Bismillahirahmanirrahim
In The Name of Allah The Most Merciful and Compassionate
Salam hormat dan cinta kepada semua guru yang telah hadir dalam kehidupan kita, terutama Nabi Muhammad Rasulullah, bersama keluarga dan para sahabatnya, semoga selalu berada dalam keberlimpahan cinta, kedamaian dan keberkahan dari Pemilik Semesta.
Catatan ini awalnya dibuat sebagai alat bantu untuk akal saya mengingat apa yang sudah dipelajari di kelas-kelas kajian bertemakan spiritualitas yang saya hadiri. Akan tetapi kemudian saya merasakan sebuah antusiasme yang besar berpadu dengan keingintahuan yang tinggi dan sukacita dalam belajar, setiap kali saya mengingat dan menuliskan materi-materi itu kembali. Tidak seperti ketika kita membaca buku ilmu pengetahuan di mana kita mendapatkan suatu fakta atau penjelasan kemudian titik dan selesai, di kajian spiritual kita seperti sedang mencoba menggunakan galah untuk memanen buah jambu dari pohonnya. Seru dan asyiknya, setiap kali kita menyodok satu buah jambu, maka bisa berpuluh-puluh buah jambu yang berjatuhan untuk kita nikmati.
Oleh karena itu, antusiasme atau kegembiraanlah yang mau saya bagikan dengan mencoba menuliskan berbagai hal yang saya dengar dan lihat di setiap kelas belajar spiritual ini. Spiritual tidak ada kaitannya dengan agama identitas. Namun yang membaca buku ini mungkin protes saat membaca bab-bab di dalamnya, “Lho, buku ini membahas agama kok?”. Mari kita coba memahami spiritualitas dan kaitannya dengan agama secara perlahan.
Saya terinspirasi dari Swami Sarvapriyananda Ji, seorang tokoh spiritual di tradisi Vedanta yang menjelaskan tentang apa itu spiritualitas. Spiritualitas adalah, “Ketika saya menutup mata, saya menemukan kedamaian ‘di dalam’ dan ketika saya membuka mata, sikap saya adalah untuk selalu menawarkan apa yang bisa saya lakukan untukmu”, demikian penjelasan beliau. Ditambahkan lagi untuk lebih jelas memahami spiritualitas, Swami juga mencontohkan lawan dari spiritualitas adalah ketika kita menutup mata, justru berdatangan semua gangguan pikiran dan kegelisahan di benak kita dan ketika kita membuka mata sikap kita kepada orang lain selalu menuntut apa yang bisa kamu berikan kepadaku”. Kebalikan dari spiritualitas adalah keduniawian.
Jika demikian, spiritualitas sangatlah dekat dengan kehidupan kita sehari-hari tetapi juga kita rasakan begitu ‘kering’, karena lebih banyak kecenderungan untuk mementingkan diri sendiri daripada kerendahan hati dan kasih-sayang. Di dunia yang absurd ini, di mana kesalahan dibenarkan, kebenaran disalahkan, ketulusan hati sudah jadi barang langka dan pertunjukan ketidakadilan terjadi di mana-mana, apa yang bisa kita pegang untuk menghadapi itu semua? Bergabung dengan kaum intelektual dalam mengkritisi tentu sangat boleh, dan masing-masing memang punya peran dalam panggung kehidupan. Tapi tidakkah jiwa kita semakin kering dan merana? Kita semakin miskin pengalaman hidup karena semua hanya lewat tanpa kehadiran makna yang mendalam, welas asih dan keluhuran budi pekerti.
Pengenalan mendalam terhadap spiritual tidak mengajak kita menjadi orang yang apatis dan cuek terhadap fenomena kesulitan hidup sesama manusia, tapi bekerja ke arah “dalam”, dan menemukan sumber energi dan inspirasi untuk perubahan ke arah yang lebih baik, mulai dari diri sendiri. Demikianlah Nabi Muhammad Rasulullah saw, menginspirasi perubahan yang gelombangnya terus terasa hingga lebih dari 1.500 tahun setelah beliau wafat, dengan suri teladan akhlak mulia yang berasal dari hati yang penuh dengan compassion, kasih-sayang. Jutaan manusia mengucapkan salam hormat dan pujian dengan jantung yang berdegup dengan rasa rindu akan keindahan dan kemuliaannya, hingga kini.
Mengapa beliau bisa sedemikian berpengaruh? Karena spiritualitasnya, karena pengalaman langsung beliau di kedalaman sumber hidupnya sendiri sekaligus sumber hidup seluruh alam. Karena itulah beliau disebut sebagai ummi. Terjemahan bahasa Arab dari ummi adalah tidak membaca dan menulis, namun ada juga makna lain, yaitu seperti anak yang baru lahir dari ibunya, atau sesuatu yang pure (murni). Dari sini mengalirlah keistimewaan seorang nabi Muhammad dari kemurnian rohaninya, yang menampil menjadi berbagai peran, seorang ayah yang penyayang, suami yang penuh kehangatan, tetangga yang sabar, sahabat yang rendah hati dan pemimpin umat yang cerdas dan adil.
Kerinduan setiap manusia kepada sosok rasul atau utusan Tuhan kiranya merupakan suatu pertanda bahwa setiap jiwa sesungguhnya berbagi kemurnian yang sama dan sedang dalam perjalanan ke titik pulang yang sama.
