KATEGORI
  • Adat & Budaya
  • Agrikultur
  • Aksi
  • Arsitektur
  • Artikel
  • Asmara
  • Autobiografi
  • autobiography
  • Bahasa & Sastra
  • Berita Alineaku
  • Bisnis
  • Branding
  • Cerita Anak
  • Cerita Pendek
  • Cerita Rakyat
  • Cerpen
  • Cinta
  • Cita – Cita dan Harapan
  • Dongeng
  • Drama
  • Ekonomi
  • Epos
  • Event
  • Fabel
  • Fantasi
  • Fiksi
  • Gaya Hidup
  • Hiburan
  • Hobi
  • Hubungan Antarpribadi
  • Hukum
  • Humanis
  • Humor
  • Ilmu Manajemen
  • Inspirasi
  • Istri
  • Kampus
  • Karir dan Kewirausahaan
  • Keagamaan
  • Keluarga
  • Kesehatan & Kecantikan
  • Kesehatan Mental
  • Ketenagakerjaan
  • Kisa Masa Kecil
  • Kritik Media
  • Kuliner
  • Legenda
  • Lifestyle
  • Lingkungan Hidup
  • mengelola toko
  • Mental Health
  • Moralitas
  • Motivasi
  • Novel
  • Nutrisi
  • Nutrition
  • Otomotif
  • Parenting
  • Pendidikan
  • Pendidikan Karir
  • Pendidikan Keuangan
  • pengalaman hidup
  • Pengembangan Diri
  • Perjalanan Hidup
  • Pernikahan
  • Persahabatan
  • Pertemanan
  • Petualangan
  • Petualangan Alam
  • Pilih Kategori
  • Pilih Menu
  • Politik
  • Psikologi
  • Psikologi Sosial
  • Puisi
  • Romansa
  • Romantisme kehidupan
  • Rumah Tangga
  • Satir
  • Sejarah
  • Self-Acceptance
  • Self-Awareness
  • Seni & Budaya
  • Sosial
  • spiritual journey
  • Strategi
  • Teknologi
  • Tempat Wisata
  • Traveling
  • Uncategorized
  • Wanita
  • Beranda » Artikel » Umur Terbatas, Hidup Hanya Sekali, Harus Produktif

    Umur Terbatas, Hidup Hanya Sekali, Harus Produktif

    BY 23 Jun 2024 Dilihat: 60 kali
    Umur Terbatas, Hidup Hanya Sekali, Harus Produktif_alineaku

    Kematian adalah hal yang pasti, semua makhluk bernyawa pasti akan merasakan kematian, tidak ada yang bisa lolos dari kejaran Malaikat Maut, sekalipun dia berlindung di benteng yang paling kokoh, atau menjalani pola hidup sehat plus dukungan vitamin yang mahal, dia tetap saja tidak bisa menghindari kematian.

     

    Banyak orang yang takut dengan kematian, hingga rela melakukan apa saja untuk ‘memperpanjang’ usianya, walaupun pada hakekatnya tidak mungkin, sebab manusia tidak punya kuasa memundurkan ajalnya barang sesaatpun, dan tidak mampu pula memajukannya barang sesaatpun.

     

    Rata-rata umur manusia akhir zaman ini, berkisar di antara angka 60 atau 70, sebagaimana sabda Nabi saw. “Usia umatku (umumnya berkisar) antara 60 sampai 70 tahun. Jarang sekali di antara mereka melewati (angka) itu.” (HR At-Tirmidzi).

     

    Secara tidak langsung, kita telah diberikan alarm oleh Rasulullah, bahwa siapa saja yang umurnya sudah berkisar 60-an tahun, maka hendaknya betul-betul serius, tidak main-main lagi dalam mempersiapkan bekal menuju akhirat.

     

    Orang yang cerdas menurut Rasulullah saw. Bukanlah dia yang pintar secara akademik, bukan pula dia yang pintar mengumpulkan harta, bukan pula dia yang pandai bersilat lidah, bukan pula dia yang pandai meraih jabatan, melainkan dia yang banyak mengingat pemutus kenikmatan (mati) dan paling baik dalam mempersiapkannya. 

     

    Dari uraian di atas kita bisa mengukur diri kita, sejauh mana tingkat kecerdasan yang kita miliki, jika baik pertahankan, jika tidak, berusahalah untuk menjadi cerdas menurut versi baginda Nabi saw.

