Pada zaman dahulu, terdapat sebuah istana yang dikelilingi oleh ladang gandum yang subur. Istana tersebut dihuni oleh seorang putri bernama Kirana, yang artinya cahaya matahari. Meskipun wajahnya cacat sejak lahir, hatinya sangat baik. Putri Kirana sering menolong orang yang kesulitan dan sesama makhluk hidup. Namun, karena merasa malu dengan kekurangannya, ia hanya keluar saat malam hari dan dijuluki “Putri Malu”.
Suatu malam bulan purnama, Putri Kirana memberanikan diri keluar dari istana dan berjalan agak jauh. Ia duduk di bawah pohon rindang, memandangi langit penuh bintang.
“Hai bintang, bolehkah aku meminta suatu permintaan padamu? Bisakah aku menjadi cantik seperti gadis-gadis lainnya?” Sang Putri menangis sambil berharap doanya dikabulkan.
Tiba-tiba, angin berhembus kencang. Kirana merasa kedinginan dan memutuskan kembali ke istana. Dalam perjalanan pulang, ia menginjak sebuah benda—sebuah cermin dengan ornamen cantik. Setelah masuk ke dalam kamar, Kirana mencermati wajahnya di depan cermin itu.
“Wahai cermin, bisakah kau merubah wajahku menjadi cantik seperti gadis lainnya?” Tiba-tiba muncul seorang peri cantik dari balik cermin. Gaunnya putih panjang, rambut pirang, dan memakai mahkota berlian. Ia tersenyum melihat Putri Kirana.
“Tuan putri, tahukah kau? Bahwa kau adalah gadis paling cantik di seluruh negeri ini. Kau memiliki hati yang mulia, dan sering menolong orang yang kesusahan. Sebentar lagi kau akan menerima hadiah dariku.” Peri itu menghilang, dan malam itu juga wajah Kirana berubah menjadi cantik jelita.
Berita kecantikan Putri Kirana menyebar dengan cepat. Pangeran dari berbagai negeri datang melamarnya, membawa hadiah-hadiah mewah dan janji-janji manis. Namun, hati Kirana tetap sama seperti dulu. Ia tidak terpesona oleh harta benda atau kedudukan.
Suatu hari, terjadi wabah penyakit yang menyerang seluruh negeri. Rakyat menderita sakit dan kelaparan. Istana pun tidak luput dari wabah tersebut. Para tabib kebingungan mencari obat untuk menyembuhkan penyakit itu.
Putri Kirana merasa sedih melihat penderitaan rakyatnya. Ia ingat akan kata-kata peri yang pernah menolongnya. “Kecantikan sejati itu bukan hanya pada wajah, tetapi juga pada hati. Ingatlah selalu, kebaikanmu jauh lebih berharga dari kecantikan fisik.”
Dengan keberanian baru, Kirana memutuskan mencari obat sendiri. Ia pergi ke hutan belantara bersama tabib tua yang bijaksana. Setelah berhari-hari mencari, mereka menemukan tanaman langka yang konon dapat menyembuhkan segala penyakit.
Dengan susah payah, Kirana dan tabib tua itu mengumpulkan tanaman tersebut dan meraciknya menjadi obat. Obat itu kemudian diberikan kepada rakyat yang sakit. Ajaibnya, penyakit itu pun segera sembuh. Rakyat sangat bersyukur kepada Putri Kirana dan menganggapnya sebagai pahlawan.
Suatu hari, saat Putri Kirana berjalan-jalan di taman belakang istana, ia mendengar suara rintihan lemah. Dengan hati yang iba, ia mengikuti suara itu hingga menemukan seorang pemuda tergeletak di bawah pohon besar. Pemuda itu tampak lusuh, pakaiannya compang-camping, dan matanya kosong menatap langit.
“Siapa kamu? Apa yang terjadi padamu?” tanya Putri Kirana dengan lembut.
Pemuda itu tidak menjawab, hanya bergumam tak jelas. Kirana membopong pemuda itu ke kamar perawatan, membersihkan lukanya, dan memberinya makanan serta minuman.
Kirana ingat akan cermin ajaibnya. Mungkin cermin itu bisa membantunya mengetahui apa yang terjadi pada pemuda malang ini. Ia membawa cermin itu ke kamar perawatan dan mengarahkannya ke pemuda yang sedang tidur.
Seketika, cermin itu memancarkan cahaya lembut. Terlihatlah kilasan-kilasan gambar di permukaan cermin: seorang pemuda gagah sedang berburu di hutan, kemudian diserang oleh perampok. Pemuda itu berhasil melarikan diri, namun mengalami luka parah di kepala sehingga kehilangan ingatannya.
Kirana terkejut melihat penglihatan di cermin. Ternyata, pemuda yang ia temukan adalah seorang pangeran dari Kerajaan Huntara. Dengan bantuan cermin ajaib, Putri Kirana mengetahui asal pemuda itu.
Putri Kirana bertekad membantu pemuda itu pulih. Ia membaca berbagai buku tentang pengobatan dan mencoba berbagai cara merangsang ingatan pemuda itu. Ia juga sering mengajak pemuda itu berjalan-jalan di taman istana, berharap pemandangan indah dapat membantunya mengingat masa lalunya.
Suatu hari, mereka duduk di tepi danau. Seekor burung merak dengan bulu indah mengeluarkan suara merdu. Mata pemuda itu bersinar, menatap burung merak itu dengan kagum dan berbisik, “Bulu merak… indah sekali…”
Kirana menangkap kata-kata itu. Ia ingat bahwa di Kerajaan Huntara, burung merak adalah simbol kerajaan. Kata-kata itu menjadi kunci untuk memulihkan ingatan pemuda itu.
Dengan kesabaran, Putri Kirana terus membicarakan tentang burung merak, hutan, dan hal-hal yang berkaitan dengan Kerajaan Huntara. Lambat laun, ingatan pemuda itu pulih. Ia ingat namanya, keluarganya, dan alasan ia harus melarikan diri dari perampok.
Setelah ingatannya pulih sepenuhnya, pemuda itu sangat berterima kasih kepada Putri Kirana. Ia menceritakan bahwa ia adalah Putra Kaelan, putra mahkota Kerajaan Huntara.
Putri Kirana dan Putra Kaelan menjadi sangat dekat. Mereka saling jatuh cinta dan memutuskan untuk menikah. Pernikahan mereka menjadi perayaan besar yang dihadiri oleh seluruh rakyat dari kedua kerajaan.
Putri Kirana dan Putra Kaelan hidup bahagia selamanya. Mereka memerintah kerajaan dengan bijaksana dan adil. Kisah tentang Putri Kirana yang menyelamatkan seorang pangeran yang hilang ingatan menjadi legenda yang terus diceritakan dari generasi ke generasi.
Pesan Moral
Kecantikan sejati berasal dari dalam: Kecantikan luar hanyalah sementara, sedangkan kebaikan hati akan abadi.
Kebaikan akan selalu membuahkan hasil: Tindakan baik yang kita lakukan akan kembali kepada kita dalam bentuk kebahagiaan.
Jangan pernah menyerah pada mimpi: Meskipun menghadapi kesulitan, kita harus tetap berusaha mencapai tujuan kita.
Kreator : Wista
Comment Closed: Putri Malu dan Cermin Ajaib
Sorry, comment are closed for this post.