Jarum jam menunjukkan pukul 06.45. Pagi itu, langit cerah, secerah hati Bu Ani, yang dengan langkah pasti memasuki halaman madrasah. Bu Ani selalu datang paling awal, karena menyadari bahwa amanah yang diembannya tak sekadar dipertanggungjawabkan di dunia saja, namun jauh lebih berat pertanggungjawabannya di hadapan Sang Pencipta nantinya. Maka, Bu Ani selalu mengupayakan untuk bisa menjalankan amanah ini dengan sebaik-baiknya, walau terkadang harus menguras energi dan emosi.
Seperti biasa, setelah memarkir motornya, Bu Ani langsung membunyikan lonceng, kemudian anak-anak berbaris di halaman dan melantunkan Asmaul Husna. Selanjutnya, mereka memasuki ruang perpustakaan satu per satu untuk melaksanakan sholat dhuha bersama, dan melafalkan nadhom ‘Aqoid Seket. Hal ini merupakan rutinitas yang dilakukan oleh anak-anak di madrasah ini, sebelum kegiatan belajar mengajar dimulai.
Hari ini, Jumat ketiga, adalah kegiatan Jumat Bersih sampai pukul 09.00, dilanjutkan dengan kegiatan belajar mengajar. Untuk kelancaran kegiatan tersebut, maka anak-anak dimohon membawa alat-alat kebersihan.
Sebelum kegiatan bersih-bersih lingkungan madrasah dimulai, Bu Ani mengecek dari murid kelas satu sampai murid kelas enam, siapa saja yang membawa alat-alat kebersihan. Setelah semuanya dicek, masing-masing yang tidak membawa alat kebersihan, oleh Bu Ani dipersilakan pulang untuk mengambilnya, kecuali yang rumahnya jauh, untuk kali ini masih diberi toleransi. Namun, hal ini tidak berlaku untuk selanjutnya.
Dari semua kelas, ternyata ada satu kelas, kelas paling tinggi—kelas 6—tak satupun anak yang membawa alat kebersihan pada hari itu. Akhirnya, Bu Ani mengumpulkan anak-anak kelas 6 untuk memastikan ada apa dengan mereka. Kebetulan, hari itu HP Bu Ani tertinggal di rumah, maka Bu Ani meminjam HP milik salah satu guru di madrasah itu untuk mengecek apakah di grup kelas 6 sudah ada pengumuman tentang kegiatan hari ini yang berdampak pada semua anak tidak membawa alat kebersihan. Namun, ternyata di grup kelas sudah ada pengumuman, “Bahwa hari ini ada kegiatan bersih-bersih lingkungan madrasah, dan semua anak dimohon membawa alat-alat kebersihan.” Bahkan, pengumuman itu di share lebih awal dibandingkan dengan kelas-kelas lainnya.
“Mengapa di antara kalian tak satupun yang memperhatikan apa yang diinstruksikan pihak madrasah?” tanya Bu Ani.
Dengan raut muka sedih, Bu Ani menasehati mereka.
“Kejadian ini sungguh sangat Ibu sayangkan. Kalian berarti menyepelekan tugas dan tanggung jawab. Jika ini dibiarkan, maka kelak kalian akan terbiasa melakukan kesalahan-kesalahan yang kalian anggap hanya masalah sepele, masalah kecil, padahal ini bagian dari tanggung jawab.” Jelas Bu Ani dengan mata berkaca-kaca.
Betapa hancurnya hati Bu Ani saat itu, di mana Bu Ani merasa selama ini yang diupayakan untuk membentuk karakter mereka sungguh sia-sia dan gagal. Hal inilah yang akhirnya menyadarkan Bu Ani bahwa manusia hanya diwajibkan berusaha, berikhtiar, namun semuanya yang menentukan adalah Allah SWT. Yang menggerakkan hati manusia juga Allah SWT.
Selang satu hari, tepatnya hari Sabtu, kebetulan ada pertemuan wali murid. Maka, pada kesempatan itu, di sela-sela sambutannya, Bu Ani menyampaikan tentang kejadian yang terjadi pada hari Jumat, terkait dengan anak-anak yang tidak mengindahkan instruksi madrasah.
“Mohon kerjasamanya, untuk saling bersinergi, agar kegiatan-kegiatan madrasah dapat berjalan lancar.”
Dan respon dari wali murid kebanyakan meminta maaf atas kejadian tersebut. Akhirnya, kami pun sepakat untuk saling mengupayakan yang terbaik demi anak-anak kami.
“Jangan pernah rehat tuk bergerak demi kemaslahatan, demi menghantarkan mereka menjadi generasi yang berguna bagi bangsa dan negeri tercinta ini.”
Kreator : Siti Nok Muslikhah
Comment Closed: Pembelajaran
Sorry, comment are closed for this post.