     

    Orang-orang yang takut akan kematian biasanya telah merasakan ‘zona nyaman’ dalam kehidupan dunia, sehingga takut untuk meninggalkan zona nyaman tersebut. Padahal, level kenikmatan dunia ini tidak seberapa, ketimbang level kenikmatan akhirat (Surga).

     

    Maka perlu upaya untuk senantiasa membicarakan kenikmatan Surga dan hal-hal yang berbau kehidupan akhirat, agar supaya hati lebih cenderung kepada akhirat dan tak tertipu kenikmatan semu dunia. 

     

    Disisi lain, yang penting untuk kita pikirkan adalah bukan tentang kapan kita mati, bukan pula tentang kematian itu sendiri, melainkan bekal apa yang telah kita siapkan dan dalam keadaan apa kita mati.

     

    Inilah yang seharusnya menjadi pusat perhatian kita, bagaimana mengupayakan bekal terbaik untuk dibawa ke kehidupan setelah mati. Hendaknya kita hidup sebagaimana seorang musafir (orang yang bepergian) yang hatinya terpaut dengan kampung halaman dan tak ada niat hidup bermewah-mewah di tanah rantau.

     

    Terkait dengan bekal, ALLAH SWT. Telah menginformasikan jenis bekal terbaik, yakni taqwa (tunduk dan patuh pada setiap aturan Tuhan). ALLAH Ta’ala berfirman:

     

    وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى

     

    “Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa.” (QS. Al-Baqarah: 197).

     

    Ustadz Ismail Yusanto pernah mengatakan bahwa tidak ada urusan yang paling penting kecuali taqwa. Taqwa inilah yang seharusnya menjadi poros segala aktivitas kita, sehingga apapun yang hendak kita lakukan, maka harus melihat halal dan haramnya. Tidak serampangan dalam bertindak, sebagaimana serampang nya hewan dalam bertindak, sebab taqwa sudah menjadi tolak ukur perbuatan.

     

    Kalau taqwa tidak menjadi hal terpenting dalam hidup, lantas apalagi yang sebenarnya dianggap penting? Padahal taqwa ini adalah pokok segala urusan. 

     

    Setelah kita berpikir tentang bekal apa yang nantinya akan dibawa, selanjutnya adalah memikirkan tentang dalam keadaan apa kita mati. Sebenarnya, kita bisa ‘memesan’ model kematian dengan melakukan kebiasaan.

     

    Nabi saw. Bersabda, “Setiap hamba akan dibangkitkan berdasarkan kondisi meninggalnya.” (HR Muslim no 2878). Berkata Al-Munaawi, “Yaitu ia meninggal di atas kehidupan yang biasa ia jalani dan ia dibangkitkan di atas hal itu.” (At-Taisiir bi Syarh Al-Jaami’ As-Shogiir 2/859).

     

    Benang merahnya, kalau kita ingin mati dalam keadaan membaca Al-Qur’an, maka jadikanlah aktivitas membaca Al-Qur’an sebagai rutinitas, amalan yang tak boleh terlewatkan barang sehari pun, bahkan sampai pada taraf mengalokasikan 8 jam sehari khusus untuk tilawah Al-Qur’an. Insya ALLAH.

     

    Setelah kita membiasakan ketaatan, maka perlu istiqomah (konsisten), karena ada seseorang yang baik di awal, namun jelek di penghujungnya, maka hendaknya kita berhati-hati dan mawas diri, sembari selalu berdoa agar diwafatkan dalam keadaan baik. 

     

    Sesungguhnya ada seseorang yang beramal dengan amalan penghuni Surga dalam jangka waktu yang sangat panjang, kemudian ia menutup akhir hayatnya dengan amalan penghuni Neraka. Dan sesungguhnya ada seseorang yang beramal dengan amalan penduduk Neraka dalam jangka waktu yang sangat panjang, kemudian ia menutup akhir hayatnya dengan amalan penduduk Surga.” (HR. Muslim).

     

    Penting, kalau tidak mau dikatakan sangat penting dan mendesak, bagi kita untuk senantiasa berdoa memohon keistiqomahan, sebab hati ini sangat lemah, sangat mudah tergoda dan terpancing dengan syahwat duniawi, kalau bukan karena ALLAH yang menjaganya, entah apalah jadinya dengan hati kita ini. 

