Kabar Chiko yang sudah sukses menjadi seorang jurnalis sudah berkeluarga dengan wanita cantik yang berprofesi sebagai seorang guru SD yang tak jauh dari rumahnya. Dia sedang mengandung buah cinta mereka yang memasuki usia 7 bulan. Setiap berangkat kerja selalu diantar oleh suaminya. Rumah tangga yang baru dibangun senantiasa harmonis, jauh dari pertengkaran. Tanggung jawab Chiko sebagai kepala keluarga membuat dia semakin giat memburu berita, dari berita yang didapatkan bisa membantu untuk biaya persalinan istrinya nanti. Berapa pun yang diterimanya selalu disyukurinya.
Chiko mendapat tugas dari kantornya meliput sebuah berita yang masih viral hangat, yaitu masalah peredaran narkoba. Dengan semangat empat lima, dia memburu berita yang dimaksud. Dengan kepandaiannya, dia mengolah berita menjadi menarik. Tidak hanya untuk liputan media cetak saja, tapi juga media elektronik. Bahkan dia upload di sebuah jurnal yang cukup terkenal, tujuannya supaya mempermudah para pembaca membuka tulisannya.
Dari berita yang dituliskannya, ada seorang anak buahnya Jacky yang sempat membacanya dan segera memberitahukan kepadanya, “Halo, Bos. Ada kabar yang tidak baik untuk kita. Saya barusan membaca berita di sebuah jurnal yang membahas mengenai ancaman dari barang-barang kita. Jurnalis ini mengajak para pembaca untuk selalu berhati-hati dengan peredaran barang kita.”
“Siapa nama jurnalisnya?”
“Kalau tidak salah, Chiko.”
“Chiko siapa?”
“Nama lengkapnya tidak ada, hanya ditulis Chiko saja.”
Tanpa sepengetahuannya nama tersebut adalah sahabat lamanya, dia berpikir mungkin ada banyak nama yang sama dengan temannya. Jacky diam sesaat memikirkan cara untuk mengatasi dan menghentikan pemberitaan yang memojokkan dirinya beserta komplotannya. Dia sadar polisi sedang mencari keberadaannya, dan saat ini dia berada di rumah mertuanya yang dirahasiakan oleh siapapun termasuk kepada istrinya yang sedang mengandung tiga bulan. Dia tidak mau membuat istrinya kepikiran, makanya dia memilih menepi di daerah terpencil yang sulit dilacak dengan cara apa saja. Dia mengendalikan anak buahnya dari jarak jauh, namun masih bisa mengawasinya dengan sebuah alat yang canggih.
“Baik, aku perintahkan kepada kamu dan anak buahmu untuk melakukan peringatan kepada jurnalis itu, supaya mau menghentikan berita yang ditulisnya. Selalu kalian laporkan perkembangan selanjutnya!”
“Baik, Bos. Segera dilaksanakan.”
Jacky masih belum tahu jurnalis yang diincarnya adalah sahabatnya sendiri. Dia menjadi gelisah karena berita tentang dirinya yang memojokkannya merusak generasi penerus bangsa. Maklumlah dia menjadi tidak tenang sejak bertemu dengan Suci.
******
Chiko yang sudah menjadi incaran anak buah Jacky dihadang ditengah jalan, mereka mengancam membunuh dirinya jika tidak menghentikan berita yang ditulis, dan menyuruhnya menghapus semua data-data yang ditulis. Karena menolak permintaan mereka, Chiko dihajarnya sebagai tanda peringatan. Sesampainya di rumah, istrinya menangis melihat keadaannya dan segera merawatnya.
“Siapa mereka, Mas? Kenapa mereka memukulmu.” Chiko menceritakan berita yang ditulisnya hingga dia mendapat ancaman dari orang tersebut.
“Ya ampun, Mas. Tolong berhati-hati dengan mereka. Aku takut mereka akan kembali dan memukulimu lagi.” Istrinya yang menangis menyeka air matanya karena kasihan melihat keadaan suaminya.
“Iya, Dek. Aku akan berhati-hati. Tenang saja, ya.” Dia mencoba menenangkan istrinya, namun hatinya was-was juga. Dari dasar hatinya, dia tidak takut dengan ancaman yang diterimanya. Baginya kebenaran harus ditegakkan. Dia lebih peduli dengan nasib anak bangsa, jangan sampai mereka terjerumus ke lembah hitam yang susah diperbaiki, akibat pengaruh barang haram ini.
