Dengan resah serta gelisah, air mata membanjiri pipinya Reza. Ia semakin tidak tenang dengan apa yang terjadi sekarang di rumahnya. Firasat buruk terus menghantuinya. Ia bahkan tak nafsu untuk makan ataupun minum. Ia tak tahu apa yang harus dilakukannya. Sejak duduk di kursi bus ia hanya termenung melamun dengan isak tangis yang sempat ditahan.
“Apa firasatku ini benar terjadi?” ucapnya dalam hati.
“Apa yang harus aku lakukan jika itu benar terjadi, aku tidak bisa melihat hidupku ke depannya seperti apa?” tanyanya dalam hatinya.
Firasat buruk yang terus menghantui perasaan Reza saat ini membuatnya tak bisa berkata-kata dan berpikir. Ia baru saja menyelesaikan sidang skripsinya, namun apa yang ia terima sekarang ia tak bisa merasakan.
Hadirnya Ratri dalam hidupnya, sejatinya cukup membuat ia terus nyaman di Jogja, namun tetap tidak bisa menggantikan posisi ibunya. Meskipun Reza belum tahu bahwa Ibunya telah tiada, namun ia sangat takut akan kenyataan yang saat ini terjadi. Apa yang harus diperbuat pun ia tak tahu. Saking paniknya, ia pun tak memberitahu Ratri tentang kepulangannya ke Jakarta demi Ibunya. Ia sudah tidak tahu lagi apa yang harus dipikirkannya.
Kesedihan itu akan diterimanya di hari dimana ia berhasil menyelesaikan skripsi, satu-satunya harapan yang ada dalam pikirannya hanyalah senyum Ibunya dan pelukan hangat untuknya. Namun, itu telah sirna ibunya sudah terbaring tak bernyawa. Ia selalu ingat pesan-pesan yang diberikan oleh ibunya. Seorang lelaki memang cenderung dekat dengan ibunya daripada ayahnya. Reza juga ingin menceritakan bahwa ia telah jatuh cinta dengan perempuan bernama Ratri. Teman kuliah yang selalu membantunya.
“Ayolah, segera sampai. Aku ingin melihat senyum Ibu.” ucapnya dalam hati.
Reza mencoba menghibur dirinya sendiri. Ia hanya ingin apa yang ada dalam bayangannya tidak terjadi. Ia harus memberi kabar Ratri bahwa ia harus segera pulang ke Jakarta dan belum sempat bertemu.
“Aku harus berangkat ke Jakarta. Ibu sudah menungguku.”
Pesan singkat yang ia kirim melalui Whatsapp. Hal yang selalu ia bayangkan semenjak keberangkatannya ke Jakarta adalah senyuman Ibunya. Sebentar lagi ia akan sampai di terminal, ia tak akan merepotkan siapapun untuk menjemputnya. Reza lebih memilih mencari kendaraan umum atau ojek online.
Begitu turun dari bus, ia bergegas memesan ojek online melalui ponselnya. Perjalanan dari terminal, ia meminta agar melaju lebih kencang lagi supaya segera sampai.
“Sebentar lagi aku akan teriak lulus dan memelukmu, Bu.” ucapnya dalam hati sambil tersenyum.
Namun, senyum itu mulai meredup ketika ia sudah dekat dengan rumahnya. Badannya gemetar, ia mulai lemas dan mata berkaca-kaca. Apa yang ditakutinya selama ini telah terjadi. Namun, ia tak bisa berbuat apa-apa. Isak tangis dan suara teriakan Reza membuat suasana semakin menyedihkan. Reza turun dari motor kemudian berlari dan masuk ke dalam rumah. Sesampainya di dalam rumah ia tercengang melihat jenazah Ibunya. Reza memeluk jenazah ibunya sambil menangis.
“Bu, aku datang. Aku sudah selesai skripsi ini hadiah buat Ibu.” teriak Reza sambil memeluk jenazah Ibunya.
“Ibu kenapa tidak senyum, sejak dari tadi aku hanya membayangkan senyuman Ibu.” ucap Reza.
Semua orang terdiam melihat Reza. Suasana semakin mencekam dan sangat menyedihkan. Apa yang Reza bayangkan tidak sesuai dengan realitanya. Hari yang seharusnya menjadi kebangga malah menjadi sebuah hari yang sangat memilukan. Hari yang seharusnya menjadi hari yang selalu diinginkan setiap anak. Namun, hari itu adalah hari terburuk yang dialami Reza. Reza tidak menyangka akan kehilangan Ibunya. Ini akan menjadi sejarah bagi Reza ia tak bisa merasakan apa yang sedang ia rasakan. Seharusnya ia senang, namun ia harus kehilangan Ibu, orang yang selama ini merawat serta mencintainya. Orang yang selama ini menjadi pondasi dan motivasi Reza untuk terus bangkit. Sekarang apa yang harus ia lakukan, ia merasa kehilangan arah. Ia tak tahu bagaimana lagi harus menjalani kehidupannya.
Kreator : Sumadi Dhiak
Comment Closed: Remaja part 23
Sorry, comment are closed for this post.