Selepas lari-lari kecil keliling kampung, ustadz Hamdi tidak langsung masuk ke dalam rumahnya. Dia berdiri di halaman rumahnya sambil memperhatikan taman kecil yang dipenuhi dengan bunga-bunga yang sedang mekar dengan indahnya. Dari mulutnya terdengar sholawat Jibril dengan suara lirih. Dia berjalan ke arah pojokan rumahnya, memutar keran untuk mengisi ember yang ada dibawahnya. Setelah penuh dibawanya ember itu ke arah taman. Disiramnya satu persatu bunga-bunga kesayanganya itu. Saat tengah asyik menyiram bunga tiba-tiba dari arah depan rumahnya terdengar orang mengucapkan salam.
“Assalamualaikum, pak ustadz !”
“Wa’alaikum salam !” Jawab ustadz Hamdi sambil berdiri dan melihat sumber suara. “Bu Asih, bu Irma, abis dari mana ?” Tanyanya.
“Dari warung sebelah, pak.” Jawab bu Asih
“Jauh sekali ke warungnya ?”
“Sekalian olahraga, pak ustadz.” Bu Irma mendahului jawaban bu Asih.
“Mari masuk !” Pinta ustadz Hamdi
“Ga usah pak ustadz, kita ga lama kok” Ucap bu Asih
“Pak ustadz, saya boleh tanya, tidak.” Kata bu Irma
“Boleh…., apa yang akan ibu tanyakan ?”
“Emang benar, pak ustadz ngajarin bapaknya Lisa ?” Tanya bu Irma.
“Bukan ngajarin, saya hanya mendampingi saja.” Jawab ustadz Hamdi.
“Hati-hati loh, pak !” Bu Asih mengingatkan.
“Hati-hati gimana, bu ?”
“Biasanya kalau orang bergaul dengan dia, suka mengikuti jejak dia pak.” Kata bu Asih
“Maksudnya ?”
“Ah…., masa pak ustadz tidak tahu ?” Kata bu Irma
“Banyak hal buruk yang dia lakukan, pak. Salah satu diantaranya, peristiwa dua tahun yang lalu. Bapak tahukan peristiwa itu,” Bu Irma mulai menceritakan peristiwa yang pernah dilakukan oleh pak Guntur terhadap pembantunya, sehingga dituntut oleh kakaknya.
“Bapak harus bertanggung jawab terhadap apa yang telah bapak lakukan terhadap Mimin adik saya !”
“Apa yang harus saya pertanggung jawabkan, orang kami melakukanya suka sama suka kok ?”
“Kalau suka sama suka, tidak mungkin Mimin mengadu pada saya.”
“Oke, saya tidak mau berdebat. Sekarang mau kamu apa ?”
“Adik saya harus berhenti bekerja di rumah bapak, dan bapak harus memberi ganti rugi terhadap adik saya, karena bapak telah merenggut kehormatanya !”
“Berapa yang kamu minta ?”
“Sepuluh juta !”
“Ok, tunggu sebentar.!” Pak Guntur masuk ke dalam rumah, dan tak lama kemudian membawa amplop berisikan uang sepuluh juta dan diserahkan pada Amin. “Ini uangnya, dan saya minta, silahkan bapak-bapak pergi dari tempat ini.” Dengan congkaknya dia mengusir orang-orang yang tengah berkerumun saat itu.
“Bapak ingat peristiwa itu, kan ?” Tanya bu Asih
“Ooh…, Itu masa lalunya bu. Sekarang saya lihat, dia sangat serius belajarnya.” Ustadz Hamdi meyakinkan.
“Yaaah, mudah-mudahan saja jadi orang benar !” Ucapa bu Asih.
“Aamiin !” Ustadz Hamdi mengaminkan.
“Kalau begitu, kami pamit dulu pak. Assalamu alaikum !” Ucap bu Asih, dengan roman muka yang sedikit kecewa, karena respon ustadz Hamdi tidak sesuai dengan apa yang ada di benaknya.
“Wa alaikum salam !” Jawab ustadz Hamdi. “Ada ada aja mereka, itu.” Ucapnya dalam hati, sambil menggeleng-gelengkan kepala.
