Ada pemandangan yang sering kita saksikan ketika kita menyaksikan infotainment di tv nasional. Beberapa artis atau public figure berseteru dengan sesama mereka atau rekan lainnya. Berawal dari sesuatu yang mungkin dianggap sepele, yaitu mengomentari atau mengunggah suatu konten yang bernada menyinggung atau bahkan memfitnah pribadi seseorang atau sekelompok orang. Dan akibatnya pihak yang tersinggung melaporkannya kepada kepolisian dan bahkan sampai ke persidangan. Pada kesempatan ini saya tidak akan mengulas bagaimana kasus demi kasus yang sedang ramai terjadi, namun saya hanya akan mengulas tentang bagaimana sesuatu yang berawal dari ucapan atau unggahan seseorang di media social, entah disadari atau tidak, yang bisa berakibat terjadinya perseteruan sampai ke meja hijau. Harapannya, saya mengambil ibroh, pelajaran dan hikmah dari peristiwa ini, terutama untuk kehati-hatian kita dalam bertutur kata dan bertindak di jaman android ini. Semua akan mudah tersebar tanpa bisa dibendung dan dampaknya sungguh besar dan bisa tak terduga.
Ada ungkapan anta maa taquulu, kata orang Arab. You are what you say, kata si bule. Ungkapan itu maknanya anda adalah apa yang anda katakan. Sungguh nilai dan kualitas kita bisa diketahui dari bahasa yang keluar dari mulut kita. Bila diibaratkan, tubuh kita seperti sebuah teko yang penuh dengan isinya. Sesungguhnya yang keluar dari teko adalah apa yang ada di dalamnya. Ia bisa berupa pikiran, kebiasaan dan mungkin karakter kita yang asli. Maka orang-orang bijak pernah mengatakan bahwa bila kita ingin melihat siapa orang itu sesungguhnya, lihatlah reaksi pertama ketika ia mendapatkan sesuatu yang tidak sesuai dengan hawa nafsunya. Lihatlah ucapan spontan yang keluar dari mulutnya. Itulah isi dirinya, itulah karakter asli dirinya.
Ungkapan di atas, seiring berjalannya waktu, mengalami perluasan. Saat ini, eranya media sosial, tidak hanya ucapan yang harus dijaga, namun jari kita juga harus dijaga dalam memposting dan mengomentari apa yang ada di media sosial. Ini karena postingan kita, baik berupa tulisan, gambar, atau konten lainnya, sangat berpotensi mengundang reaksi dari para netizen, baik reaksi positif maupun negatif. Maka pepatah dulu yang mengatakan “mulutmu harimaumu” mungkin bisa dimodifikasi menjadi “jari jempolmu harimaumu”. Hal ini disebabkan karena saat ini hampir setiap saat kita selalu menggunakan gadget sebagai alat komunikasi. Maka makin bertambah pula peluang kita membuat kesalahan bila kita tidak berhati-hati menggunakan gaway ini.
Lewat tulisan ini saya ingin mengajak para pembaca untuk lebih berhati-hati dalam bertutur kata atau menyampaikan pesan atau narasi kepada publik, apalagi melalui gaway yang sudah merupakan kebutuhan dan gaya hidup. Untuk itu sesungguhnya kita butuh ilmu untuk memandu ketika kita ingin berbicara. Dalam tuntunan Islam, salah satu ukuran orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir adalah bagaimana seseorang itu berbicara. Hal ini sebagaimana yang tercantum dalam sabda Nabi Muhammad Saw yang berbunyi:
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka hendaklah ia berkata baik atau hendaklah ia diam.” (Muttafaq ‘alaih: Al-Bukhari, no. 6018; Muslim, no.47)
Berdasar dalil di atas, kita dihadapkan pada dua pilihan, kalau mau berbicara hanyalah yang baik dan manfaat. Bila tidak mampu berbicara yang baik, maka diam itu akan lebih menyelamatkan kita. Ibarat kita sedang sakit, ada dua langkah yang dilakukan sebagai ikhtiar menuju kesembuhan: minum obat dan berpantang dari yang dilarang yang dapat membuat sakitnya bertambah parah. Dan bila tidak ada obat, maka lebih baik kita berpantang terhadap larangan yang sudah dianjurkan dokter. Diam itu menjadi opsi terbaik ketika kita tidak mampu berbicara dengan baik. Bahkan itu layaknya obat yang dapat menyembuhkan. Karena pentingnya persoalan ini, Allah SWT, pemilik dan pengatur kehidupan ini, sampai-sampai memerintahkan kepada mereka yang mengimani-Nya sebagaimana tercantum dalam Al Qur’an surat al-Ahzab [33]: 70-71) yang artinya :
70. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar,
71. niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.
