Bagian Pertama: Masa Kecil yang Penuh Ujian
Sejak kelahirannya, hidupnya penuh dengan ujian dan cobaan. Ibunya mengalami musibah besar saat ia lahir; menurut cerita, ibunya tersiram air panas, sehingga ia diasuh oleh kakak tirinya dengan cara yang kurang baik. Bahkan, pernah suatu kali ia dilemparkan ke bawah balae atau malak (istilah Sasak), lalu dibawa ke sungai sambil mengambil air dan ditinggalkan begitu saja.
Untuk menyusu, ia dititipkan kepada seorang kerabat jauh yang tinggal bertetangga. Di tempat itu, ia menyusu bersama anak perempuan keluarga tersebut yang sebaya dengannya. Dalam Islam, hubungan ini disebut saudara susuan, yang berarti mereka tidak boleh menikah meskipun tidak memiliki hubungan darah. Ibu susuan dan saudara susuan itu kini telah tiada. Semoga mereka mendapatkan rahmat dan kenikmatan di alam barzah.
Pada awal kelahirannya, namanya bukanlah seperti yang dikenal sekarang. Nama aslinya belum diketahui secara pasti. Namun, setelah melalui berbagai cobaan, ia diberi nama “Hayat,” yang berarti “Hidup.” Nama ini diberikan karena kondisinya yang memprihatinkan sejak lahir, hingga orang tua hampir kehilangan harapan.
Kesembuhan dan Perjuangan Hidup
Masa itu, pengobatan tradisional menjadi satu-satunya harapan. Berbagai usaha dilakukan orang tuanya, termasuk menggunakan ramuan herbal yang diracik dengan alat tradisional seperti lesung. Ramuan itu diminumkan kepadanya, dan perlahan kondisi kesehatannya membaik. Alhamdulillah, tubuhnya mulai pulih, bahkan menjadi gemuk. Doa dan harapan dari keluarga, termasuk ucapan “Semoga anak ini sehat dan kuat seperti lesung ini,” seakan dikabulkan oleh Tuhan.
Namun, tubuhnya yang gemuk membuatnya sering diejek dengan julukan “Gempok” (gemuk). Julukan ini kerap membuatnya merasa malu dan minder. Meski begitu, didikan keras dan disiplin dari orang tuanya mengajarkan untuk menjadi mandiri dan kuat, bahkan sejak usia dini.
Masa Sunat/khitan : Tradisi dan Ketakutan
Pada usia lima tahun, ia bersama dua saudara kandungnya menjalani prosesi sunat. Acara itu dipersiapkan dengan meriah, sesuai adat masa itu. Namun, ia merasa sangat takut dan mencoba melarikan diri. Saat disunat, ia meronta hebat hingga prosesnya kurang sempurna. Tradisi masa itu menggunakan alat sederhana, seperti penjepit bambu dan pisau kecil, tanpa bius. Pengobatan pasca sunat dilakukan dengan minyak kelapa dan tepung batu karang, serta rendaman di sungai untuk mempercepat penyembuhan.
Perjalanan Pendidikan Awal
Pada usia enam tahun, ia mendaftar di SDN Praida (kini SDN 1 Bagik Payung Timur). Namun, ia tidak diterima karena dianggap belum siap. Sang kepala sekolah, yang masih memiliki hubungan keluarga dengannya, memberikan buku dan pensil sembari berkata, “Tahun depan kamu masuk, ya.” Dengan rasa sedih dan malu, ia pulang ke rumah dan menangis.
Setahun kemudian, ia diterima sebagai murid baru. Proses belajarnya berjalan lambat; baru di kelas 3 ia mulai bisa membaca dan menulis. Namun, ia tetap menjadi anak yang aktif dan sedikit nakal, bahkan sering sakit sehingga kerap tidak masuk sekolah.
Meski begitu, ada guru-guru yang sangat sabar dan penuh kasih. Kepala sekolahnya adalah sosok lembut yang sering mengajak murid-murid untuk belajar sambil bekerja, seperti membersihkan lahan sekolah dan menanam tanaman. Hasil panen dari lahan itu dimasak dan dinikmati bersama, menciptakan kenangan indah yang masih diingat hingga kini.
Bersambung….
Kreator : Suhayyatman
Comment Closed: Perjalanan Masa Kecil: Ujian, Harapan, dan Keberanian Menyongsong Hidup
Sorry, comment are closed for this post.