Rintik-rintik hujan belumlah reda, namun jam di tanganku telah menunjukkan pukul 12.30. Bergegas kuambil payung dan segera berangkat. Pukul 13.30 aku harus sudah berada di kampus. Biasanya aku diantar kakak sampai pasar. Tapi siang ini ia sedang tidak di rumah. Segera ku ayunkan kaki setelah berpamitan pada bapak dan ibu. Bila beruntung biasanya aku bertemu teman-teman satu kampus yang searah denganku di persimpangan di jalan masuk kampungku, lumayan aku bisa nebeng mereka menuju kampus. Tapi bila tidak, aku akan naik ojek dan berhenti di pasar lalu naik angkot. Hal seperti ini kujalani setiap hari.
Jam kuliahku tidak setiap hari, kugunakan waktu kosongku untuk mengajar di sebuah Sekolah Menengah Pertama tak jauh dari tempat tinggalku. Sebentar lagi ujian semester tiba, seminggu yang lalu aku sudah menerima surat pemberitahuan tentang administrasi yang harus aku bayar. Namun, hingga hari ini orang tuaku belum bisa memberiku uang. Hasil kebun harganya sangat murah. Jangankan untuk bayar biaya kuliah, untuk makan sehari-hari saja sulit. Seringkali aku terpaksa bon dulu pada bendahara sekolah dan mengembalikannya saat gajian. Sebenarnya aku sangat tidak enak hati karena gajiku yang tak sesuai dengan nominal yang kupinjam. Untungnya bendahara sangat memaklumi keadaanku meski dengan cara mencicilnya beliau tetap bersabar.
Malam hari kugunakan waktuku untuk les anak-anak SD di kampungku. Meski hanya beberapa orang, bagiku lumayan. Biasanya uang hasil les itu aku gunakan buat keperluan kuliahku seperti foto kopi, atau yang lainnya. Sedang untuk pakaian kuliah, aku tak begitu memprioritaskan. Seringkali mengenakan blus dan rok yang biasa kupakai mengajar. Jika hari libur, biasanya aku ikut bapak ke kebun untuk memetik buah kopi. Setelah kopi dijual bapak selalu memberiku bagian dari penjualan itu. Katanya buat tambahan uang jajan.
Dulu usai lulus SMA, aku sangat menginginkan lanjut kuliah ke Bandung bersama teman akrabku waktu itu. Namun, kondisi ekonomi keluarga kurang mendukung. Akhirnya, aku pun memilih bekerja menjaga toko sembako milik salah satu saudaraku di kampung. Meski gaji tak besar bagiku tak apa, yang penting ada kesibukan. Sambil terus berdo’a semoga ada jalan untuk aku bisa kuliah.
Hampir satu tahun aku bekerja di toko, tiba-tiba siang itu kakakku datang menjemput dan mengatakan bahwa di rumah ada tamu. Aku lalu berpamitan pada pemilik toko. Benar saja, Nurman temanku SMA telah duduk di ruang tamu dan sedang asyik ngobrol dengan bapak. Ia memang sudah tak asing lagi dengan keluargaku. Dulu ketika masih SMA, ia kerap bermain ke rumahku. “ Din, ini aku bawakan brosur untukmu. Kita sekolah bareng lagi ya?”. Ucapnya menyambut kehadiranku. Aku hanya tersenyum menerima brosur itu dan membacanya. “ Kata bapak, kamu harus cepat daftar lo?”. Ucapnya lagi. Aku pun kaget dan bertanya ke bapak, “benar begitu, pak?”. “Ia, mengenai biaya nanti bapak pikirkan”. Jawab bapak.
