngaju yang mempunyai makna yaitu menjaga kehidupan yang saling menghargai, menghormati serta menjunjung tinggi kehidupan Adat Istiadat maupun tradisi kearifan lokal di wilayah yang kita tempati. Era zaman sekarang ini sudah banyak sekali para generasi yang melupakan prinsif-prinsif hidup yang telah dulu ditinggalkan para leluhur(nenek moyang) kita, padahal banyak […]

      Jun 02, 2024
    • Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]

      Sep 07, 2024

    Latest News

    Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]

    Jun 21, 2021

    Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]

    Des 07, 2021

    Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,,  begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]

    Des 07, 2021

    Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]

    Des 07, 2021

    Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]

    Des 07, 2021