Selesai menyiram bunga ustadz Hamdi masuk ke dalam rumahnya melalui pintu belakang dan langsung menuju kamar mandi untuk bersih-bersih diri, dilanjutkan dengan shalat dhuha dengan istri dan anaknya, dilanjutkan dengan sarapan pagi.
Malam harinya, selepas shalat Isya ustadz Hamdi bersiap-siap untuk menunaikan tugasnya sebagai guru privat agama khusus untuk pak Guntur, orang yang tadi pagi dibicarakan oleh ibu-ibu di halaman rumahnya.
Sementara di rumah pak Guntur Lisa sedang mempersiapkan teh manis untuk ustadz Hamdi dan papanya.
“Mama…., ini airnya sudah jadi.” Ucap Lisa dengan suara yang cukup keras dari dapur.
“Tolong taro di depan, ya !” Perintah mamanya dari dalam kamar.
“Iya, mah … !”
Lisa membawa baki ke ruang tamu. Saat dia sedang meletakan air di atas meja, tiba-tiba terdengar suara motor berhenti di depan rumahnya. “Nah…., itu dia pak ustadnya sudah datang.” Ucapnya dalam hati.
“Assalamualaikum !” Ustadz Handi mengucapkan salam.
“Wa alaikum salam !” Jawab Lisa sambil membukakan pintu. Dia Pun bersalaman dengan mencium tangan kanan guru agama di sekolahnya itu. “Silahkan pak Ustadz !” Lisa mempersilahkan ustadz Hamdi untuk masuk.
“Terima kasih !”
“Paaa…..! Pak ustad sudah datang.” Panggil Lisa
Beberapa saat kemudian pak Guntur pun datang dari dalam rumah.
“Assalamu alaikum !” Ucap pak Guntur
“Wa alaikum salam !” Jawab ustadz Hamdi sambil menyodorkan tangan untuk bersalaman.
“Bagaimana kabarnya, pak ustadz ?”
“Alhamdulillah. Seperti yang bapak lihat.”
“E…., Lisa sudah cerita pada pak ustadz mengenai perilaku mamanya terhadap saya ?” Pak Guntur memulai pembicaraan.
“Sudah, pak. Lisa sudah bercerita pada saya.”
“Saya tidak mengerti, kenapa mamanya Lisa bisa bertindak konyol seperti itu pada saya.” Pak Guntur menyesalkan perbuatan isterinya yang saat dia mulai belajar shalat malah dicibir dan diperdengarkan suara nyanyian saat dia sedang shalat.
“Mungkin saat itu istri bapak, merasa sangat aneh dengan tindakan bapak.”
“Yah…. mungkin juga sih. Tapi sudahlah, toh dia sudah meminta maaf pada saya, dan sekarang dia mendukung terhadap apa yang saya lakukan.”
“Syukurlah kalau begitu. Dan selanjutnya bapak harus siap pula dengan cibiran tetangga-tetangga bapak.”
“Iya…, sudah saya perkirakan. Tapi insyaAllah saya akan berusaha untuk mengabaikannya. Biarkan anjing menggonggong, kafilah tetap berlalu.”
“Saya setuju. Dan saya yakin, bapak akan bisa mengatasi segala tantangan yang mungkin terjadi.”
“Terima kasih atas dukunganya! Dan sekarang, saya mau shalat. Tolong perbaiki shalat saya, kalau menurut pak ustadz masih salah !”
“Silahkan…. !”
Pak Guntur menggeser kursi kemudian menggelar sajadah, lalu dia berdiri di samping ustadz Hamdi untuk memulai shalat.
“Apa sudah bisa dimulai ?”
“Silahkan…. !”
Pak Guntur memulai memperagakan shalat Isya dari rakaat pertama hingga rakaat terakhir, sementara ustadz Hamdi memperhatikannya dengan seksama. Hal-hal yang kurang sempurna dicatatnya untuk disampaikan pada pak Guntur sebagai perbaikan.
“Bagaimana… ? Apa ada yang salah dalam shalat saya ?” Tanya pak Guntur selesai memperagakan shalat.
“Ada beberapa hal yang harus bapak sempurnakan.”
“Apa saja itu ?”