Betapa gembiranya hatiku saat itu, aku segera mendaftar kuliah dengan diantar Nurman. Sejak saat itu, jadilah aku seorang mahasiswi. Meski tak mudah kuliah dengan biaya pas-pasan, aku berusaha untuk tetap kuat dan sabar menjalaninya. Bisa dibilang mungkin ini yang namanya modal nekad. Tapi aku percaya dengan do’a ibu yang setiap hari dipanjatkan. Aku yakin aku bisa menyelesaikan kuliahku. Nurman yang sekarang jadi kakak tingkatku, selalu memberiku semangat. Aku berusaha belajar dengan giat agar tak mengecewakan bapak dan ibu. Alhamdulillah, di semester ketiga aku mendapatkan beasiswa. Rasa syukur yang tak terkira, segera kusampaikan kabar itu pada bapak dan ibu. Mereka pun tampak bahagia sekali.
Satu bulan lagi aku harus berangkat ke Jogjakarta untuk mengikuti program yang diselenggarakan kampus, yaitu Program Pengalaman Praktik Lapangan atau yang disingkat PPL. Sudah menjadi agenda kampus, setiap PPL selalu ke Daerah Istimewa Yogyakarta. Untuk kesana tentu membutuhkan biaya yang tak sedikit. Tidak hanya memikirkan ongkos, tapi juga keperluan lainnya. Aku benar-benar pusing bagaimana caranya aku bisa ikut, sementara biaya PPL saja belum kulunasi. Kuceritakan masalahku ini pada teman akrabku di kampus, kemudian dia menawarkan solusi padaku. Ia memintaku untuk membantu memasarkan jualan miliknya. Temanku itu punya bisnis sepatu yang langsung dikirim dari pabriknya di Bandung. Tentu kualitas barangnya sangatlah bagus. Tak mau menyia-nyiakan kesempatan emas, aku segera mengiyakan tawarannya itu. Lalu aku diberi katalog sepatu oleh temanku. Kubuka lembar demi lembar katalog tadi, wah gambarnya bagus-bagus. Bahannya kulit asli, model nya juga banyak. “Ini mah bisa laku keras!”. Pikirku dalam hati. Untuk harga jual terserah aku mau ngasih bandrol berapa?, yang penting harga modal dari temanku bisa kembali. Sejak saat itu aku mulai rajin memasarkan jualan milik temanku.
Tanpa malu-malu kutawarkan jualan sepatuku itu ke teman-teman mengajar. Alhamdulillah mereka banyak yang berminat, apalagi temanku memberikan kelonggaran pembayarannya boleh di tempo. Saat gajian baru bayar. Tak hanya teman-teman mengajar, teman-teman kuliah, tetangga, serta teman-teman SMA pun jadi sasaran jualanku. Aku bersyukur mereka semua menyambut dengan antusias. Setelah mulai lancar bisnis sepatu, temanku juga mempercayaiku untuk menjualkan pakaian. Sepulang sekolah aku mencoba keliling kampungku menawarkan pakaian-pakaian itu. Lama-lama aku pun mencoba masuk ke kampung lain. Kini seminggu sekali aku berjualan keliling dengan jadwal hari yang berbeda-beda antara kampung satu dengan kampung lainnya. Al hasil kini pelangganku mulai banyak dan sangat mempercayaiku. Tak segan-segan mereka sering memesan barang kebutuhan mereka padaku. Tak hanya pakaian, tapi juga barang-barang rumah tangga lainnya. Hasil penjualan aku tabung. Aku berharap setelah lulus kuliah aku bisa melanjutkan bisnisku dengan modal sendiri.
Hampir empat tahun kujalani pahit getir masa kuliah, kini tak lama lagi aku akan diwisuda. Aku sibuk mempersiapkan semuanya. Hingga hari yang dinanti pun tiba. Bapak, ibu dan adikku datang menghadiri acara tersebut. Tangis haru mewarnai suasana saat itu. Terimakasih untuk bapak dan ibu atas do’a dan kerja keras kalian. Terimakasih untuk temanku Mini yang telah mempercayaiku berjualan,Terima Kasih pula untukmu Nurman yang selalu membesarkan hatiku. Terimakasih Tuhan telah mengirimkan orang-orang baik padaku.
Kreator : Sri Dewi Rejeki
Comment Closed: Tetap Melangkah
Sorry, comment are closed for this post.