Dengan berkata yang baik dan benar, maka Allah akan memperbaiki amalan-amalan kita yang lain serta mengampuni dosa-dosa kita. Ini menunjukkan bahwa perkataan seseorang yang baik menunjukkan adanya iman pada dirinya dan ini lebih dekat kepada takwa. Orang yang punya sifat takwa sangat memperhatikan setiap tindak tanduknya, terutama apa yang diucapkan dan dikerjakannya. Maka ucapan atau narasi seseorang bisa menjadi cermin kualitas dirinya. Ini juga bermakna bahwa apa yang tampak berasal dari sesuatu yang ada di dalam dirinya, dalam hal ini ini hati atau kolbu. Apabila hati ini baik , maka akan baiklah seluruh tubuh orang tersebut. Demikian juga sebaliknya. Maka selalu perhatikan dan rawat hati kita masing-masing agar tidak terkena penyakit hati. Seseorang yang terkena penyakit hati, dirinya sendiri tidak mampu mendeteksi bahwa dia terkena penyakit hati, tetapi orang lain malah lebih mengenali lebih jelas.
Belajar dari peristiwa yang banyak terjadi di sekitar kita, terkait dengan ucapan yang bernada memfitnah atau mengejek, yang berujung pada persengketaan, saling tuntut di pengadilan. Mungkin selama ini kita kurang merenung, muhasabah terhadap sesuatu yang ada pada diri kita. Karena itu, ada baiknya kita menelaah diri tentang apa yang ada dalam diri kita sendiri. Mengapa posisi mulut di antara dua mata, dua telinga, dan di bawah kening? Ternyata itu adalah pesan moral, ada ilmu yang berharga bagi kita; sebelum berucap lihatlah dulu, dengarlah dulu, pikirkan baik-baik, baru ucapkan dengan kalimat yang tepat, tegas, benar, santun, dan mulia. Dan terlebih kita memiliki dua telinga, lebih banyak dari mulut yang hanya satu, apa maknanya? Seharusnya kita lebih banyak mendengar dari pada berbicara. Insyaallah kita akan lebih bijak dalam bertutur dan bertindak.
Sebagai penutup mari kita resapi sabda nabi yang menunjukkan betapa besarnya persoalan menjaga perkataan yang baik. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam kitab Shahih-nya (hadits no. 6474) dari Sahl bin Sa’id bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:“Barang siapa bisa memberikan jaminan kepadaku (untuk menjaga) sesuatu yang ada di antara dua janggutnya dan dua kakinya, kuberikan kepadanya jaminan masuk surga.” Yang dimaksud dengan “sesuatu yang ada di antara dua janggutnya” adalah mulut, sedangkan “sesuatu yang ada di antara dua kakinya” adalah kemaluan. Semoga kita dimampukan untuk melaksanakannya.
Profil Penulis
Hidayat Adi Firmanto, pengajar di sebuah SMP di Tegal. Sejak tahun 2021, penulis banyak belajar di Komunitas Menulis yang pernah diikuti. Penulis bisa dihubungi lewat FB Hidayat Adi Firmanto, IG @hidayataf_70 dan email hidayatadifirmanto@gmail.com.
Comment Closed: You are What You Speak
Sorry, comment are closed for this post.