Sama seperti fenomena banyak masyarakat Indonesia yang sangat terkesan dengan kesederhanaan kepribadian Paus Fransiskus yang sedang berkunjung ke negara ini. Sangat rendah hati dan begitu penyayang tanpa memandang etnis, golongan maupun tradisi keagamaan atau kebangsaan mana pun. Dalam konten Instagram beliau saya menemukan kalimat yang senada mengenai purity atau kemurnian. Paus Fransiskus menuliskan Yesus menjelaskan bahwa purity tidak ada hubungannya dengan ritual ibadah eksternal tapi yang pertama dan utama adalah sifat-sifat yang ada di dalam diri kita. Contohnya, kita tidak bisa menampilkan ketaatan dalam ritual ibadah, akan tetapi di rumah memperlakukan keluarga kita secara tidak baik dan mengabaikan mereka.
Tiga tradisi religius yang berbeda namun menyuarakan pesan yang sama, dan saya meyakini itu pun berlaku pada semua tradisi keagamaan lainnya di dunia. Hal ini yang membuat saya memilih judul buku ini ‘Catatan Murid Semesta’, bukan catatan murid tradisi tertentu. Akan tetapi kenapa banyak bernapaskan tradisi Islam dalam catatan ini? Alasannya semata karena memang saya dilahirkan dalam keluarga dan dididik sejak kecil dalam tradisi Islam, juga karena keterbatasan saya dalam keilmuan teologis tradisi keagamaan yang lain.
Perjalanan hidup telah mempertemukan saya dengan banyak guru dan komunitas yang mendukung bertumbuhnya spiritualitas, yang bisa dinikmati dalam secara langsung dalam kehidupan sehari-hari. Kita menjadi tidak terlalu ngotot saat berdiskusi dengan orang lain, lebih rileks dan damai menikmati setiap momen kehidupan, bahkan kita akan sering kali menemukan momen-momen keterpesonaan pada hal-hal yang sebelumnya dianggap biasa saja. Kedamaian di dalam batin membuat kita tidak mudah bersikap judgmental (menghakimi) saat bertemu sesuatu yang berbeda dengan pendapat kita, mudah menerima dan memaafkan kesalahan diri sendiri dan juga orang lain. Kemurnian spiritual atau disebut juga dengan memandang secara clear seeing, kita menjadi mudah menerima apa peran kita yang dijalani saat ini dan bahkan kita menjadi berani bereksplorasi dan menemukan ekspresi kemurnian jiwa yang sebelumnya tertutupi.
Buku ini menawarkan salah satu jalan untuk mencapai kondisi itu, melalui pendekatan agama terutama yang bernafaskan tradisi Islam, yang fokusnya untuk melatih diri agar bisa berdiri dengan kokoh di pusat kesadaran batin kita dan membebaskan kemurnian jiwa kita. Buku ini merangkum apa yang disampaikan oleh para guru, di mana kita bisa menemukan berbagai kisah hikmah, puisi sufistik, pemahaman mendalam akan makna dari suatu ayat atau wirid, yang bisa dijadikan alat bantu untuk menembus belantara batin kita dan bertemu Cahaya.
Murid diserap dari bahasa arab yang memiliki akar kata iradah atau kehendak yang kuat untuk meniti jalan kepada Tuhan. Sebagaimana selalu yang disampaikan oleh para guru pada berbagai kesempatan, diri kita tidak hanya terdiri dari tubuh materi saja, ada tubuh non materi atau disebut juga batin dan kemudian yang disebut sebagai roh. Penderitaan atau kegelisahan seringnya terjadi di tubuh materi dan tubuh batin kita. Namun justru karena “kegelapan” itulah kita tergerak untuk mencari Cahaya, kita menjadi punya iradah untuk berjalan pulang kepada Yang Sejati. Dalam terminologi tasawuf, pada saat itulah kita memutuskan menjadi seorang salik atau pejalan. Bisakah kita katakan karena ada roh itulah kita semua sampai pada iradah atau keinginan yang kuat ini? Dan mungkinkah kita semua terhubung dengan Kemurnian yang sama? Bisa jadi dan sangat mungkin sekali.
Saya meyakini kita semua, tanpa memandang usia, gender, etnis, kebangsaan dan kepercayaan yang bermacam-macam, adalah murid semesta yang mempunyai kurikulum hidup yang berbeda-beda namun punya sumber yang sama dan menuju tujuan pulang yang sama.
Seorang seniman saat mengekspresikan keindahan, seorang ilmuwan yang mendapatkan ilham dari risetnya dan seseorang yang menemukan cinta saat merenungkan kalam para suci, apakah ada perbedaannya? Harapan saya untuk terus bertemu dengan sesama murid semesta dan terhubung dalam sukacita merayakan kehidupan ini, apapun jalan yang dipilih. Akhir kata, saya haturkan terima kasih dan terdengar bisikan lembut dari kedalaman jiwa, “Semoga semua makhluk mengenal kembali dirinya yang damai, bahagia dan juga cinta itu sendiri”.
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, Salam sejahtera bagi kita semua, Shalom, Om Swastiastu, Namo Buddhaya, dan Salam Kebajikan 🙏.
Kreator : Ria Ayu Iswari
Part 15: Warung Kopi Klotok Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]
Part 16 : Alun – Alun Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]
Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]
Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]
Part 12 : Cemburu Rama langsung memukul Jaka saat Jaka baru saja masuk ke ruang kerjanya Rama. Jaka yang meringis bukannya marah namun malah tersenyum terhadap Rama karena Jaka tahu bahwa Rama lagi cemburu terhadapnya. Rama males menjawab salam dari Jaka namun sebagai orang yang punya adab Rama harus menjawab salam dari Jaka dengan sopan. […]
Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]
Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]
Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,, begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]
Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]
Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]
Comment Closed: Sekapur Sirih dari Catatan Murid Semesta
Sorry, comment are closed for this post.