Angin sore menghembus pelan,
Lirih Ombak di bibir pantai menerpa syahdu….
Nyiur melambai lemah, tak ada suara burung yang memekik memecah sunyi
Raga yang terkubur dalam senyap, lelaplah dalam damai, dalam rangkaian doa dan cinta tulus kami……
Aku mendengar kabar Reni hilang karena tsunami di hari kelima pasca bencana. Seolah tak percaya adik yang begitu baik sudah tiada. Aku mengenal Reny lama sekali, sama lamanya aku mengenal kedua kakak perempuannya karena seangkatan di bangku sekolah menengah atas dulu.
Karena usia yang tidak berpaut jauh akupun akrab dengannya. Apalagi dulu aku sering sekali kerumahnya, nyaris tiap hari sepulang sekolah.
Reny sosok yang menurutku punya kepribadian baik, seperti juga dua kakaknya yang menjadi sahabatku. Ramah, familiar dan sangat hormat kepada semua orang. Hal yang paling ku ingat darinya adalah kepeduliannya pada semua orang, ringan tangan membantu siapa saja tak peduli orang yang baru dia kenal sekalipun.
Dulu dimasa remajanya Reny dikenal sebagai pembalap motor. Hobbynya tersebut membawanya berulang kali turun di sirkuit sebagai pembalap. Dia juga senang olah raga tinju, meskipun senang dengan hal -halnyang maskulin, Reny tetap mewarisi keahlian mamanya dalam soal masak memasak.
Seperti kakak sulungnya yang senang masak tidak jarang kudapati dia melakukan pekerjaan rumah masak-masak dan berbenah seperti seorang profesional.
Setelah masing-masing berkeluarga silaturahim kami masih tetap berjalan, tidak kontinyu sebulan sekali saat arisan alumni, namun selalu ada pertemuan di sela-sela kesibukan. Aku berupaya sebisa mungkin hadir jika sedang tak ada dinas diluar kota karena memang bagiku teman teman sudah benar-benar seperti saudara karena kami bisa menceritakan apa saja kepada mereka saat aku butuh saran ataupun dukungan. Kak Hera sering mengundang sekedar kumpul-kumpul dan ngobrol tentang apa saja di rumahnya, dan saat itu aku pasti bertemu dengan Reni.
Almarhumah single parent dengan satu anak lelaki yang usia nya terpaut 4 atau 5 tahun dari anak bungsuku. Saat gempa, Akbar putranya baru berusia 13 tahun. Kelas 3 SMP saat itu.
Hari jumat 28 september, Akbar masih diantar mamanya ke sekolah. Tak ada firasat bagi orang serumah bahwa itu saat terakhir Akbar diantar mamanya ke sekolah, tidak juga bagi si kecil Akbar. Seperti biasa saat turun disekolah, mamanya menurunkannya di depan sekolah, Akbar turun bersalaman tiba-tiba mamanya bilang ‘ rajin ko sekolah yah nak, sholat… sholat jangan ko lupa’ pesan terakhir mama buat Akbar.
Akbar yang terlalu sering mendengar pesan itu, hanya mengangguk dan berlalu, sholat dan belajar adalah pesan yang nyaris setiap saat mampir di telinganya. Bahkan saking seringnya hampir 6 tahun kepergian mamanya pesan itu masih saja terngiang di telinganya seolah rekaman yang tak mungkin terhapus. Pulang sekolah hari itu, Akbar pamit ke mamanya mau bermain kerumah teman dan mamanya mengiyakan serta berjanji akan menjemput Akbar sebelum magrib. Ternyata itu pertemuan terakhir dengan sang mama. Sampai malam Akbar menunggu jemputan Sang mama tak pernah datang lagi. Setiap kali mengingat itu Akbar mengisak tertahan, menelan tangisnya karena dia tahu mamanya akan sedih jika dia terus-terusan menangisi kepergian mamanya. Mamanya selalu bilang “Kamu Lelaki, kamu boleh menangis tapi tidak menggerung seperti perempuan” itu sebabnya setiap kali kenangan tentang mamanya melintas, Akbar berupaya menahan air matanya hingga dadanya terasa sakit dan sesak.
