Di sebuah pesantren modern bernama Al Muttaqin, terdapat sebuah kelompok debat bernama Nurul Fikri. Nama itu dipilih karena mereka percaya bahwa kemenangan adalah seperti cahaya, sesuatu yang harus diraih dengan usaha keras di tengah kegelapan. Kelompok ini terdiri dari tiga santri berbakat: Fajar, seorang yang senang menganalisis dan pengetahuannya luas; Nisa, seorang penyusun argumen. Dan, Rayhan, seorang pembicara yang ulung.
Persiapan yang Penuh Perjuangan
Suatu pagi di bulan Februari, ustazah pembimbing, Ustazah Nur, memanggil mereka ke perpustakaan.
“Kalian terpilih untuk mewakili pesantren kita di lomba debat tingkat kabupaten,” katanya dengan senyuman.
Fajar tersentak. Sementara Nisa dan Rayhan saling pandang. Perasaan campur aduk langsung memenuhi hati mereka; bangga, gugup, dan sedikit takut.
“Temanya tentang peran pemuda dalam mengatasi perubahan iklim,” lanjut Ustadzah Nur.
“Kita hanya punya waktu tiga minggu untuk persiapan.”
Mereka mulai dengan menyusun jadwal intensif. Setiap hari setelah shalat Ashar, mereka berkumpul di aula untuk latihan. Fajar bertugas mencari data dari berbagai sumber, termasuk artikel ilmiah dan laporan resmi. Nisa kemudian mengolah data itu menjadi argumen yang solid, sementara Rayhan mempraktikkan penyampaian argumen dengan suara lantang dan intonasi yang tegas.
Di malam hari, mereka sering terlihat membaca buku atau mendiskusikan poin-poin baru di bawah lampu temaram asrama. Kadang-kadang, perdebatan di antara mereka sendiri tak terhindarkan.
“Nisa, argumen ini terlalu sulit dipahami,” protes Reyhan suatu malam.
“Itu karena kamu belum membaca data pendukungnya,” balas Nisa dengan nada kesal.
Namun, di bawah bimbingan Ustadzah Nur, mereka belajar untuk saling mendengarkan dan memperbaiki kekurangan. Semakin hari, kekompakan mereka semakin terjalin erat.
Hari Lomba yang Menegangkan
Tibalah hari yang dinanti-nanti. Mereka berangkat pagi-pagi sekali dengan bus pesantren menuju aula besar di pusat kabupaten. Di sepanjang perjalanan, Reyhan terus melatih intonasi, sementara Fajar sibuk membaca catatan, dan Nisa memeriksa ulang susunan argumen.
Saat tiba di lokasi, aula sudah dipenuhi oleh peserta dari berbagai sekolah dan pesantren. Mereka semua tampak siap dengan seragam yang rapi dan wajah penuh percaya diri.
Babak pertama berlangsung sengit. Kelompok Nurul Fikri mendapat posisi kontra untuk mosi “Pemuda Sebagai Penggerak Utama Revolusi Hijau”. Dengan tenang, Reyhan membuka argumen mereka.
“Memang benar bahwa pemuda memiliki semangat yang besar, namun tanpa dukungan kebijakan yang kuat, semangat itu hanya akan menjadi api kecil di tengah badai.”
Nisa kemudian melanjutkan dengan argumen yang sistematis, didukung oleh data dari laporan PBB yang Fajar temukan. Mereka berhasil menangkis serangan dari lawan dengan elegan.
Babak Final yang Penuh Emosi
Setelah melewati beberapa babak, Kelompok Nurul Fikri akhirnya masuk ke final. Lawan mereka kali ini adalah tim dari sekolah unggulan di kota kabupaten. Mosi yang diusung adalah “Teknologi Sebagai Solusi Utama Menghadapi Perubahan Iklim.”
Di babak ini, tekanan terasa lebih berat. Tim lawan memberikan argumen yang sangat kuat, dan beberapa kali Reyhan terlihat gugup. Namun, Nisa dengan sigap memberikan catatan kecil kepadanya, membantu Farhan kembali fokus.
Ketika giliran penutup, Reyhan berdiri dengan percaya diri. “Teknologi memang penting, tetapi tanpa perubahan perilaku manusia, teknologi hanyalah alat tanpa jiwa. Kita semua harus menjadi bagian dari solusi, bukan sekadar pengguna.”
Sorakan dari penonton menggelegar, termasuk dari teman-teman pesantren mereka yang hadir mendukung.
Pengumuman Pemenang
Setelah penjurian yang cukup lama, akhirnya tibalah saat yang ditunggu-tunggu.
“Juara kedua diraih oleh… Kelompok Nurul Fikri dari Pesantren Al Muttaqin!”
Mereka melompat kegirangan. Meski bukan juara pertama, mereka merasa bangga karena telah memberikan yang terbaik.
“Ini bukan akhir, tapi awal dari perjalanan kita,” kata Nisa dengan mata berbinar.
Sepulangnya ke pesantren, mereka disambut dengan tepuk tangan meriah dari seluruh santri. Ustazah Nur pun berkata, “Kalian telah membawa nama pesantren kita ke tingkat yang lebih tinggi. Insya Allah, tahun depan kita rebut juara satu!”
Dan, begitulah, Kelompok Fajar belajar bahwa kemenangan sejati adalah perjalanan itu sendiri, perjalanan belajar, berjuang, dan tumbuh bersama.
Kreator : Safitri Pramei Hastuti
Comment Closed: Perjuangan Kelompok Nurul Fikri: Persiapan dan Lomba Debat di Tingkat Kabupaten
Sorry, comment are closed for this post.