     

    Orang-orang terdahulu menangisi keadaan mereka yang kurang amal, sementara ajal semakin dekat. Basyir bin Al-Harits rahimahullah pernah berkata, “Aku pernah melewati seorang ahli ibadah di Bashrah dan ia sedang menangis. Aku bertanya, ‘Apa yang menyebabkan kamu menangis?’ Ia menjawab, ‘Aku menangis karena umur yang luput dariku dan atas hari yang telah berlalu. Ajalku ternyata semakin dekat, tetapi belum jelas juga amalku.’” (Mujalasah wa Jawahir Al-‘Ilm, 1:46, Asy-Syamilah).

     

    Hakikatnya, setiap tahun yang kita lalui bukanlah indikasi bertambahnya umur, melainkan fakta berkurangnya jatah umur. Seandainya manusia diinformasikan tentang jatah hidupnya, tentu dia akan mudah memahami hakikat berkurangnya umur.

     

    Intinya, pada tulisan kali ini, kami ingin membuka kesadaran para pembaca bahwa tidak ada waktu lagi untuk menyia-nyiakan waktu, saatnya untuk produktif! Saatnya untuk berkarya! Saatnya untuk bergerak!

     

    Berikut kami sajikan beberapa kisah tentang akhir hidup yang baik.

     

    Bercerita Mush’ab bin Abdillah tentang ‘Amair bin Abdillah bin Zubair yang tengah sakit parah. Kumandang adzan maghrib muadzin terdengar oleh ‘Amair bin Abdillah, ia pun berkata, “Pegang tanganku ke masjid!” Padahal saat itu dia dalam kondisi sakaratul maut. Mereka berkata, “Engkau dalam kondisi sakit.” ‘Amair kemudian berkata, “Aku mendengar muadzin mengumandangkan adzan sedangkan aku tidak menjawabnya? Pegang tanganku!” Maka mereka pun memapahnya menuju masjid, kemudian ‘Amair sholat bersama kaum muslimin, sholat baru terlaksana satu rakaat, ‘Amair pun meninggal dunia. (diceritakan oleh ustadz Firanda Andirja). 

     

    Masya ALLAH! Akhir yang baik, insya ALLAH. Begitulah karakter orang-orang yang hatinya terpaut ke masjid, dalam keadaan sakit parah pun, ia tidak mau ketinggalan sholat berjamaah di masjid.

     

    Sholat berjamaah di masjid memiliki nilai pahala yang jauh lebih banyak ketimbang sholat sendiri di rumah, Rasulullah saw. Bersabda, “Shalat jama’ah lebih utama daripada shalat sendirian sebanyak 27 derajat.” (HR. Muttafaqun ‘alaih).

     

    Terlebih lagi, orang-orang yang hatinya terpaut ke masjid akan mendapatkan naungan, pada hari tidak ada naungan selain naungan-Nya. Rasulullah saw. Bersabda, “Tujuh golongan yang dinaungi ALLAH dalam naungan-Nya pada hari di mana tidak ada naungan kecuali naungan-Nya: (1) imam yang adil, (2) seorang pemuda yang tumbuh dewasa dalam beribadah kepada ALLAH, (3) seorang yang hatinya bergantung ke masjid, (4) dua orang yang saling mencintai di jalan ALLAH, keduanya berkumpul karena-Nya dan berpisah karena-Nya, (5) seorang laki-laki yang diajak berzina oleh seorang wanita yang mempunyai kedudukan lagi cantik, lalu ia berkata, ‘Aku benar-benar takut kepada ALLAH.’ (6) seseorang yang bershadaqah dengan satu shadaqah lalu ia menyembunyikannya sehingga tangan kirinya tidak tahu apa yang diinfaqkan tangan kanannya, serta (7) seseorang yang berdzikir kepada ALLAH dalam keadaan sepi lalu ia meneteskan air matanya.” (HR. Bukhari, no. 1423 dan Muslim, no. 1031).

     

    Kisah selanjutnya, yang juga masih diceritakan oleh ustadz Firanda Andirja bahwa pada peristiwa kecelakaan kapal Salim Express, seorang laki-laki yang ALLAH selamatkan dalam peristiwa tersebut menceritakan kisah istrinya yang tak selamat dari kecelakaan itu. Beliau mengisahkan bahwa ketika orang-orang teriak kapal akan tenggelam, ia pun segera berteriak kepada istrinya, “Ayo cepat keluar!”