Dia beruntung Sang mama memiliki dua kakak perempuan yang kasih sayangnya sama seperti mamanya. Di tangan Puang Magi, dan Puang Hera kakak mamanya yang dia menemukan segalanya. Kasih sayang, perlindungan dan pendidikan. Termasuk tiga orang sepupunya juga sangat mensupport dan memperhatikan semua keperluannya. Kini Akbar kuliah semester lima di universitas negeri, dan dalam hati dia bertekad untuk berupaya menyelesaikan studinya tepat waktu, untuk membalas kasih sayang Puang Magi dan puang Hera yang telah memelihara dan memberikan segalanya untuknya. Puang Magi dan puang Hera pengganti Mamanya, Dua Wanita yang ingin dibahagiakannya. Kepadanya mereka dia ingin mempersembahkan apa yang di paling diidam-idamkan oleh orang tua sedunia. Pengabdian dan rasa bangga bahwa mereka berhasil mendidik anak-anaknya dengan baik.
Saat aku bertemu Magi kakak kedua Reni, dia berkisah dengan air mata berlinang, betapa kehilangan adik bungsunya membuatnya patah hati, kenangan tiga hari sebelum gempa saat dia dan Reny mengurus mobil di penggandaian masih segar dalam ingatannya. Hari itu mereka bolak-balik ke penggadaian mengurus kendaraan yang akan digunakan Reni, tapi karena sampai siang orang yang ingin mereka temui masuh sibuk dengan urusan lain, akhirnya mereka balik kerumah untuk sholat dan makan. Mereka berdua memutuskan untuk sholat zuhur di rumah Magi. Usai sholat sambil rebah di kasur dan Magi menyelesaikan shalatnya tiba-tiba terdengar suara Reni memecah kesunyian ” Kalau saya meninggal, saya mau Akbar kita yang rawat nah” Magi menganggap itu candaan dan balas berseloroh ” Kalau bisa memilih, saya saja yang duluan meninggal karena saya tak punya anak” Saat itu Reny hanya tersenyum, ketika di mobilpun topik yang dibahas masih soal kematian, itu sebabnya sampai saat ini Magi selaku bertanya-tanya dalam hati, apakah yang dirasakan adiknya saat dialog tentang kematian itu bergulur dalam pembicaraan mereka tiga hari sebelum hilangnya Reni karena Tsunami?
Tanggal 27 september, Magi berdua almarhumah pergi melayat ibu salah satu sahabat, ketika Magi menurunkan Reny dihalaman rumahnya, tiba-tiba dia berbalik dan memberi uang… ” untukmu” katanya pendek dan kemudian berlalu tanpa menoleh, sama sekali tidak memberi kesempatan kepada Magi untuk menanyakan alasan kenapa tiba-tiba dia memberi uang. Ternyata itu pertemuan terakhir dengan adik bungsunya, pertemuan yang belakangan selalu membuat hati Magi terus-terus mengairkan darah dan membuatnya nyeri. Pertemuan terakhir yang terlaku menyakitkan untuk dikenang, tapi seperti itulah jalannya. Seberapa menyakitkanpun Magi berusaha sekuatnya untuk menerima ujian kehilangan ini dengan ikhlas. Memang bukan persoalan mudah untuk merelakan kepergian adiknya, tapi itulah satu-satunya cara bagi mereka sekeluarga untuk melepas Reni dengan segala kenangan manis tentangnya, si bungsu yang sangat ringan tangan, sangat peduli, sangat menghargai. Mungkinkah orang baik selaku dipanggil lebih dulu? Magi kembali mengisak dengan air mata menderas ketika aku minta kembali berkisah tentang Reni.