Malam harinya, seperti biasa dia masih melanjutkan pemberitaannya yang harus diungkap, sebuah jaringan terbesar di segala penjuru dunia. Kini, musuh bangsa sendiri adalah dari anak-anak bangsa sendiri yang tersebar di Nusantara.
******
Keesokan harinya, Suci menghubungi Chiko dan bertemu di sebuah restoran kecil yang dekat dengan kantor Suci bekerja. Rencananya memberitahukan mengenai Jacky memilih jalan yang salah. Tentu saja Chiko yang mendengar ceritanya, kaget dan tidak percaya dengan kabar ini.
“Kamu belum tahu, Ko. Bos besar yang kita cari saat ini adalah Jacky sahabat kita di kampung.”
“Apa? Kau bilang apa? Apa aku tidak salah dengar?”
“Tidak Ko. Kemarin aku bertemu dengannya, maksudnya aku dan anggota mau menangkapnya tapi berhasil lolos. Dia bos besar di jaringan ini.”
“Ya ampun. Jack.. Jack… Kenapa kamu lakukan ini?” katanya yang menggelengkan kepalanya. Rasa tak percaya masih menggelayuti pikiran Chiko. “Pantas saja kemarin ada dua orang menghadangku mengancam aku dan menyuruhku menghentikan menulis berita tentang jaringan ini. Mereka bahkan menghajarku, karena aku menolaknya. Aku tidak takut, Ci. Justru aku ingin bertemu dengan Jacky yang sekarang.”
“Untuk apa, Ko? Sudahlah, jangan bertemu dengannya! Dia sekarang bukan sahabat kita lagi, sekarang dia telah berubah menjadi orang lain. Dia sudah tidak mau mendengarkan kita lagi.” Suci berusaha mencegahnya karena dia melihat situasinya mulai memanas. “Sebaiknya kamu berhati-hati, ya!
“Oke, Ci. Terima kasih informasinya. Jaga dirimu juga, Ci. Semoga Allah menjagamu.” Ucapnya dengan wajah yang terlihat bahagia dan kuat menghadapi segala cobaan yang diterimanya. Suci tidak menyadari pertemuannya dengan Chiko adalah hari terakhirnya bertemu.
Sesampainya di rumah, Chiko melihat ada beberapa orang yang mencurigakan mondar-mandir di ujung gang sebelah. Perasaan Chiko mulai khawatir dan tidak tenang karena dia tahu sedang diawasi oleh mereka. Dia langsung bilang kepada istrinya, “Dek, jika nanti ada sesuatu yang tidak baik terjadi pada kita, kita harus ikhlas menerima takdir yang sudah dituliskan pada kita, ya.”
“Ya, Mas.” Istrinya hanya menjawab singkat tidak banyak tanya lagi seperti biasanya.
Hari sudah larut malam, hawa dingin mulai menusuk tulang, angin berhembus menerobos lewat jendela ruang tamu yang masih diterangi lampu. Chiko segera menutup jendela rapat-rapat, dan bergegas menuju kamarnya. Dilihatnya istrinya sudah terlelap tidur di ranjangnya, Chiko segera merebahkan tubuhnya perlahan-lahan karena tidak mau mengganggu istirahat istrinya. Saat dia terbuai dalam mimpinya, ada aroma hangus terbakar di rumahnya, dia membuka matanya yang terlihat ada asap dan api yang membakar seluruh rumahnya. Dia lalu membangunkan istrinya yang masih tertidur, dan merasa sesak karena terkena asap. Mereka terbatuk-batuk, dan berusaha menyelamatkan diri, tapi sudah tidak bisa karena terkepung asap. Istrinya yang sedang hamil terkulai lemas, tidak bisa menyelamatkan dirinya. Mereka terjebak di dalam rumah yang sudah dilahap api yang membara hingga habis. Kepulan asap dan api membumbung tinggi di langit, warga yang melihatnya mencoba membantu memadamkan api dan ada yang menghubungi pemadam kebakaran, namun semua sudah terlambat. Kabar ini sampai ke telinga Suci dan Jacky.
Kreator : Sri Setyowati
Comment Closed: Terjerumus ke Lembah Hitam (Bab 9)
Sorry, comment are closed for this post.