     

    Namun istrinya berkata, “Demi ALLAH aku tidak akan keluar sampai aku memakai hijab dengan sempurna.”

     

    Suaminya lantas berkata, “Inikah waktu untuk memakai hijab? Cepat keluar! Kita akan mati.”

     

    “Demi ALLAH aku tidak akan keluar kecuali jika telah dikenakan hijabku dengan sempurna, seandainya aku mati aku pun akan bertemu ALLAH dalam keadaan mentaati-Nya.” Tutur sang istri. 

     

    Maka dia pun memakai hijabnya dan keluar bersama suaminya, ketika semuanya hampir tenggelam, dia memegang suaminya dan berkata, “Aku minta engkau bersumpah dengan nama ALLAH, apakah engkau ridho terhadapku?” Suaminya pun menangis.

     

    Sang istri tetap mendesak dan berkata, “Aku ingin mendengarnya.” Maka Suaminya menjawab, “Demi ALLAH aku ridho terhadapmu.”

     

    Kemudian istrinya pun menangis dan berucap, “Asyhadu allaa ilaaha illallah wa asyhadu anna Muhammad Rasulullah,” diulangnya syahadat tersebut sampai tenggelam.

     

    Sang suami pun menangis dan berkata, “Aku berharap kepada ALLAH agar mengumpulkan aku dan dia di Surga.”

     

    Menutup aurat dengan sempurna memang kewajiban manusia kepada ALLAH, khususnya wanita. Tidak patut nampak dari diri seorang wanita (ketika diluar rumah atau di tempat yang ada laki-laki asing disana) kecuali wajah dan telapak tangan, sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah saw.

     

    Namun pada kondisi-kondisi darurat (apalagi keadaan yang mengancam jiwa), tak banyak, bahkan sangat langka ada yang masih teguh memperhatikan pakaiannya, memperhatikan batasan-batasan syariat, sebagaimana yang ditunjukkan oleh wanita dalam kisah tadi. Masya ALLAH!

     

    Kisah selanjutnya. Selama kurang lebih 40 tahun lamanya, dia bertugas sebagai pengumandang adzan, tugas tersebut ia lakoni tanpa mengharap imbalan apapun selain wajah ALLAH. Suatu ketika ia ditimpa sakit parah, hingga tak bisa bicara dan tak dapat pergi ke masjid.

     

    Beberapa lama berselang sakitnya semakin parah dan ia pun menangis, orang-orang sekitarnya melihat adanya tanda-tanda kesempitan di wajahnya, kemudian seakan-akan dia berucap, ya ALLAH aku telah beradzan selama 40 tahun, Engkau pun tahu aku tidak mengharap imbalan kecuali dari Engkau kemudian aku terhalangi dari adzan di akhir hidupku?

     

    Kemudian tanda-tanda di wajahnya berubah jadi kesenangan dan kegembiraan. Ketika adzan berkumandang, menurut kesaksian anak-anaknya, ketika ia berdiri di atas tempat tidurnya, menghadap kiblat dan mengumandangkan adzan, sampai pada kalimat ‘laa Ilaaha illaLLAH’ dia pun terjatuh, kemudian anak-anak menghampiri dan mendapatkannya sudah tak bernyawa lagi. 

     

    Kisah berikutnya adalah tentang seorang calon pengantin wanita yang beberapa saat lagi akan melangsungkan prosesi akad nikahnya, setelah menghabiskan waktu yang tidak sedikit untuk dirias dengan riasan terbaik, adzan kemudian berkumandang. Ibunya meminta agar dia menunda dulu sholatnya, sebab jika ia wudhu, maka seluruh riasannya akan hilang tak tersisa.

     

    Namun si wanita tak menghiraukannya dan tetap mengambil wudhu dan mendirikan sholat, sang ibu tak bisa berbuat banyak kecuali memintanya bersegera menyelesaikan sholat.

     

    Setelah berselang agak lama, sang ibu mulai gelisah sebab anaknya tak kunjung selesai-selesai, akhirnya ia menghampiri anaknya dan mendapatkannya dalam keadaan masih sujud. Ibunya kembali berkata agar si anak tidak memperlama sholatnya.

     

    Namun sang anak tak kunjung bangkit dari sujudnya, akhirnya diperiksa dan ternyata dia sudah menghembuskan nafas terakhirnya.