Saat gempa terjadi Pua (Panggilan untuk bapak di sulawesi) tidak di Palu, ketika kabar tentang hilangnya Reny diterpa Tsunami, Pua langsung datang. Berhari-hari kami berupaya mencari tau, mungkin ada yang bertemu dengannya di lokasi kejadian ” Palu Nomoni” kami sangat yakin saat ketika tsunami terjadi Reny ada di lokasi karena beliau sibuk mencarikan stan untuk komunitas UMKM dimana dia menghabiskan waktunya belakang ini.
Ada beberapa informasi yang kami dapatkan bahwa merek memang melihat disekitar terjadinya gempa Reny ada di Lokasi kejadian, karena salah seorang rekan UMKM nya belum mendapat Booth yang akan dia gunakan untuk berjualan, dan Reny berupaya membantu agar rekannya tersebut bisa mendapatkan tempat. Jalan Tuhan seringkali memang luar biasa. DIA mengambil Reny justeru disaat berupaya menolong kawannya, seperti itulah waktunya dia habiskan sehari-hari. Menolong siapapun yang membutuhkan. Reny memang bak bunga, yang tetap indah dan cantik sampai akhir.
Kami mendengar banyak korban Tsunami yang dikuburkan masal di Taman Pekuburan Umum Poboya. Tapi feeling Pua, Renynya terkubur di Pantai Talise.
Mengikuti intuisi beliau sebagai ayah, ternyata belakangan kami tahu, setelah sholat subuh dan sebelum sholat magrib, beliau mengendarai mobilnya menuju pantai. Sejenak di sana duduk dan mendoakan putri bungsunya.
Ya Allah….. kami sangat tahu bagaimana Pua memperlakukan anak-anaknya. Dan khusus kepada si Bungsu yang selama ini paling rajin mengurusi makanan dan pakaiannya, kehilangan besar yang dirasakan kakaknya tentulah tak sebanding yang dirasakan oleh Pua. Beliau memang tidak mengatakan apapun tentang perasaannya kecuali keyakinannya bahwa Reny terkubur di pantai, tapi kabut di mata Pua setiap kali nama Reny tersebut sudah cukup membuat kami paham bahwa beliau berupaya menutupi rasa kehilangannya. Setiap tahun saat orang-orang se kota Palu memperingati hari terjadinya Tsunami, gempa dan likuifaksi luka di hati kami seolah membuka Kembali. Kepergian dan kehilangan memang menjadi momok yang sangat menakutkan, karena terus saja mengikuti serupa bayangan. Ya Allah… semoga kehilangan ini menjadikan kami semua belajar bagaimana membelajarkan diri untuk lapang dada dan Ikhlas. Apapun di dunia ini hanya sementara, dan jika tiba waktunya maka semua akan meninggalkan kita atau sebaliknya kita yang akan melepaskan.
Ya Allah….. kami tahu, bahwa Engkau menguji kami dengan kehilangan ini. Kami paham bahwa setiap yang hidup akan mengalami kematian. Kami tidak akan protes dan memohon agar terus Engkau kuatkan dan meletakkan rasa ikhlas di hati kami untuk menjalani ini semua. Kami memohon agar Engkau memaafkan salah dan khilaf adik kesayangan kami, melapangkan jalannya menemuiMu dan bermohon agar kiranya Engkau menempatkan Adik kami di tempat yang mulia bersama mereka yang Engkau sayangi dan muliakan.
Kreator : Anna sovi malaba
Part 15: Warung Kopi Klotok Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]
Part 16 : Alun – Alun Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]
Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]
Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]
Part 12 : Cemburu Rama langsung memukul Jaka saat Jaka baru saja masuk ke ruang kerjanya Rama. Jaka yang meringis bukannya marah namun malah tersenyum terhadap Rama karena Jaka tahu bahwa Rama lagi cemburu terhadapnya. Rama males menjawab salam dari Jaka namun sebagai orang yang punya adab Rama harus menjawab salam dari Jaka dengan sopan. […]
Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]
Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]
Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,, begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]
Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]
Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]
Comment Closed: Tak kering air mata ini untukmu
Sorry, comment are closed for this post.