“Ketika berdiri, hendaknya bapak arahkan pandangan bapak ke tempat sujud, tidak memejamkan mata atau memandang ke depan, atau menatap ke atas.”
“Oooh….!“ Pak Guntur mengangguk-anggukan kepala “Lalu, apa lagi ?” Tanyanya lagi
“Ketika ruku, hendaknya bapak merapatkan kedua tangan bapak di atas lutut, sehingga punggung bapak lurus. Contohnya seperti ini…… “ Ustadz Hamdi memperlihatkan cara ruku yang baik di hadapan pak Guntur. “Kemudian setelah bangun dari ruku, hendaknya bapak diam sejenak, sekitar 4 sampai 5 detik. Setelah itu barulah bapak turun untuk sujud.” Jelas ustadz Hamdi
“Iya.. ya .” Pak Guntur mengangguk-anggukan kepalanya. “Ada lagi ?” Tanyanya.
“Saat sujud, hendaknya bapak dirikin kedua kaki bapak. Jangan ditidurkan. Dan …., kedua siku bapak tidak menapak ke lantai, tapi di angkat. Contohnya seperti ini……” Kembali ustadz Hamdi mencontohkan gerakan shalat yang benar.
“Apakah di dalam sujud harus diam sejenak juga ?” Tanya pak Guntur.
“Iya, bahkan hampir di semua gerakan.”
“Boleh saya mengulang kembali shalat saya ?”
“Silahkan !”
Pak Guntur memulai kembali shalatnya, sementara ustadz Hamdi memperhatikannya dengan seksama.
“Alhamdulillah, gerakan shalat sudah cukup bagus.” Ucap ustadz Hamdi setelah pak Guntur menyelesaikan shalatnya.
“Bagaimana dengan bacaanya ?” Kembali pak Gutur bertanya.
“Walaupun belum lengkap, tapi sudah cukup untuk bacaan minimal. Hanya sedikit koreksi untuk bacaan ruku, bacaanya bukan subhaana robiyal a’dzim wabihamdih, tapi subhaana robbiyah ‘adziiimi wabihamdih.” Jelas ustadz Hamdi.
“Ooh, maklum lah, waktu itu saya tidak melihat tulisannya.” Ucap pak Gun tur sambil membereskan kembali kursi yang tadi digeser. “Silahkan diminum airnya pak !” Lanjutnya setelah bangku dirapikan kembali.
“Terima kasih !” Jawab ustadz Hamdi.
Suasana sedikit hening. Pak Guntur mulai menyantap hidangan yang sudah disediakan oleh Lisa anaknya, begitu juga dengan ustadz Hamdi, dia menyesuaikan sekalipun hidangan yang disediakan malam itu kurang dia sukai.
“Pak Ustadz…., dua bulan ke depan, saya akan shalat. Tolong jangan diberi materi apa apa dulu, kecuali kalau saya bertanya.” Ucap pak Guntur, membuka keheningan.
“Berarti dua bulan kedepan saya tidak usah kesini dulu, pak ?” Tanya ustadz Hamdi.
“Iya, tapi kalau saya perlu diskusi, saya akan hubungi bapak.” Jawab pak Guntur.
“Baiklah, mudah-mudahan setelah dua bulan kedepan, bapak bisa lebih baik lagi. !”
“Aamiin !”
Itulah keunikan pak Guntur, dia yang ingin belajar, tapi dia sendiri yang mengatur ritme pembelajaran. Tapi, itu merupakan tantangan dan sekaligus ujian buat ustadz Hamdi, selaku da’i pengemban risalah ilahi.
Kreator : Baenuri
Part 15: Warung Kopi Klotok Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]
Part 16 : Alun – Alun Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]
Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]
Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]
Part 12 : Cemburu Rama langsung memukul Jaka saat Jaka baru saja masuk ke ruang kerjanya Rama. Jaka yang meringis bukannya marah namun malah tersenyum terhadap Rama karena Jaka tahu bahwa Rama lagi cemburu terhadapnya. Rama males menjawab salam dari Jaka namun sebagai orang yang punya adab Rama harus menjawab salam dari Jaka dengan sopan. […]
Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]
Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]
Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,, begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]
Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]
Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]
Comment Closed: Shalat
Sorry, comment are closed for this post.