     

    Bisa dibayangkan, apa yang akan terjadi jika si wanita menunda sholatnya. Dia akan menghadap ALLAH dalam keadaan belum sholat tanpa alasan yang syar’i.

     

    Kisah ini juga mengandung pelajaran bahwa tidak boleh taat dan patuh pada manusia (sekalipun ibu sendiri) dalam rangka bermaksiat kepada ALLAH, mengingat, menunda-nunda shalat tanpa alasan syar’i adalah perbuatan tercela. Hal ini sesuai dengan kaidah fiqh, ‘tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam rangka bermaksiat kepada Khaliq.’

     

    Kisah-kisah yang kami sampaikan diatas setidaknya mengandung dua pesan penting, pertama, hendaknya kita membiasakan perkara yang baik, yakni perkara ketaatan kepada ALLAH dan menghindari kebiasaan-kebiasaan buruk, agar supaya kematian kita tidak sedang dalam mengerjakan kebiasaan buruk. 

     

    Kedua, kematian adalah hal yang pasti dan datangnya dengan tiba-tiba, tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Maka hendaknya kita bersikap waspada dan senantiasa mengingat kematian jika tergoda ingin berbuat maksiat.

     

    Kemudian, poin penekanan lain yang ingin kami sampaikan adalah kita sama-sama menyadari bahwa hidup ini hanya sekali dan kita menyadari kematian bisa datang kapan saja, alangkah tidak eloknya jika kehidupan yang sekali ini hanya dihabiskan untuk main game, nonton film, rebahan, bermalas-malasan, main kartu, FB-an, scrol-scrol status dan seabrek kegiatan tidak produktif lainnya. Maka mari bangkit! Lakukan hal yang produktif! Hal yang dapat membawa kebahagiaan di dunia dan akhirat.

     

     

    Kreator  : Ma’arif Amiruddin

    Bagikan ke

    Comment Closed: Umur Terbatas, Hidup Hanya Sekali, Harus Produktif

    Sorry, comment are closed for this post.

    Popular News

    • Menurut Stephen Covey Manusia Memiliki Kebutuhan Dasar, Kecuali? a. To Live b. To Love c. To Listen d. To Leave the Legacy Jawaban: c. To Listen Menurut Stephen Covey Manusia Memiliki Kebutuhan Dasar, Berikut Pembahasannya: Stephen Covey, seorang penulis dan konsultan manajemen terkenal, dalam karya-karyanya sering membahas tentang kebutuhan dasar manusia. Dalam bukunya yang terkenal, […]

      Jun 25, 2024
    • Hari sudah menunjukkan pukul 14.30. Suasana di sekolah tempat Ustadz Hamdi mengabdikan diri sudah mulai sepi. Anak-anak sudah banyak yang pulang. Ustadz Hamdi masih duduk di meja kerjanya sambil memeriksa satu persatu tugas murid-muridnya. Saat itu tiba-tiba HP Ustadz Hamdi berdering “Kriiing, kriiing, kriiing…”  “Halo…., Assalamu alaikum !”  “Wa alaikum salam. Ini Lisa, pak Ustadz.” […]

      Jun 06, 2024
    • Aku adalah teman sekelas Sky di SMP, kami berada dikelas yang sama selama 3 tahun. Sekarang setelah masuk SMA kami berada di sekolah dan kelas yang sama. Sky selalu menjadi orang terpopuler di sekolah, Sky tinggi,  tampan, dan sangat ramah. Namun sayangnya aku merasa dia selalu dingin hanya padaku, aku bahkan tidak tau alasan dibalik […]

      Jun 10, 2024
    • Mahaga Belom Bahadat adalah bahasa Dayak Ngaju yang mempunyai makna yaitu menjaga kehidupan yang saling menghargai, menghormati serta menjunjung tinggi kehidupan Adat Istiadat maupun tradisi kearifan lokal di wilayah yang kita tempati. Era zaman sekarang ini sudah banyak sekali para generasi yang melupakan prinsif-prinsif hidup yang telah dulu ditinggalkan para leluhur(nenek moyang) kita, padahal banyak […]

      Jun 02, 2024
    • Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]

      Sep 07, 2024

    Latest News

    Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]

    Jun 21, 2021

    Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]

    Des 07, 2021

    Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,,  begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]

    Des 07, 2021

    Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]

    Des 07, 2021

    Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]

    Des 07, 2021